Liputan6.com, Jakarta Indonesia akan menghadapi perubahan signifikan dalam sistem perpajakan dengan diberlakukannya kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Kebijakan yang didasari oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan ini menjadi langkah strategis pemerintah dalam upaya menjaga kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Baca Juga
Advertisement
Keputusan menaikkan tarif PPN ini telah memicu berbagai reaksi dan menjadi polemik di tengah masyarakat. Meski pemerintah memiliki dasar hukum yang kuat melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, implementasi kebijakan ini tetap menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan mengingat dampaknya yang akan dirasakan langsung oleh masyarakat. Lantas apa dampak kenaikan PPN 12% bagi pelaku usaha dan masyarakat?
Berikut ini Liputan6.com ulas mengenai dampak kenaikan PPN 12% bagi pelaku usaha dan masyarakat yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Rabu (20/11/2024).
PPN Adalah
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak atas setiap pertambahan nilai konsumsi barang dan jasa. Nilai tambah ini terbentuk dari akumulasi berbagai komponen biaya selama proses produksi hingga distribusi, termasuk modal, upah pekerja, biaya sewa, tagihan utilitas seperti telepon dan listrik, serta berbagai pengeluaran operasional lainnya.
Dalam sistem perpajakan Indonesia, PPN dikategorikan sebagai pajak tidak langsung, di mana terdapat pemisahan antara penanggung pajak dan pihak yang bertanggung jawab untuk menyetorkannya kepada negara. Konsumen akhir berperan sebagai penanggung pajak, sementara pedagang atau pengusaha bertindak sebagai pemungut yang berkewajiban untuk menyetor dan melaporkan PPN tersebut kepada negara.
Sebagai salah satu sumber penerimaan negara yang penting, PPN memiliki tujuan yang selaras dengan jenis pajak lainnya. Pendapatan yang diperoleh dari PPN digunakan untuk menambah pemasukan kas negara yang kemudian dialokasikan untuk membiayai berbagai program pembangunan dan kebijakan yang diimplementasikan oleh pemerintah demi kesejahteraan masyarakat.
Advertisement
Dampak Kenaikan PPN 12% bagi Masyarakat
Kekhawatiran terhadap dampak kenaikan PPN menjadi 12% mulai mengemuka dari berbagai kalangan ekonom terkemuka. Drajad Wibowo, seorang ekonom senior, dalam pernyataannya kepada Antara mengungkapkan bahwa kebijakan ini berpotensi memberikan tekanan serius terhadap daya beli masyarakat, mengingat rata-rata penghasilan masyarakat Indonesia yang masih terbilang rendah akan berhadapan dengan kenaikan harga barang dan jasa.
Situasi ini menuntut pemerintah untuk mengambil langkah strategis dalam melindungi masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah dan menengah. Kebutuhan akan kebijakan perlindungan sosial yang komprehensif menjadi semakin mendesak, termasuk perencanaan program subsidi, bantuan langsung, dan insentif ekonomi yang tepat sasaran untuk menjaga stabilitas daya beli masyarakat.
Pandangan senada juga dikemukakan oleh ekonom senior INDEF, Aviliani, dan ekonom senior CSIS, Deni Friawan, yang menyoroti potensi dampak kenaikan PPN terhadap tingkat inflasi nasional. Mereka memperingatkan bahwa peningkatan harga barang dan jasa akibat PPN yang lebih tinggi dapat memicu tekanan inflasi yang signifikan.
Lebih jauh lagi, implementasi kebijakan ini dikhawatirkan akan menciptakan efek domino terhadap pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan. Penurunan daya beli masyarakat yang diakibatkan oleh kenaikan harga dapat berimplikasi pada perlambatan konsumsi, yang pada akhirnya berpotensi menghambat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dampak Kenaikan PPN 12% bagi Pelaku Usaha
Keresahan terhadap rencana kenaikan PPN menjadi 12% juga disuarakan oleh Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah yang ditemui wartawan di Hotel Santika ICE BSD Tangerang Minggu (17/11/2024) lalu. Dalam pandangannya, kebijakan ini akan memberikan beban tambahan yang signifikan bagi pelaku usaha, terutama dari sisi likuiditas yang menjadi tantangan utama dalam operasional bisnis.
Lebih detail, Budihardjo menyoroti permasalahan cash flow yang akan dihadapi para pengusaha akibat sistem pembayaran PPN yang mengharuskan mereka membayar pajak di muka, sementara pembayaran dari konsumen belum sepenuhnya diterima. Kondisi ini berpotensi menciptakan tekanan finansial yang lebih berat bagi para pelaku usaha, terutama di tengah situasi ekonomi yang masih dalam masa pemulihan.
Menghadapi situasi ini, kalangan pengusaha secara kompak menyuarakan harapan agar pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut. Namun, jika kenaikan PPN tetap harus diberlakukan, mereka mengusulkan agar pemerintah memberikan insentif atau stimulus yang dapat membantu menjaga daya beli masyarakat, khususnya kelompok menengah ke bawah, sehingga dampak negatif dari kebijakan ini dapat diminimalisir secara efektif.
Advertisement
Kenaikan PPN 12% Perlu Ditunda
Dikutip dari laman Bisnis Liputan6.com, peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad merekomendasikan agar pemerintah untuk menunda terlebih dahulu kenaikan PPN sampai ekonomi dalam negeri cukup pulih dan hambatan dari ekonomi global masih bisa diantisipasi. Sebab di banyak negara PPN tidak juga harus sebesar 12 persen. Bahkan Sejumlah negara masih mengenakan tarif PPN hanya 10 persen.
“Upaya lain di antaranya, melakukan ekstensifikasi maupun intensifikasi agar diperluas bukan kepada kenaikan tarif PPN itu sendiri, namun upaya dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melakukan intensifikasi kenaikan PPN tersebut. Apakah penggunaan perluasan basis wajib pajak atau penggunaan teknologi, sehingga PPN itu lebih besar tanpa harus menaikkan tarif dari 11 persen menjadi 12 persen,” ujarnya.
Lebih lanjut, periode penundaan ini dapat dimanfaatkan pemerintah untuk fokus pada upaya pemulihan ekonomi nasional dan penguatan daya beli masyarakat. Selain itu, waktu tambahan ini juga dapat digunakan untuk mempersiapkan berbagai langkah mitigasi yang diperlukan untuk meminimalisir dampak negatif dari kenaikan PPN tersebut pada berbagai sektor ekonomi.
Sebelum kebijakan kenaikan PPN ini diterapkan, diperlukan kajian yang komprehensif dan dialog publik yang inklusif dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Proses ini penting untuk memastikan bahwa implementasi kebijakan tersebut tidak hanya efektif dalam meningkatkan pendapatan negara, tetapi juga tetap memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan ekonomi masyarakat secara menyeluruh.