Liputan6.com, Jakarta Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Gubernur Bengkulu sekaligus calon gubernur petahana, Rohidin Mersyah, menggemparkan publik. Penangkapan ini dilakukan hanya beberapa hari sebelum Pilkada Serentak 2024 berlangsung, meninggalkan berbagai pertanyaan tentang kelanjutan pencalonan Rohidin.
Penangkapan Rohidin bersama beberapa pejabat lainnya, termasuk Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu dan ajudannya, terkait dugaan pengumpulan dana untuk Pilkada. Hal ini menimbulkan spekulasi mengenai keberlanjutan proses pilkada di provinsi tersebut.
Baca Juga
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bengkulu, Rusman Sudarsono, memastikan bahwa tahapan Pilkada tetap berjalan sesuai jadwal. Namun, bagaimana status pencalonan Rohidin di tengah kasus hukumnya?
Advertisement
Kronologi OTT Rohidin Mersyah oleh KPK
Pada Sabtu, 23 November 2024, KPK melakukan OTT terhadap Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, yang juga menjadi calon petahana dalam Pilkada Bengkulu. Penangkapan tersebut dilakukan di Bengkulu bersama tujuh orang lainnya, termasuk Sekda Bengkulu, Isnan Fajri, dan ajudan gubernur, Evriansyah alias Anca.
Dalam operasi itu, KPK menyita sejumlah uang tunai yang diduga hasil pungutan untuk keperluan kampanye Pilkada. Salah satu modus yang terungkap adalah permintaan Rohidin kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu, berinisial SD, untuk mengumpulkan dana Rp2,9 miliar dari honor pegawai dan guru tidak tetap.
Setelah penangkapan, Rohidin dan para pihak terkait langsung diterbangkan ke Jakarta untuk pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK. Pada Minggu, 24 November 2024, Rohidin resmi ditetapkan sebagai tersangka.
Advertisement
Aturan KPU dan UU Pilkada Terkait Kasus
Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2024 Pasal 16 mengatur bahwa jika calon dinyatakan sebagai tersangka, terdakwa, atau terpidana mendekati hari pemungutan suara, proses Pilkada tetap dilanjutkan. Ketua KPU Bengkulu, Rusman Sudarsono, menyatakan pihaknya akan bersurat kepada KPPS di seluruh TPS untuk menginformasikan status Rohidin.
Pasal 163 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada menjelaskan bahwa calon kepala daerah yang menjadi tersangka tetap dapat dilantik jika terpilih. Namun, jika status hukum meningkat menjadi terdakwa atau terpidana, pelantikan tetap dilakukan, tetapi mereka akan diberhentikan sementara atau langsung setelah pelantikan.
"Norma yang ada di PKPU dan UU Pilkada menjadi pedoman kami dalam menyikapi situasi ini," ujar Rusman, Minggu (24/11), seperti dikutip dari Antara.
Sikap KPU Bengkulu Pasca Penangkapan Rohidin
KPU Bengkulu memastikan tahapan Pilkada berjalan sesuai jadwal, meski isu OTT terhadap calon petahana menjadi perhatian publik. Hingga Minggu, 24 November 2024, KPU memasuki masa tenang dan mulai mendistribusikan logistik Pilkada ke TPS-TPS terpencil.
"Distribusi logistik kami pastikan selesai pada 26 November, sehingga pencoblosan tetap berlangsung pada 27 November," ujar Rusman.
Mengenai status Rohidin, KPU hanya akan bertindak berdasarkan informasi resmi dari lembaga hukum. "Kami tidak bisa menafsirkan di luar norma PKPU yang ada," tambahnya.
Advertisement
Reaksi Publik dan Partai Pengusung
OTT terhadap Rohidin menimbulkan berbagai reaksi, baik dari masyarakat maupun partai pengusung. Koalisi partai pendukung Rohidin, termasuk Golkar, PKS, dan Hanura, belum memberikan pernyataan resmi terkait strategi mereka pasca-OTT ini.
Pasangan calon nomor urut 1, Helmi Hasan-Mian, turut menjadi sorotan. Helmi Hasan, mantan Wali Kota Bengkulu, dinilai memiliki peluang besar jika kasus Rohidin memengaruhi elektabilitas pasangan nomor urut 2.
Sementara itu, masyarakat Bengkulu menilai penangkapan ini mencerminkan lemahnya integritas calon kepala daerah. "Kami kecewa jika pemimpin kami terlibat korupsi, apalagi untuk kepentingan politik," ujar warga setempat.
Dampak OTT terhadap Pilkada Bengkulu
Kasus hukum yang menimpa Rohidin tidak hanya menjadi ujian bagi dirinya, tetapi juga bagi demokrasi lokal di Bengkulu. Dengan waktu yang sangat singkat sebelum hari pemungutan suara, tantangan terbesar adalah menjaga kepercayaan publik terhadap proses pilkada.
KPU, Bawaslu, dan aparat penegak hukum harus bekerja sama untuk memastikan Pilkada tetap berjalan jujur dan adil. "OTT ini menjadi perhatian, tetapi tidak boleh mengganggu hak pilih masyarakat," ungkap Komisioner KPU Pusat, Idham Holik.
Jika Rohidin terpilih meskipun menyandang status tersangka, proses hukum akan menjadi lebih kompleks. Apalagi, pelantikan tetap diatur dalam UU Pilkada meski calon menjadi terdakwa atau terpidana.
Advertisement
Q: Apakah pencalonan Rohidin akan dibatalkan?
A: Tidak, sesuai PKPU Nomor 17 Tahun 2024, pencalonan tetap berjalan hingga ada putusan berkekuatan hukum tetap.
Q: Bagaimana jika Rohidin terpilih tetapi berstatus tersangka?
A: Dia tetap akan dilantik, namun status hukum akan memengaruhi keberlanjutan jabatannya.
Advertisement
Q: Apa dampak kasus ini pada pasangan calon lain?
A: Pasangan Helmi Hasan-Mian kemungkinan diuntungkan secara elektabilitas karena kasus ini.