Liputan6.com, Jakarta Gaya hidup setiap generasi milenial selalu menjadi topik yang menarik untuk didiskusikan, terutama terkait kebiasaan finansial mereka. Banyak yang menilai bahwa generasi ini kurang mendukung stabilitas keuangan, baik dalam jangka pendek maupun panjang. Berbeda dengan generasi baby boomers yang cenderung memiliki pola hidup hemat dan fokus pada tabungan, milenial dianggap lebih rentan terjebak dalam kebiasaan yang menghambat pencapaian tujuan finansial. Contohnya, pengeluaran konsumtif yang sulit dikontrol dan kurangnya perencanaan untuk masa depan.
Baca Juga
Advertisement
Salah satu alasan utama milenial sering terjebak dalam masalah keuangan adalah perubahan prioritas yang terjadi akibat perkembangan zaman. Fokus yang lebih besar pada pengalaman hidup, seperti liburan, nongkrong di kafe, atau pembelian barang-barang untuk menunjang gaya hidup media sosial, sering kali menggeser perhatian dari pentingnya menabung atau berinvestasi. Selain itu, pola pikir yang kurang tepat terhadap uang dan cara mengelolanya juga menjadi tantangan tersendiri bagi generasi ini, meskipun mereka hidup di era yang penuh peluang digital.
Namun, tidak semua milenial mengalami situasi keuangan yang sulit. Banyak dari mereka yang mampu mengelola keuangan dengan baik dan bahkan mencapai kestabilan finansial di usia muda. Hal ini menunjukkan bahwa kebiasaan finansial yang sehat bukanlah hal yang mustahil untuk dicapai. Untuk itu, penting bagi milenial memahami kebiasaan apa saja yang dapat menghambat mereka secara finansial dan bagaimana cara mengatasinya. Berikut adalah lima kebiasaan yang sering membuat milenial bokek, dilansir Liputan6.com dari laman yourtango.com, Rabu (27/11/2024).
1. Pola Pikir yang Terbatas (Small Thinking)
Banyak milenial yang berpikir terlalu kecil atau hanya berfokus pada kebutuhan jangka pendek. Pola pikir ini sering disebut scarcity mindset, yaitu pandangan yang muncul akibat tekanan finansial sehingga individu cenderung hanya memikirkan cara memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa memikirkan rencana jangka panjang.
Menurut studi dari Journal of Positive Psychology tahun 2023, pola pikir ini membuat individu cenderung memilih keuntungan kecil yang instan daripada manfaat yang lebih besar di masa depan. Misalnya, membeli barang yang tidak terlalu penting karena diskon besar daripada menabung untuk investasi yang lebih menguntungkan.
Untuk mengubah pola pikir ini, milenial perlu belajar memandang uang sebagai alat untuk mencapai tujuan jangka panjang. Memiliki visi keuangan yang besar dan berani mengambil tindakan untuk mencapainya adalah kunci. Misalnya, memulai investasi kecil-kecilan, mengikuti kursus keuangan, atau mempelajari cara mengelola pendapatan dengan lebih baik.
Advertisement
2. Kebiasaan Menghindari Masalah Keuangan
Menghindari masalah keuangan adalah kebiasaan yang sering ditemukan pada milenial. Hal ini bisa berupa mengabaikan tagihan, tidak memeriksa laporan keuangan, atau menghindari pembicaraan tentang uang. Kebiasaan ini biasanya didorong oleh rasa stres, cemas, atau malu terhadap kondisi keuangan yang dihadapi.
Studi dari Journal of Economic Psychology tahun 2022 menyebutkan bahwa perilaku ini disebut financial avoidance dan sering kali memperburuk situasi keuangan. Misalnya, menunda pembayaran kartu kredit yang pada akhirnya menyebabkan bunga menumpuk, atau tidak membuat anggaran bulanan sehingga pengeluaran menjadi tidak terkendali.
Menghadapi masalah keuangan adalah langkah awal menuju kestabilan finansial. Mulailah dengan langkah kecil seperti membuat daftar pengeluaran, mengevaluasi pendapatan, dan menyusun anggaran bulanan. Jika merasa kesulitan, cari bantuan dari konsultan keuangan atau gunakan aplikasi keuangan untuk membantu melacak pengeluaran.
3. Berpikir Uang Akan Membawa Kebahagiaan
Keyakinan bahwa memiliki uang akan otomatis membuat seseorang bahagia adalah salah satu jebakan psikologis yang sering dialami milenial. Uang memang dapat memberikan rasa aman dan kenyamanan, tetapi kebahagiaan yang dihasilkan biasanya bersifat sementara.
Penelitian menunjukkan bahwa setelah kebutuhan dasar terpenuhi, tambahan penghasilan tidak selalu meningkatkan kebahagiaan secara signifikan. Misalnya, studi tahun 2023 menemukan bahwa penghasilan sekitar $75,000 per tahun cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar dan memberikan rasa puas. Namun, bagi sebagian orang, kebahagiaan bisa terus meningkat dengan penghasilan lebih tinggi tergantung pada gaya hidup dan prioritas individu.
Pahamilah bahwa kebahagiaan tidak sepenuhnya bergantung pada uang. Fokuslah pada tujuan yang lebih bermakna, seperti membangun hubungan baik, meningkatkan kualitas hidup, atau memberikan dampak positif pada lingkungan sekitar. Dengan begitu, pengelolaan keuangan dapat menjadi lebih terarah, bukan hanya untuk memenuhi keinginan konsumtif.
Advertisement
4. Pandangan Negatif Terhadap Uang
Sebagian milenial memandang uang sebagai sesuatu yang negatif atau tidak penting. Hal ini sering kali dipengaruhi oleh pendidikan, lingkungan keluarga, atau nilai-nilai budaya yang menganggap mengejar uang adalah tindakan egois atau tidak bermoral. Akibatnya, mereka tidak memprioritaskan perencanaan finansial atau merasa malu untuk mencari peluang penghasilan tambahan.
Padahal, uang adalah alat yang netral. Bagaimana uang digunakan sepenuhnya bergantung pada tujuan dan prinsip penggunanya. Uang bisa digunakan untuk hal baik, seperti membantu orang lain, berinvestasi untuk masa depan, atau mendukung kegiatan sosial.
Solusinya, ubah cara pandang terhadap uang. Mulailah melihat uang sebagai alat yang dapat membantu mencapai tujuan hidup. Jangan ragu untuk belajar cara menghasilkan uang lebih banyak, seperti mengikuti pelatihan keterampilan, berinvestasi, atau memulai usaha kecil-kecilan.
5. Enggan Belajar Cara Menghasilkan Uang
Banyak milenial merasa tidak nyaman dengan ide “belajar menghasilkan uang” atau merasa bahwa keterampilan seperti penjualan, pemasaran, dan negosiasi bukanlah sesuatu yang cocok untuk mereka. Padahal, kemampuan menghasilkan uang adalah keterampilan yang dapat dipelajari dan sangat relevan di era modern ini.
Studi tahun 2023 menunjukkan bahwa motivasi untuk memperoleh kekayaan berhubungan erat dengan niat individu untuk belajar cara menghasilkan uang. Pasca pandemi COVID-19, peluang untuk belajar dan menghasilkan uang semakin terbuka, terutama dengan adanya platform digital dan pelatihan online.
Coba untuk keluar dari zona nyaman dan mulailah belajar keterampilan baru yang relevan dengan kebutuhan pasar. Misalnya, mempelajari digital marketing, memulai usaha daring, atau mengikuti pelatihan keterampilan yang dapat meningkatkan daya saing di dunia kerja.
Advertisement