Liputan6.com, Jakarta Jamak dari kata yatim adalah bentuk variasi kata yang memiliki arti penting dalam memahami terminologi Islam. Dalam bahasa Arab, jamak dari kata yatim adalah yatama, aitam, dan yatamah, di mana masing-masing memiliki penggunaan dan konteks yang berbeda dalam Al-Qur'an maupun literatur Islam lainnya.
Baca Juga
Advertisement
Pemahaman tentang jamak dari kata yatim adalah hal yang fundamental mengingat kata ini disebutkan sebanyak 23 kali dalam Al-Qur'an. Sebagai bagian dari kosa kata yang sering muncul dalam kitab suci, mengetahui bahwa jamak dari kata yatim adalah yatama, aitam, dan yatamah dapat membantu kita memahami ayat-ayat yang berkaitan dengan anak yatim dengan lebih baik.
Secara etimologi, penting untuk diketahui bahwa jamak dari kata yatim adalah turunan dari kata dasar "yatama" yang memiliki makna kesendirian atau "al-fard". Pemahaman ini menjadi dasar untuk mengerti mengapa Islam memberikan perhatian khusus kepada anak-anak yatim dan mengapa terdapat banyak anjuran untuk menyantuni mereka.
Lebih jelasnya, berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber penjelasan lengkapnya, pada Kamis (5/12).
Pengertian dan Makna Kata Yatim dalam Islam
Dalam ajaran Islam, kata yatim memiliki makna yang mendalam dan signifikan. Secara istilah, yatim merujuk pada anak yang ditinggal wafat oleh ayahnya sebelum mencapai usia baligh atau dewasa. Pengertian ini berasal dari kata dasar "yatama" yang memiliki persamaan dengan "al-fard" atau "al-infirad", yang berarti kesendirian.
Al-Qur'an memberikan perhatian khusus terhadap anak yatim, yang tercermin dari banyaknya penyebutan kata ini. Dalam kitab suci, kata "yatim" disebutkan dalam berbagai bentuknya sebanyak 23 kali, dengan rincian 9 kali dalam bentuk tunggal dan 13 kali dalam bentuk jamak.
Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 220:
فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ ۗ وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْيَتٰمٰىۗ قُلْ اِصْلَاحٌ لَّهُمْ خَيْرٌ ۗ وَاِنْ تُخَالِطُوْهُمْ فَاِخْوَانُكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ الْمُفْسِدَ مِنَ الْمُصْلِحِ ۗ وَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ لَاَعْنَتَكُمْ اِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
Artinya: "Tentang dunia dan akhirat. Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang anak-anak yatim. Katakanlah, 'Memperbaiki keadaan mereka adalah baik.' Jika kamu mempergauli mereka, mereka adalah saudara-saudaramu. Allah mengetahui orang yang berbuat kerusakan dan yang berbuat kebaikan. Seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana."
Advertisement
Keutamaan Menyantuni Anak Yatim dalam Islam
Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap pemeliharaan anak yatim. Nabi Muhammad SAW sendiri adalah seorang yatim yang kemudian menjadi panutan bagi seluruh umat manusia. Dalam berbagai hadits, Rasulullah SAW menekankan pentingnya memuliakan dan menyantuni anak yatim.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: "Sebaik-baik rumah orang Islam adalah rumah yang di dalamnya ada anak yatim dan diasuh dengan baik. Seburuk-buruk rumah orang Islam adalah rumah yang di dalamnya ada anak yatim yang diperlakukan dengan jahat."
Allah SWT menjanjikan kedudukan yang mulia bagi orang-orang yang menyantuni anak yatim. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Tirmidzi, Abu Daud dan Ahmad dari Sahl bin Sa'd, Rasulullah SAW bersabda: "Aku dan orang yang mengasuh atau memelihara anak yatim akan berada di surga begini," kemudian beliau mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari tengah dan merenggangkannya sedikit.
Hukum dan Ketentuan Terkait Anak Yatim
Islam mengatur dengan detail bagaimana seharusnya memperlakukan anak yatim. Beberapa ketentuan penting yang perlu diperhatikan termasuk larangan mencampur harta anak yatim dengan harta pribadi dan kewajiban untuk menjaga harta mereka hingga mencapai usia dewasa.
Allah SWT memberikan peringatan keras bagi orang-orang yang berbuat zalim terhadap anak yatim, sebagaimana disebutkan dalam surah Al-Maun ayat 1-2:
اَرَءَيْتَ الَّذِيْ يُكَذِّبُ بِالدِّيْنِۗ فَذٰلِكَ الَّذِيْ يَدُعُّ الْيَتِيْمَۙ
Artinya: "Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim."
Ketentuan ini menunjukkan betapa pentingnya memperlakukan anak yatim dengan baik dan memberikan perhatian khusus terhadap kesejahteraan mereka, baik secara material maupun spiritual.
Keutamaan Berbuat Baik kepada Anak Yatim
Islam mengajarkan bahwa berbuat baik kepada anak yatim merupakan salah satu bentuk ketaatan yang memiliki nilai tinggi di sisi Allah SWT. Dalam Al-Qur'an surah Al-Insan ayat 5-6, Allah SWT memuji orang-orang yang berbuat kebajikan (abror), termasuk di dalamnya mereka yang memberikan perhatian kepada anak yatim:
إِنَّ ٱلْأَبْرَارَ يَشْرَبُونَ مِن كَأْسٍ كَانَ مِزَاجُهَا كَافُورًا عَيْنًا يَشْرَبُ بِهَا عِبَادُ ٱللَّهِ يُفَجِّرُونَهَا تَفْجِيرًا
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan (abror) minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur. Yaitu mata air (dalam surga) yang diminum oleh hamba-hamba Allah dan mereka dapat memancarkannya dengan sebaik-baiknya."
Para ulama menjelaskan bahwa salah satu karakteristik orang-orang abror adalah kepedulian mereka terhadap anak yatim. Mereka tidak hanya memberikan bantuan material, tetapi juga memberikan kasih sayang dan perhatian yang tulus.
Jaminan Allah bagi Pemelihara Anak Yatim
Islam memberikan jaminan khusus bagi orang-orang yang memelihara anak yatim dengan tulus. Beberapa jaminan tersebut mencakup kedekatan dengan Rasulullah SAW di surga, perlindungan dari siksa akhirat, dan berbagai keberkahan dalam kehidupan.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda: "Orang yang memelihara anak yatim di kalangan umat muslimin, memberikannya makan dan minum, pasti Allah akan masukkan ke dalam surga, kecuali ia melakukan dosa yang tidak bisa diampuni."
Lebih jauh lagi, dalam hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: "Demi Yang Mengutusku dengan hak, Allah tidak akan menyiksa pada hari kiamat nanti orang yang menyayangi anak yatim, lemah lembut pembicaraan dengannya, menyayangi keyatiman dan kelemahannya."
Advertisement
Adab dan Etika dalam Memperlakukan Anak Yatim
Islam mengajarkan beberapa adab dan etika yang harus diperhatikan dalam memperlakukan anak yatim. Pertama, memberikan kasih sayang yang tulus tanpa mengharapkan imbalan. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Insan ayat 8-9:
وَيُطْعِمُونَ ٱلطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ ٱللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَآءً وَلَا شُكُورًا
Artinya: "Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. (Sambil berkata), 'Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah karena mengharapkan keridaan Allah, kami tidak mengharap balasan dan terima kasih dari kamu.'"
Kedua, menjaga dan mengelola harta anak yatim dengan amanah. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah An-Nisa ayat 6:
وَٱبْتَلُوا۟ ٱلْيَتَٰمَىٰ حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغُوا۟ ٱلنِّكَاحَ فَإِنْ ءَانَسْتُم مِّنْهُمْ رُشْدًا فَٱدْفَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ أَمْوَٰلَهُمْ
Artinya: "Dan ujilah anak-anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka hartanya."
Batasan Masa Keyatiman dalam Islam
Pemahaman tentang batasan masa keyatiman sangat penting dalam konteks hukum Islam. Para ulama sepakat bahwa status yatim berakhir ketika seseorang mencapai usia baligh atau dewasa. Hal ini didasarkan pada hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Daud:
"Tidak ada keyatiman setelah baligh (dewasa), dan tidak ada diam seharian sampai malam hari."
Kriteria baligh atau dewasa dalam Islam ditandai dengan beberapa hal:
- Telah mencapai usia 15 tahun dalam hitungan Hijriyah
- Telah mengalami mimpi basah bagi laki-laki
- Telah mengalami menstruasi bagi perempuan
Meski status yatim berakhir setelah baligh, Islam tetap menganjurkan untuk terus memperhatikan kesejahteraan mereka hingga mereka benar-benar mampu mandiri secara finansial dan mental.
Hak-Hak Anak Yatim dalam Islam
Islam memberikan perhatian khusus terhadap hak-hak anak yatim, sebagaimana tercantum dalam Al-Qur'an surah An-Nisa ayat 2:
وَءَاتُوا۟ ٱلْيَتَٰمَىٰٓ أَمْوَٰلَهُمْ ۖ وَلَا تَتَبَدَّلُوا۟ ٱلْخَبِيثَ بِٱلطَّيِّبِ ۖ وَلَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَهُمْ إِلَىٰٓ أَمْوَٰلِكُمْ ۚ إِنَّهُۥ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا
Artinya: "Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar."
Beberapa hak anak yatim yang wajib dipenuhi meliputi:
- Hak mendapatkan pemeliharaan dan kasih sayang
- Hak mendapatkan pendidikan yang layak
- Hak atas harta warisan dan harta peninggalan orang tua
- Hak mendapatkan perlindungan dari berbagai bentuk eksploitasi
- Hak untuk diperlakukan dengan adil dan setara
Pemahaman tentang jamak dari kata yatim adalah dan segala aspek yang berkaitan dengannya merupakan bagian penting dari ajaran Islam. Keberadaan berbagai bentuk jamak dari kata yatim menunjukkan betapa pentingnya perhatian Islam terhadap anak-anak yatim.
Islam mengajarkan bahwa memelihara anak yatim bukan sekadar kewajiban sosial, tetapi juga merupakan bentuk ibadah yang memiliki nilai tinggi di sisi Allah SWT. Melalui pemahaman yang mendalam tentang konsep ini, diharapkan umat Islam dapat memberikan perhatian dan bantuan yang lebih baik kepada anak-anak yatim.
Sebagai penutup, mari kita renungkan firman Allah SWT dalam surah Al-Ma'un yang menegaskan bahwa kepedulian terhadap anak yatim merupakan salah satu indikator keimanan seseorang. Semoga artikel ini dapat menjadi pengingat dan motivasi bagi kita semua untuk lebih peduli terhadap anak-anak yatim di sekitar kita.
Advertisement