Liputan6.com, Jakarta Alquran, kitab suci yang menjadi pedoman hidup umat Islam, memiliki sejarah penamaan yang menarik untuk dikaji. Kata Alquran sendiri telah menjadi pembahasan yang mendalam di kalangan para ulama, baik dari segi etimologi maupun terminologi.
Para ulama dan pakar bahasa Arab telah menghadirkan berbagai analisis mengenai asal-usul kata Alquran. Menariknya, terdapat beragam pendapat yang saling melengkapi dalam menjelaskan makna dan asal kata yang digunakan untuk menyebut kitab suci ini.
Perdebatan mengenai asal-usul kata Alquran tidak hanya terbatas pada kajian bahasa Arab, tetapi juga melibatkan analisis dari rumpun bahasa Semit lainnya. Hal ini menunjukkan betapa kompleks dan kayanya warisan intelektual dalam memahami penamaan kitab suci ini.
Advertisement
Untuk memahami asal usul dari kata Alquran, simak penjelasan selengkapnya berikut ini sebagaimana telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Rabu (11/12/2024).
Asal-Usul Kata Alquran Menurut Para Ulama
Memahami asal-usul kata Alquran merupakan kajian yang menarik dalam tradisi keilmuan Islam. Para ulama telah memberikan berbagai analisis dan interpretasi tentang etimologi kata ini, yang mencerminkan kedalaman pemikiran mereka dalam memahami kitab suci umat Islam. Berikut adalah beberapa pandangan utama dari para ulama terkemuka tentang asal-usul kata Alquran:
1. Pandangan Imam Syafi'i
Imam Syafi'i, salah satu imam mazhab yang sangat berpengaruh dalam Islam, memiliki pendapat yang unik dan berbeda dari kebanyakan ulama. Beliau menegaskan bahwa kata Alquran merupakan nama khusus (isim 'alam) yang tidak berasal dari kata apapun. Menurutnya, kata ini secara khusus ditetapkan untuk menyebut firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, seperti halnya nama Taurat untuk kitab Nabi Musa dan Injil untuk kitab Nabi Isa. Pendapat ini mencerminkan pandangan bahwa keistimewaan Alquran tercermin dari namanya yang juga istimewa dan tidak diturunkan dari kata lain.
2. Perspektif Al-Farra
Al-Farra mengajukan analisis yang berbeda dengan menyatakan bahwa kata Alquran berasal dari kata "al-qara'in" yang merupakan bentuk jamak dari "qarinah". Dalam pandangannya, kata ini mengandung makna "kawan" atau "penguat", karena ayat-ayat Alquran saling membenarkan dan menguatkan satu sama lain. Analisis ini menekankan aspek koherensi dan kesatuan makna dalam Alquran, di mana setiap ayat dan surat saling terkait dan mendukung dalam menyampaikan pesan ilahi.
3. Analisis Al-Lihyani
Di antara berbagai pendapat yang ada, pandangan Al-Lihyani dianggap paling kuat oleh jumhur (mayoritas) ulama. Al-Lihyani berpendapat bahwa kata Alquran berasal dari kata kerja "qara'a" yang berarti membaca. Dalam analisisnya, Alquran bermakna "bacaan" atau "yang dibaca" (maqru'). Argumentasi ini diperkuat dengan penggunaan kata Quran tanpa al- dalam Alquran sendiri yang bermakna bacaan, seperti yang terdapat dalam Surat Al-Qiyamah ayat 17-18.
4. Pandangan Al-Asy'ari
Al-Asy'ari memberikan perspektif lain dengan menyatakan bahwa kata Alquran berasal dari kata "qarana" yang berarti menggabungkan. Menurutnya, ini karena Alquran menghimpun surat-surat dan ayat-ayatnya, serta menghimpun intisari dari kitab-kitab suci terdahulu. Pandangan ini menekankan fungsi Alquran sebagai kitab yang komprehensif dan mencakup berbagai aspek ajaran ilahi.
Keragaman pandangan para ulama ini menunjukkan betapa kayanya kajian linguistik dalam tradisi Islam. Meskipun terdapat perbedaan pendapat, semua analisis tersebut sama-sama menekankan keistimewaan Alquran sebagai kitab suci yang memiliki berbagai dimensi makna. Yang menarik, setiap pandangan memberikan perspektif yang saling melengkapi dalam memahami hakikat dan fungsi Alquran sebagai pedoman hidup umat Islam. Terlepas dari perbedaan etimologis ini, yang terpenting adalah bagaimana umat Islam dapat mengambil pelajaran dan petunjuk dari kandungan Alquran dalam kehidupan sehari-hari.
Advertisement
Pengaruh Bahasa Semit dalam Kata Alquran
Kajian tentang asal-usul kata Alquran tidak lengkap tanpa membahas kemungkinan pengaruh bahasa Semit. Para peneliti bahasa, baik dari kalangan Muslim maupun orientalis, telah mengidentifikasi adanya keterkaitan linguistik antara kata Alquran dengan kata-kata serupa dalam rumpun bahasa Semit. Berikut adalah analisis mendalam tentang pengaruh bahasa Semit dalam pembentukan kata Alquran:
1. Teori Friedrich Schwally
Friedrich Schwally mengemukakan teori menarik bahwa kata Quran kemungkinan berasal dari bahasa Syiria atau Ibrani, yaitu "qeryana" atau "qiryani". Kedua kata ini memiliki arti yang sama yaitu "bacaan" dan digunakan dalam konteks liturgi Kristen. Kemiripan bunyi dan makna ini, menurut Schwally, bukan kebetulan semata tetapi menunjukkan adanya hubungan historis antara tradisi keagamaan di kawasan Timur Tengah. Teori ini mendapat perhatian khusus karena menunjukkan kemungkinan adanya kontak budaya dan bahasa yang intensif antara masyarakat Arab dengan komunitas Yahudi dan Kristen pada masa pra-Islam.
2. Hubungan dengan Kata-kata Ibrani
Penelitian linguistik menunjukkan bahwa beberapa kata penting dalam Alquran memiliki kemiripan dengan kata-kata dalam bahasa Ibrani. Misalnya, kata "Allah" yang memiliki kemiripan dengan kata Ibrani "il" yang berarti Tuhan. Kata ini kemudian dalam bahasa Arab mendapat tambahan alif dan hamzah yang dapat berarti seruan atau aduan, menjadi "ilah". Fenomena ini memperkuat argumen tentang adanya hubungan historis antara bahasa-bahasa Semit dalam pembentukan istilah-istilah keagamaan.
3. Pengaruh Bahasa Syiria
Bahasa Syiria, sebagai salah satu bahasa Semit yang berkembang di wilayah Timur Tengah, juga memiliki pengaruh dalam pembentukan istilah-istilah keagamaan Arab. Beberapa kata dalam ritual keagamaan, seperti "shalat" dan "zakat", memiliki kemiripan dengan kata-kata Syiria "shaluta" dan "zakuta". Hal ini menunjukkan adanya interaksi budaya dan bahasa yang kompleks dalam pembentukan terminologi keagamaan Islam.
4. Konteks Historis Interaksi Bahasa
Makkah pada masa pra-Islam dan masa awal Islam bukanlah wilayah yang terisolasi. Sebagai pusat perdagangan dan keagamaan, kota ini menjadi tempat bertemunya berbagai budaya dan bahasa. Pedagang-pedagang dari berbagai wilayah, termasuk pembawa tradisi Yahudi dan Kristen, secara rutin mengunjungi Makkah. Interaksi ini menciptakan lingkungan yang kondusif bagi terjadinya peminjaman dan adaptasi istilah-istilah keagamaan antar bahasa.
Kajian tentang pengaruh bahasa Semit dalam pembentukan kata Alquran ini memberikan perspektif yang lebih luas tentang bagaimana istilah-istilah keagamaan berkembang dalam konteks historis. Meskipun demikian, penting untuk dicatat bahwa pengakuan akan adanya pengaruh bahasa Semit tidak mengurangi keotentikan Alquran sebagai wahyu ilahi. Sebaliknya, hal ini menunjukkan bagaimana wahyu ilahi dikomunikasikan melalui bahasa dan budaya yang dapat dipahami oleh masyarakat penerimanya. Kenyataan ini juga menegaskan posisi Islam sebagai agama yang memiliki hubungan historis dengan tradisi monoteistik sebelumnya, sambil tetap mempertahankan keunikan dan otoritasnya sendiri.
Keragaman pandangan tentang asal-usul kata Alquran menunjukkan kekayaan kajian linguistik dan intelektual dalam tradisi Islam. Terlepas dari perbedaan pendapat, yang pasti Alquran tetap menjadi nama yang dikenal dan dihormati sebagai kitab suci umat Islam, yang diturunkan dalam bahasa Arab yang jelas (arabiyyin mubin).