Sukses

Ijtihad Adalah Apa? Pengertian, Ruang Lingkup, dan Metodenya dalam Islam

Pengertian, ruang lingkup dan metode-metode Ijtihad.

Liputan6.com, Jakarta Dalam perkembangan hukum Islam, ijtihad adalah metode penting yang digunakan para ulama untuk menentukan hukum yang tidak dijelaskan secara eksplisit dalam Al-Qur'an dan hadits. Secara bahasa, ijtihad adalah upaya bersungguh-sungguh dalam menggunakan tenaga baik fisik maupun pikiran untuk menyelesaikan persoalan yang mengandung kesulitan.

Para ulama sepakat bahwa ijtihad adalah proses penggalian hukum syariat yang dilakukan oleh seorang mujtahid dengan mencurahkan segala kemampuan dan ketrampilannya. Menurut Imam Al-Ghazali, ijtihad adalah kesungguhan usaha seorang mujtahid dalam rangka mengetahui hukum-hukum syariat yang belum memiliki ketentuan pasti.

Dalam konteks modern, ijtihad adalah metode yang sangat krusial untuk menjawab berbagai permasalahan umat Islam yang terus berkembang. Seorang ulama bahkan menegaskan bahwa proses ijtihad tidak boleh terhenti pada suatu zaman, mengingat dinamika kehidupan yang terus berubah membutuhkan jawaban dari perspektif hukum Islam.

Lebih jelasnya, berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, pengertian, ruang lingkup dan metode-metode Ijtihad, pada Minggu (15/12).

2 dari 5 halaman

Ruang Lingkup dan Batasan Ijtihad

Ijtihad memiliki ruang lingkup dan batasan yang jelas dalam penerapannya. Imam Al-Ghazali menegaskan bahwa ijtihad hanya boleh dilakukan terhadap hukum syara yang tidak memiliki dalil qath'i (pasti). Ini berarti persoalan yang sudah memiliki ketentuan pasti dalam Al-Qur'an dan hadits tidak dapat menjadi objek ijtihad.

Para mujtahid tidak diperkenankan melakukan ijtihad terhadap perkara-perkara yang telah disepakati oleh para ulama, seperti kewajiban shalat lima waktu atau zakat. Ali Hasballah menjelaskan bahwa ruang lingkup ijtihad mencakup permasalahan yang tidak diatur secara tegas dalam nash Al-Qur'an maupun sunnah nabi, dan belum ada kesepakatan ulama tentangnya.

Dalam konteks muamalah (interaksi sosial), kandungan Al-Qur'an banyak terungkap secara umum sehingga dalilnya kebanyakan bersifat dzanni (tidak pasti). Area inilah yang menjadi lapangan utama bagi para mujtahid untuk melakukan ijtihad sesuai dengan konteks dan kebutuhan zaman.

Fungsi dan Tujuan Ijtihad dalam Islam

Ijtihad memiliki tiga fungsi utama dalam perkembangan hukum Islam.

Pertama, Al-Ruju atau al-I'adah yang berarti mengembalikan ajaran Islam kepada sumber pokoknya yaitu Al-Qur'an dan sunnah dari berbagai penjelasan yang mungkin kurang relevan dengan konteks kekinian.

Fungsi kedua adalah Al-Ihya, yaitu menghidupkan kembali nilai-nilai dan semangat ajaran Islam agar mampu menjawab tantangan zaman. Dengan fungsi ini, Islam dapat terus menjadi pedoman yang relevan bagi umatnya dalam menghadapi berbagai persoalan kontemporer.

Fungsi ketiga adalah Al-Inabah, yang berarti pembenahan atau penataan kembali ajaran Islam yang telah di-ijtihad-i oleh ulama terdahulu. Hal ini penting mengingat adanya kemungkinan perbedaan konteks zaman, keadaan, dan lokasi yang dihadapi kaum muslim.

3 dari 5 halaman

Syarat dan Rukun Ijtihad

Untuk melakukan ijtihad, seorang mujtahid harus memenuhi berbagai persyaratan ketat. Pertama, mereka harus memahami dan menguasai ayat-ayat hukum dalam Al-Qur'an serta hadits-hadits yang berkaitan dengan hukum.

Para mujtahid juga dituntut untuk mengetahui objek ijma' ulama terdahulu agar tidak mengeluarkan fatwa yang bertentangan dengan kesepakatan yang telah ada. Mereka juga harus menguasai metodologi qiyas, syarat-syarat penerapannya, serta pemahaman tentang illat (alasan) hukum.

Selain itu, terdapat empat rukun ijtihad yang harus dipenuhi:

  • Al-Waqi': adanya kasus yang belum dijelaskan dalam nash
  • Mujtahid: orang yang melakukan ijtihad dengan syarat-syarat tertentu
  • Mujtahid fih: hukum-hukum syariat yang bersifat amali atau taklifi
  • Dalil syara': dasar yang digunakan untuk menetapkan hukum

Metode dan Jenis Ijtihad dalam Praktik

Dalam melakukan ijtihad, para ulama menggunakan berbagai metode yang telah diakui. Metode-metode ini mencakup qiyas (analogi), istihsan (mencari yang terbaik), istishab (keberlanjutan hukum), dan istislah (mempertimbangkan maslahat).

Qiyas merupakan metode yang menggabungkan atau menyamakan suatu perkara baru dengan perkara terdahulu yang memiliki kesamaan dalam sebab, manfaat, dan aspek lainnya. Sementara istihsan adalah metode pengambilan keputusan berdasarkan pertimbangan kebaikan yang lebih kuat.

Dari segi tingkatannya, ijtihad dapat dibagi menjadi beberapa jenis:

  • Ijtihad Muthlaq: kegiatan ijtihad yang bersifat mandiri
  • Ijtihad fi al-Madzhab: ijtihad yang menggunakan metode istinbath hukum dari imam mazhab
  • Ijtihad at-Takhrij: ijtihad untuk masalah yang belum pernah difatwakan
  • Ijtihad at-Tarjih: ijtihad untuk memilih pendapat yang lebih kuat
  • Ijtihad al-Futya: ijtihad dalam bentuk penguasaan dan penyampaian fatwa
4 dari 5 halaman

Urgensi Ijtihad di Era Modern

Di era modern, ijtihad memainkan peran yang semakin vital dalam menjawab berbagai persoalan kontemporer. Perkembangan teknologi, medis, ekonomi, dan sosial telah memunculkan berbagai pertanyaan baru yang membutuhkan jawaban dari perspektif hukum Islam.

Sebagai contoh, dalam bidang kedokteran modern muncul berbagai prosedur baru seperti bayi tabung, transplantasi organ, dan modifikasi genetik yang membutuhkan kajian mendalam dari sudut pandang syariah. Begitu pula dalam bidang ekonomi, munculnya berbagai instrumen keuangan modern seperti cryptocurrency, trading online, dan fintech memerlukan panduan hukum yang jelas.

Para ulama kontemporer menghadapi tantangan untuk melakukan ijtihad yang tidak hanya mempertimbangkan aspek hukum syariah, tetapi juga memahami kompleksitas permasalahan modern. Hal ini membutuhkan kolaborasi antara para ahli agama dengan pakar di berbagai bidang untuk menghasilkan ijtihad yang komprehensif dan aplikatif.

Metodologi Praktis dalam Penerapan Ijtihad

Dalam praktiknya, para mujtahid mengikuti sebuah metodologi yang sistematis dalam melakukan ijtihad. Langkah pertama adalah mengidentifikasi masalah secara detail dan mencari apakah ada nash Al-Qur'an atau hadits yang secara langsung membahas masalah tersebut.

Jika tidak ditemukan dalil yang spesifik, langkah berikutnya adalah mencari masalah serupa yang telah dibahas dalam Al-Qur'an atau hadits untuk dilakukan qiyas. Para mujtahid juga perlu mempertimbangkan pendapat-pendapat ulama terdahulu dan mencari konsensus (ijma') yang mungkin telah ada terkait masalah serupa.

Dalam proses ini, seorang mujtahid harus mempertimbangkan lima aspek penting:

  • Kesesuaian dengan maqashid syariah (tujuan syariat)
  • Konteks sosial dan budaya masyarakat
  • Dampak jangka panjang dari keputusan yang diambil
  • Kemudahan dalam penerapan (taysir)
  • Kemanfaatan umum (maslahat)
5 dari 5 halaman

Peran Ijtihad dalam Pengembangan Hukum Islam

Ijtihad telah terbukti menjadi instrumen yang sangat penting dalam pengembangan hukum Islam sepanjang sejarah. Melalui ijtihad, hukum Islam dapat beradaptasi dengan berbagai konteks sosial dan budaya yang berbeda, sambil tetap mempertahankan prinsip-prinsip dasarnya.

Di masa klasik, ijtihad telah melahirkan berbagai mazhab fiqih yang memperkaya khazanah pemikiran Islam. Setiap mazhab mengembangkan metodologi ijtihadnya sendiri yang sesuai dengan konteks dan kebutuhan masyarakat pada zamannya.

Di era kontemporer, ijtihad kolektif (ijtihad jama'i) semakin mendapat tempat penting. Berbagai lembaga fatwa dan organisasi Islam internasional secara rutin mengadakan pertemuan untuk membahas isu-isu kontemporer dan menghasilkan ijtihad bersama yang lebih komprehensif.

Ijtihad merupakan metodologi yang sangat penting dalam pengembangan hukum Islam, terutama dalam menghadapi berbagai persoalan kontemporer yang belum ada pada masa turunnya Al-Qur'an dan hadits. Melalui ijtihad yang dilakukan dengan metode yang tepat dan memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan, Islam dapat terus memberikan jawaban atas berbagai persoalan yang dihadapi umatnya.

Namun perlu diingat bahwa ijtihad bukanlah proses yang dapat dilakukan sembarangan. Ia memerlukan kualifikasi khusus dan metodologi yang ketat untuk memastikan bahwa hasil ijtihad tetap selaras dengan prinsip-prinsip dasar syariah dan dapat memberikan manfaat bagi umat Islam secara keseluruhan.