Liputan6.com, Jakarta Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang akan berlaku mulai Januari 2025 menuai berbagai tanggapan dari masyarakat. Kebijakan yang merupakan implementasi dari UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) ini membawa kabar baik bagi masyarakat, khususnya untuk kebutuhan pokok dan layanan dasar yang tetap dibebaskan dari PPN.
Melalui konferensi pers di Jakarta pada Senin (16/12/2024), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa kenaikan PPN 12% tidak akan memberatkan masyarakat. Pemerintah telah menyiapkan berbagai stimulus dan fasilitas pembebasan pajak untuk barang-barang kebutuhan dasar serta jasa-jasa strategis yang vital bagi kehidupan sehari-hari.
Advertisement
Baca Juga
Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan RI, menjelaskan bahwa penerapan PPN 12% akan lebih banyak menyasar produk dan layanan premium yang umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi. Sementara itu, berbagai kebutuhan pokok dan layanan dasar akan tetap mendapatkan fasilitas pembebasan PPN untuk menjaga daya beli masyarakat.
Untuk mengetahui apa saja barang dan jasa yang tidak dikenai pajak, simak penjelasan selengkapnya berikut ini sebagaimana telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Kamis (19/12/2024).
Latar Belakang Kenaikan PPN 12%
Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang akan berlaku mulai Januari 2025 merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kebijakan ini menjadi bagian dari reformasi perpajakan yang lebih luas dan upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara pasca pandemi COVID-19.
Sebelum kenaikan ini, Indonesia telah mengalami perubahan tarif PPN dari 10% menjadi 11% pada April 2022. Peningkatan bertahap ini merupakan strategi pemerintah untuk mengurangi defisit anggaran dan memperkuat fundamental ekonomi nasional. Melalui UU HPP, pemerintah memiliki landasan hukum yang kuat untuk melaksanakan kenaikan tarif PPN menjadi 12% sebagai tahap berikutnya dari reformasi perpajakan.
Keputusan menaikkan PPN tidak terlepas dari tantangan ekonomi global yang dihadapi Indonesia. Perlambatan ekonomi dunia, ketegangan geopolitik, dan perubahan pola perdagangan internasional telah memberikan tekanan pada pendapatan negara. Di sisi lain, kebutuhan pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur, layanan publik, dan program kesejahteraan sosial terus meningkat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa kenaikan PPN ini dirancang dengan mempertimbangkan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat. Hal ini terlihat dari kebijakan yang membedakan pengenaan PPN antara barang kebutuhan pokok dan barang mewah. Barang dan jasa premium yang umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi akan dikenakan tarif penuh 12%, sementara kebutuhan dasar mendapat pembebasan atau pengurangan tarif.
Pemerintah juga telah mempersiapkan berbagai kebijakan kompensasi untuk melindungi daya beli masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah. Melalui PP 49/2024, sejumlah barang kebutuhan pokok dan jasa strategis mendapat pembebasan PPN. Selain itu, berbagai stimulus ekonomi dan bantuan sosial disiapkan untuk memastikan kenaikan PPN tidak membebani masyarakat secara berlebihan.
Dari perspektif ekonomi makro, kenaikan PPN diharapkan dapat memperkuat posisi fiskal Indonesia. Peningkatan penerimaan pajak akan memberikan ruang fiskal yang lebih luas bagi pemerintah untuk melaksanakan program pembangunan dan perlindungan sosial. Hal ini menjadi krusial mengingat tantangan ekonomi yang dihadapi Indonesia dalam beberapa tahun ke depan.
Meskipun terdapat kekhawatiran akan dampak inflasi dari kenaikan PPN, pemerintah meyakini bahwa kombinasi kebijakan pembebasan pajak untuk barang pokok dan paket stimulus ekonomi akan mampu menjaga stabilitas harga. Bank Indonesia dan otoritas terkait juga telah menyiapkan berbagai instrumen kebijakan untuk mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas ekonomi.
Implementasi kenaikan PPN 12% merupakan langkah strategis yang membutuhkan keseimbangan antara upaya peningkatan penerimaan negara dan perlindungan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan kebijakan ini akan sangat bergantung pada ketepatan pelaksanaan berbagai program pendukung dan kemampuan pemerintah dalam mengelola dampak ekonominya. Dengan persiapan yang matang dan implementasi yang tepat, kenaikan PPN diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi pembangunan ekonomi nasional tanpa mengorbankan daya beli masyarakat.
Advertisement
Barang Kebutuhan Pokok Bebas PPN 12%
Dalam rangka melindungi daya beli masyarakat, pemerintah telah menetapkan sejumlah barang kebutuhan pokok yang dibebaskan dari kenaikan PPN 12%. Keputusan ini tertuang dalam PP 49/2024 dan merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk menjaga stabilitas harga serta memastikan akses masyarakat terhadap kebutuhan dasar tetap terjangkau.
1. Beras dan Gabah
Sebagai makanan pokok utama masyarakat Indonesia, beras mendapatkan prioritas pembebasan PPN. Kebijakan ini mencakup semua jenis beras reguler, mulai dari beras berkulit, beras yang telah disosoh, hingga beras pecah. Namun perlu dicatat bahwa pembebasan ini tidak berlaku untuk beras premium atau beras organik yang biasanya dijual dengan harga jauh lebih tinggi dari beras biasa.
2. Protein Hewani
Sumber protein utama seperti daging sapi, daging ayam ras, dan berbagai jenis ikan laut mendapatkan fasilitas bebas PPN. Untuk ikan, jenis yang masuk dalam daftar bebas PPN meliputi ikan bandeng, cakalang, kembung, tongkol, dan tuna. Kebijakan ini berlaku untuk daging dan ikan segar yang belum diolah, bukan untuk produk olahan seperti nugget atau bakso.
3. Telur dan Produk Peternakan
Telur ayam ras yang menjadi sumber protein terjangkau mendapat pembebasan PPN. Kebijakan ini berlaku untuk telur segar yang belum mengalami pengolahan, baik yang dibeli dalam bentuk satuan maupun kemasan. Pembebasan ini tidak mencakup telur asin atau produk olahan telur lainnya.
4. Sayuran dan Buah-buahan
Produk pertanian segar seperti sayuran dan buah-buahan lokal masuk dalam kategori bebas PPN. Hal ini mencakup sayuran yang baru dipetik, dicuci, disortasi, maupun yang telah dikemas dalam kondisi segar. Penting untuk dicatat bahwa sayuran dan buah impor atau yang telah mengalami pengolahan tidak termasuk dalam kategori ini.
5. Bumbu Dapur Esensial
Bawang merah dan berbagai jenis cabai (hijau, merah, rawit) yang menjadi bumbu dasar masakan Indonesia mendapat pembebasan PPN. Kebijakan ini berlaku untuk produk segar, bukan untuk bumbu olahan atau yang telah dikeringkan.
6. Minyak Goreng dan Gula
Minyak goreng curah dan gula pasir konsumsi rumah tangga masuk dalam daftar bebas PPN. Khusus untuk minyak goreng, program Minyakita tetap mendapat subsidi tambahan untuk menjaga harga tetap terjangkau bagi masyarakat.
Pembebasan PPN untuk barang-barang kebutuhan pokok ini merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam menjaga stabilitas harga dan melindungi daya beli masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah. Dengan kebijakan ini, diharapkan kenaikan PPN menjadi 12% tidak akan berdampak signifikan terhadap pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan sehari-hari. Masyarakat tetap perlu memahami bahwa pembebasan ini spesifik untuk produk-produk dasar, sementara varian premium atau olahan dari produk yang sama mungkin masih dikenakan PPN sesuai ketentuan yang berlaku.
Jasa Strategis yang Dibebaskan dari PPN 12%
Selain barang kebutuhan pokok, pemerintah juga memberikan pembebasan PPN untuk berbagai jasa strategis yang berperan vital dalam kehidupan masyarakat. Kebijakan ini ditetapkan melalui PP 49/2024 sebagai bentuk dukungan terhadap akses masyarakat pada layanan-layanan dasar yang penting untuk kesejahteraan dan pembangunan sosial.
1. Jasa Pendidikan
Seluruh layanan pendidikan formal, dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, mendapatkan pembebasan PPN. Ini mencakup biaya pendidikan, uang gedung, dan layanan pendidikan penunjang yang disediakan oleh institusi pendidikan. Kebijakan ini juga berlaku untuk pendidikan non-formal seperti kursus keterampilan, pelatihan vokasi, dan program pendidikan lainnya yang bertujuan meningkatkan kompetensi masyarakat. Namun, pembebasan ini tidak berlaku untuk sekolah internasional atau program pendidikan premium yang secara spesifik menyasar kalangan atas.
2. Jasa Kesehatan Medis
Layanan kesehatan mendapatkan prioritas pembebasan PPN untuk memastikan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan tetap terjangkau. Cakupannya meliputi layanan rawat jalan, rawat inap, tindakan medis, vaksinasi, hingga layanan preventif di fasilitas kesehatan pemerintah maupun swasta yang berada dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Penting dicatat bahwa layanan kesehatan VIP atau premium masih dikenakan PPN sesuai ketentuan yang berlaku.
3. Jasa Pelayanan Sosial
Berbagai jasa pelayanan sosial yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat dibebaskan dari PPN. Ini termasuk layanan panti asuhan, panti jompo, rehabilitasi sosial, dan berbagai bentuk pelayanan sosial lainnya yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun lembaga sosial yang terdaftar.
4. Jasa Transportasi Umum
Sektor transportasi umum mendapat pembebasan PPN untuk mendukung mobilitas masyarakat dengan biaya terjangkau. Pembebasan ini berlaku untuk angkutan darat seperti bus, kereta api, angkutan air, dan penerbangan domestik yang merupakan bagian dari rute penerbangan internasional. Kebijakan ini tidak berlaku untuk layanan transportasi premium atau charter.
5. Jasa Keuangan dan Asuransi
Layanan perbankan dasar dan asuransi mendapat pembebasan PPN untuk mendorong inklusi keuangan. Ini mencakup jasa perbankan umum, asuransi mikro, hingga layanan keuangan syariah. Pembebasan ini tidak berlaku untuk produk investasi atau layanan wealth management yang menyasar kalangan atas.
6. Jasa Perumahan Rakyat
Penyewaan rumah susun umum dan rumah sederhana mendapat fasilitas bebas PPN. Kebijakan ini bertujuan mendukung program perumahan rakyat dan memastikan akses masyarakat berpenghasilan rendah terhadap hunian yang layak. Pembebasan ini spesifik untuk rumah dengan kriteria tertentu yang ditetapkan pemerintah.
7. Layanan Utilitas Dasar
Penyediaan listrik untuk rumah tangga dengan daya 450 VA hingga 2200 VA dan layanan air minum mendapat pembebasan PPN. Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah menjamin akses masyarakat terhadap kebutuhan dasar energi dan air bersih.
Pembebasan PPN untuk jasa-jasa strategis ini mencerminkan pendekatan pemerintah yang komprehensif dalam melindungi kepentingan masyarakat di tengah kenaikan tarif PPN menjadi 12%. Dengan membebaskan PPN pada layanan-layanan esensial, pemerintah berupaya memastikan bahwa kebijakan fiskal tetap berpihak pada kesejahteraan rakyat, terutama dalam aspek-aspek fundamental kehidupan seperti pendidikan, kesehatan, dan transportasi. Masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan kebijakan ini secara optimal sambil tetap memahami bahwa varian premium dari layanan-layanan tersebut mungkin masih dikenakan PPN sesuai ketentuan yang berlaku.
Advertisement
Barang dan Jasa yang Terkena PPN 12%
Penerapan PPN 12% yang mulai berlaku Januari 2025 akan fokus pada barang dan jasa yang dikategorikan sebagai produk premium atau mewah. Kebijakan ini sejalan dengan prinsip keadilan pajak, di mana kontribusi lebih besar diharapkan dari konsumsi barang dan jasa non-esensial yang umumnya digunakan oleh masyarakat berpenghasilan menengah ke atas.
1. Produk Pangan Premium
Kategori ini mencakup beras premium, organik, dan beras khusus impor yang harganya jauh di atas beras konsumsi biasa. Termasuk di dalamnya daging wagyu, daging kobe, dan potongan daging premium yang harganya bisa mencapai jutaan rupiah per kilogram. Seafood premium seperti salmon, king crab, dan tuna otoro juga masuk dalam kategori ini. Pengenaan PPN 12% pada produk-produk ini didasarkan pada karakteristiknya sebagai barang mewah yang konsumsinya bersifat eksklusif.
2. Barang Elektronik dan Gadget
Perangkat elektronik seperti smartphone premium, laptop high-end, dan peralatan rumah tangga mewah akan dikenakan PPN 12%. Kategori ini juga mencakup produk smart home, perangkat gaming, dan aksesori elektronik premium. Pengecualian diberikan untuk perangkat elektronik yang digunakan dalam proses pendidikan atau keperluan produktif UMKM yang telah terdaftar.
3. Kendaraan Bermotor
Mobil dan motor non-listrik dengan kapasitas mesin besar atau kendaraan mewah akan dikenakan PPN 12%. Namun, kendaraan listrik dan hybrid mendapatkan insentif khusus sebagai bagian dari program pengembangan transportasi ramah lingkungan. Besaran PPN untuk kendaraan bermotor ini juga akan dipengaruhi oleh kebijakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
4. Produk Fashion dan Aksesoris Premium
Pakaian, tas, sepatu, dan aksesoris dari brand mewah akan dikenakan PPN 12%. Termasuk di dalamnya produk fashion dengan harga di atas rata-rata pasar dan barang-barang branded yang dipasarkan secara eksklusif. Kebijakan ini tidak berlaku untuk produk fashion basic atau pakaian seragam sekolah.
5. Properti dan Real Estate Premium
Hunian mewah, apartemen premium, dan properti komersial high-end akan dikenakan PPN penuh 12%. Pengecualian berlaku untuk rumah sederhana dan properti yang masuk dalam program perumahan rakyat. Fasilitas PPN DTP juga tersedia untuk pembelian rumah dengan kriteria tertentu sebagaimana diatur dalam kebijakan stimulus properti.
6. Layanan Premium
Jasa premium seperti sekolah internasional, rumah sakit kelas VIP, restoran fine dining, dan hotel berbintang lima akan dikenakan PPN 12%. Termasuk di dalamnya layanan konsultasi eksklusif, jasa perawatan premium, dan layanan concierge. Pembebasan tetap berlaku untuk layanan dasar dalam sektor-sektor tersebut yang diperuntukkan bagi masyarakat umum.
7. Layanan Digital dan Entertainment
Layanan streaming premium, platform digital berbayar, dan konten entertainment digital akan dikenakan PPN 12%. Ini mencakup langganan Netflix, Spotify Premium, dan berbagai platform hiburan digital lainnya. Pertimbangan pengenaan PPN pada kategori ini didasarkan pada sifatnya sebagai layanan non-esensial.
8. Kosmetik dan Produk Perawatan Premium
Produk kosmetik, parfum, dan perawatan tubuh premium akan dikenakan PPN penuh. Kategori ini mencakup brand-brand high-end dan produk perawatan eksklusif yang dipasarkan untuk segmen menengah ke atas. Pengecualian berlaku untuk produk kesehatan dan kebersihan dasar yang masuk dalam kategori kebutuhan pokok.
Penerapan PPN 12% pada barang dan jasa premium ini merupakan implementasi dari prinsip pajak progresif, di mana beban pajak lebih besar dikenakan pada konsumsi yang bersifat mewah atau non-esensial. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara tanpa memberatkan konsumsi barang dan jasa dasar masyarakat luas. Penting bagi konsumen untuk memahami kategorisasi ini agar dapat merencanakan pengeluaran dengan lebih baik dan memanfaatkan berbagai fasilitas perpajakan yang tersedia sesuai dengan kebutuhan mereka.
Kebijakan Khusus dan Stimulus Ekonomi
Menghadapi penerapan PPN 12% di tahun 2025, pemerintah telah merancang serangkaian kebijakan khusus dan stimulus ekonomi yang komprehensif. Program-program ini dirancang secara terstruktur untuk berbagai sektor ekonomi strategis, dengan tujuan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan melindungi daya beli masyarakat di tengah transisi kebijakan perpajakan baru.
1. Stimulus Sektor Properti
PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk sektor properti menjadi salah satu kebijakan unggulan dalam paket stimulus ekonomi 2025. Program ini memberikan fasilitas pembebasan PPN 100% untuk periode Januari-Juni 2025 dan diskon 50% untuk periode Juli-Desember 2025, khusus untuk pembelian rumah dengan harga jual hingga Rp5 miliar dengan fokus pada Rp2 miliar pertama. Kebijakan ini dirancang untuk mendorong pemulihan sektor properti sekaligus membantu masyarakat dalam mewujudkan kepemilikan rumah.
2. Dukungan Industri Otomotif
Transformasi industri otomotif menuju kendaraan ramah lingkungan mendapat dukungan khusus melalui berbagai insentif pajak. Untuk kendaraan listrik berbasis baterai (KBLBB), pemerintah memberikan PPN DTP 10% untuk produk CKD, PPnBM DTP 15% untuk impor CBU dan CKD, serta pembebasan bea masuk untuk KBLBB CBU. Kendaraan hybrid juga mendapat PPnBM DTP sebesar 3%. Program ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam mendukung transisi menuju transportasi berkelanjutan.
3. Program Ketenagakerjaan
Sektor padat karya mendapat perhatian khusus melalui program PPh Pasal 21 DTP untuk pekerja dengan gaji hingga Rp10 juta per bulan. Program ini spesifik menyasar industri tekstil, pakaian jadi, alas kaki, dan furnitur. Ditambah dengan pemberian diskon iuran Jaminan Kecelakaan Kerja sebesar 50% selama 6 bulan, kebijakan ini diharapkan dapat membantu mempertahankan stabilitas sektor manufaktur padat karya.
4. Pemberdayaan UMKM
Dukungan untuk UMKM hadir dalam bentuk perpanjangan kebijakan PPh final 0,5% hingga tahun 2025. Khusus untuk UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun, pemerintah memberikan pembebasan PPh sepenuhnya. Program ini dilengkapi dengan skema pembiayaan khusus berupa subsidi bunga 5% untuk mendukung revitalisasi mesin dan peningkatan produktivitas.
5. Jaminan Sosial dan Ketenagakerjaan
Program jaminan kehilangan pekerjaan menjadi salah satu komponen penting dalam paket stimulus. Pekerja yang mengalami PHK akan mendapatkan manfaat tunai sebesar 60% dari upah selama 6 bulan, ditambah manfaat pelatihan senilai Rp2,4 juta dan kemudahan akses informasi pekerjaan. Program ini menjadi jaring pengaman sosial bagi pekerja yang terdampak dinamika ekonomi.
6. Stimulus Sektor Industri
Skema pembiayaan industri dirancang khusus untuk mendukung revitalisasi sektor manufaktur. Program ini mencakup kredit investasi dengan subsidi bunga 5%, yang dapat digunakan untuk pembaruan mesin dan peningkatan kapasitas produksi. Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong transformasi industri menuju manufaktur yang lebih modern dan kompetitif.
Rangkaian kebijakan khusus dan stimulus ekonomi ini menunjukkan pendekatan holistik pemerintah dalam mengelola transisi menuju implementasi PPN 12%. Dengan memadukan berbagai instrumen kebijakan, dari insentif pajak hingga program pembiayaan, pemerintah berupaya menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Keberhasilan program-program ini akan sangat bergantung pada koordinasi yang baik antar instansi pemerintah dan partisipasi aktif dari pelaku usaha serta masyarakat dalam memanfaatkan berbagai fasilitas yang tersedia.
Kenaikan PPN menjadi 12% pada 2025 telah dirancang dengan mempertimbangkan berbagai aspek sosial ekonomi masyarakat. Melalui pembebasan PPN untuk kebutuhan pokok dan berbagai stimulus ekonomi, pemerintah berupaya menjaga keseimbangan antara peningkatan pendapatan negara dan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong pemulihan ekonomi nasional sekaligus melindungi daya beli masyarakat, khususnya kelompok menengah ke bawah.
Advertisement