Liputan6.com, Jakarta Richard Louhenapessy, mantan Wali Kota Ambon yang menjabat selama dua periode, kini harus menghadapi proses hukum terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Setelah sebelumnya terjerat kasus suap dalam pemberian izin pembangunan gerai minimarket pada tahun 2020, Louhenapessy kembali diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Lapas Ambon pada Senin, 23 Desember 2024.
Pemeriksaan ini menambah panjang daftar proses hukum yang melibatkan Louhenapessy, yang sebelumnya sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap. Kali ini, KPK mendalami dugaan bahwa Louhenapessy terlibat dalam praktik pencucian uang selama menjabat sebagai Wali Kota Ambon. Dugaan ini mencuat setelah ditemukan indikasi penyembunyian atau penyamaran asal-usul harta benda yang diduga milik Louhenapessy.
Dengan berkembangnya penyidikan, KPK terus mengumpulkan bukti untuk mengungkap lebih dalam dugaan korupsi dan pencucian uang yang melibatkan pejabat publik di Ambon. Kasus ini mencerminkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan, terutama dalam pengelolaan izin-izin pembangunan yang melibatkan pihak swasta.
Advertisement
1. Awal Karier Richard Louhenapessy di Dunia Politik
Richard Louhenapessy memulai karier politiknya setelah menamatkan pendidikan sarjananya di Fakultas Hukum Unpatti Ambon pada tahun 1985. Sejak tahun 1992, Louhenapessy bergabung dengan Partai Golkar dan menjadi anggota DPRD Provinsi Maluku. Ia kemudian menjabat sebagai Ketua DPRD Provinsi Maluku pada periode 2004 hingga 2009, sebelum akhirnya terpilih sebagai Wali Kota Ambon pada tahun 2011.
Selama dua periode menjabat sebagai Wali Kota Ambon, Louhenapessy dikenal aktif dalam berbagai kebijakan yang berfokus pada pembangunan kota. Namun, keberhasilan tersebut kini tercoreng oleh dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan dirinya dalam proses perizinan pembangunan gerai minimarket pada tahun 2020.
Sebagai kader Partai Golkar, Louhenapessy memiliki pengaruh yang besar di Maluku, baik dalam politik maupun di pemerintahan daerah. Hal ini membuat kasus yang melibatkan dirinya mendapat perhatian luas dari publik, khususnya terkait dengan dugaan suap dan pencucian uang yang kini tengah diperiksa oleh KPK.
Advertisement
2. Kasus Suap Izin Pembangunan Gerai Minimarket
Pada tahun 2020, Louhenapessy diduga menerima suap terkait pemberian izin prinsip untuk pembangunan 20 gerai salah satu minimarket di Kota Ambon. Suap tersebut disalurkan oleh salah seorang staf minimarket yang kemudian bekerjasama dengan staf Tata Usaha Pemkot Ambon, untuk mengurus izin tersebut. KPK mengungkap bahwa staf minimarket memberikan uang sebesar Rp500 juta kepada Louhenapessy melalui staf Tata Usaha Pemkot Ambon tersebut.
Kasus ini berawal dari adanya permohonan izin prinsip yang diajukan oleh pihak minimarket untuk membuka beberapa gerai di Kota Ambon. Louhenapessy, yang saat itu menjabat sebagai Wali Kota, diduga menerima uang suap untuk mempercepat proses izin tersebut. Pemberian suap ini dilaporkan kepada KPK, yang kemudian melakukan penyelidikan dan menetapkan Louhenapessy serta dua orang lainnya sebagai tersangka.
Meskipun Louhenapessy membantah tuduhan tersebut, KPK terus mendalami keterlibatannya dalam dugaan praktik suap yang melibatkan pejabat Pemkot Ambon. Pihak KPK juga berfokus pada dugaan bahwa suap ini bukanlah kasus tunggal, melainkan bagian dari pola yang lebih besar dalam pengelolaan izin di daerah tersebut.
3. Penetapan Tersangka dalam Kasus Pencucian Uang
Pada Juli 2022, setelah melakukan penyidikan lebih lanjut, KPK menemukan dugaan bahwa Louhenapessy terlibat dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait dengan harta benda yang dimilikinya. Tim penyidik KPK mendapati bahwa Louhenapessy diduga menyembunyikan asal-usul kekayaannya dengan menggunakan identitas pihak lain. Hal ini diduga dilakukan untuk menghindari pelacakan terhadap harta yang diperoleh melalui cara-cara yang tidak sah.
Penyidikan terkait TPPU ini menjadi lebih intensif setelah temuan baru yang menunjukkan bahwa Louhenapessy telah memanfaatkan nama-nama pihak lain untuk menyamarkan kepemilikan asetnya. KPK melanjutkan penyelidikan ini dengan memanggil saksi-saksi yang dapat memberikan informasi lebih lanjut mengenai transaksi-transaksi yang mencurigakan selama masa jabatan Louhenapessy sebagai Wali Kota.
Kasus ini menunjukkan bagaimana praktik korupsi dan pencucian uang dapat terjadi dalam struktur pemerintahan daerah, di mana pejabat publik memanfaatkan posisinya untuk keuntungan pribadi. Dengan semakin berkembangnya penyidikan ini, KPK berharap dapat mengungkap lebih banyak fakta yang dapat membawa pelaku ke pengadilan.
Advertisement
4. Pemeriksaan Richard Louhenapessy di Lapas Ambon
Pada 23 Desember 2024, Richard Louhenapessy kembali menjalani pemeriksaan oleh KPK terkait dugaan TPPU. Pemeriksaan ini dilakukan di Lapas Kelas IIA Ambon, tempat Louhenapessy menjalani proses hukum atas kasus suap yang melibatkan izin pembangunan gerai minimarket. Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menyebutkan bahwa pemeriksaan ini merupakan bagian dari penyidikan yang sedang berlangsung untuk mengungkap lebih lanjut dugaan pencucian uang yang dilakukan oleh Louhenapessy.
Pemeriksaan ini dilaksanakan setelah KPK menemukan bukti-bukti baru yang mendalami praktik-praktik penyembunyian harta kekayaan Louhenapessy. Meskipun Tessa tidak merinci lebih lanjut materi pemeriksaan, proses ini menjadi kunci dalam upaya KPK untuk menyelesaikan kasus besar yang melibatkan pejabat publik di Kota Ambon.
Louhenapessy kini harus menghadapi proses hukum yang lebih panjang, di mana ia bisa dikenakan sanksi pidana yang berat jika terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang. Proses hukum ini juga menjadi sorotan publik, karena melibatkan pejabat tinggi yang sebelumnya dihormati di daerahnya.
5. Dampak Kasus Ini terhadap Pemerintahan dan Masyarakat Ambon
Kasus yang melibatkan Richard Louhenapessy berdampak besar bagi citra pemerintah Kota Ambon. Sebagai mantan Wali Kota yang menjabat selama dua periode, Louhenapessy memiliki pengaruh yang luas dalam pembangunan dan kebijakan di kota ini. Namun, kini masyarakat harus menghadapi kenyataan bahwa pejabat yang dipercaya untuk memimpin malah terlibat dalam praktik korupsi dan pencucian uang.
Pemerintah Kota Ambon dan Partai Golkar juga harus menghadapi pertanyaan mengenai integritas dan transparansi dalam mengelola anggaran dan kebijakan daerah. Kasus ini memicu kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengawasan yang ketat terhadap pejabat publik dan pemimpin daerah, untuk memastikan bahwa dana publik digunakan sesuai dengan tujuan yang benar.
Bagi masyarakat Ambon, kasus ini menyisakan rasa kecewa dan harapan bahwa sistem pemerintahan di daerah tersebut dapat diperbaiki, dan bahwa para pejabat yang terlibat dalam praktik korupsi akan mendapatkan hukuman yang setimpal.
Advertisement
Apa alasan Richard Louhenapessy diperiksa oleh KPK?
Richard Louhenapessy diperiksa oleh KPK terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan suap izin pembangunan gerai minimarket di Kota Ambon pada tahun 2020.
Apa saja peran yang dimainkan oleh Richard Louhenapessy dalam kasus ini?
Richard Louhenapessy diduga menerima suap sebesar Rp500 juta untuk mempercepat pemberian izin prinsip pembangunan gerai minimarket. Selain itu, ia juga diduga terlibat dalam pencucian uang dengan menyembunyikan asal-usul kekayaannya.
Advertisement