Sukses

Hukum Mengucapkan Selamat Natal Menurut Al-Qur’an, Adakah Dalil Larangannya?

Perbedaan pendapat ini muncul karena tidak adanya dalil yang secara spesifik menyebutkan larangan atau kebolehan mengucapkan Selamat Natal.

Liputan6.com, Jakarta - Hukum mengucapkan Selamat Natal menurut Al-Qur'an menjadi persoalan yang kerap diperdebatkan di kalangan umat Islam, terutama menjelang perayaan Natal setiap tahunnya.

Perbedaan pendapat ini muncul karena tidak adanya dalil yang secara spesifik menyebutkan larangan atau kebolehan mengucapkan Selamat Natal dalam Al-Qur'an maupun hadis.

Meski demikian, persoalan ini penting untuk dipahami oleh umat Islam agar bisa bersikap bijak dalam menyikapi perbedaan keyakinan. Memahami hukum mengucapkan Selamat Natal menurut Al-Qur'an juga diperlukan agar umat Islam bisa menjaga toleransi dan hubungan baik dengan umat Kristiani, tanpa harus mengorbankan aqidah.

Lalu, bagaimana sebenarnya hukum mengucapkan Selamat Natal menurut Al-Qur'an? Apakah ada dalil yang melarang atau membolehkannya? Mari simak penjelasan berikut ini yang merangkum pandangan para ulama berdasarkan dalil-dalil Al-Qur'an.

Berikut Liputan6.com ulas lengkapnya, Rabu (25/12/2024).

2 dari 4 halaman

Hukum Mengucapkan Selamat Natal Menurut Al-Qur'an

Melansir dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), setidaknya ada 6 landasan ayat Al-Qur'an yang menjadi pijakan dalam menentukan hukum mengucapkan Selamat Natal menurut Al-Qur'an.

Pertama, umat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan umat agama lain dalam urusan duniawi, sebagaimana firman Allah:

"Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti."

(QS. Al-Hujurat [49]: 13)

"Dan jika mereka (kedua orang tuamu) memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan."

(QS. Luqman [31]: 15)

"Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil."

(QS. Al-Mumtahanah [60]: 8)

Kedua, umat Islam tidak boleh mencampuradukkan aqidah dan ibadahnya dengan agama lain, sesuai firman Allah:

"Katakanlah (Muhammad), "Wahai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah, dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku."

(QS. Al-Kafirun [109]: 1-6)

"Dan janganlah kamu campur adukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya."

(QS. Al-Baqarah [2]: 42)

Ketiga, umat Islam harus mengakui kenabian Isa Al-Masih sebagai seorang nabi dan rasul Allah, namun tidak mengimani ketuhanannya, seperti disebutkan dalam ayat:

"Dia (Isa) berkata, "Sesungguhnya aku hamba Allah. Dia memberiku Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi, dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (melaksanakan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong dan celaka."

(QS. Maryam [19]: 30-32)

"Al-Masih putra Maryam hanyalah seorang Rasul. Sebelumnya pun sudah berlalu beberapa rasul. Dan ibunya seorang yang berpegang teguh pada kebenaran. Keduanya biasa memakan makanan. Perhatikanlah bagaimana Kami menjelaskan tanda-tanda (kebesaran Kami) kepada mereka (Ahli Kitab), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu)."

(QS. Al-Maidah [5]: 75)

"Rasul (Muhammad) beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya (Al-Qur'an) dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semua beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka berkata), "Kami tidak membeda-bedakan seorang pun dari rasul-rasul-Nya."

(QS. Al-Baqarah [2]: 285)

 

3 dari 4 halaman

Keempat, orang yang berkeyakinan bahwa Tuhan lebih dari satu dan Isa Al-Masih adalah anak Tuhan, maka ia termasuk orang kafir dan musyrik, sebagaimana firman-Nya:

"Sungguh, telah kafir orang-orang yang berkata, "Sesungguhnya Allah itu ialah Al-Masih putra Maryam." Padahal Al-Masih (sendiri) berkata, "Wahai Bani Israil! Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu." Sesungguhnya barangsiapa mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka sungguh, Allah mengharamkan surga baginya, dan tempatnya ialah neraka. Dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang zalim itu. Sungguh, telah kafirlah orang-orang yang mengatakan bahwa Allah adalah salah satu dari tiga (tuhan), padahal tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa azab yang pedih."

(QS. Al-Maidah [5]: 72-73)

"Dan orang-orang Yahudi berkata, "Uzair putra Allah," dan orang-orang Nasrani berkata, "Al-Masih putra Allah." Itulah ucapan yang keluar dari mulut mereka. Mereka meniru ucapan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah melaknat mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?"

(QS. At-Taubah [9]: 30)

Kelima, Allah akan mempertanyakan Isa Al-Masih pada hari kiamat apakah ia pernah mengaku sebagai Tuhan dan menyuruh kaumnya menyembah dirinya, namun Isa akan menjawab tidak pernah melakukan itu, seperti disebutkan:

"Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, "Wahai Isa putra Maryam! Engkaukah yang mengatakan kepada orang-orang, jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua tuhan selain Allah?" Isa menjawab, "Mahasuci Engkau, tidak patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku. Jika aku pernah mengatakannya tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada-Mu. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala yang gaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (yaitu), 'Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu,' dan aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di tengah-tengah mereka. Maka setelah Engkau mewafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkaulah Yang Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. Jika Engkau mengazab mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana."

(QS. Al-Maidah [5]: 116-118)

Keenam, Islam menegaskan bahwa Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak beranak dan tidak diperanakkan, sebagaimana disebutkan:

"Katakanlah (Muhammad), "Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia."

(QS. Al-Ikhlas [112]: 1-4)

Berdasarkan ayat-ayat di atas, hukum mengucapkan Selamat Natal menurut Al-Qur'an tidak bisa dipisahkan dari persoalan aqidah. Jika ucapan itu bermakna pengakuan dan pembenaran terhadap keyakinan umat Kristiani yang bertentangan dengan Al-Qur'an, maka hukumnya haram. Namun jika dimaksudkan sebagai bentuk toleransi dan menjaga hubungan baik tanpa mencampuradukkan aqidah, sebagian ulama membolehkannya.

4 dari 4 halaman

Adakah Dalil Larangan Mengucapkan Selamat Natal?

Ini merujuk pada penelitian berjudul "UCAPAN SELAMAT NATAL MENURUT QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR AL MISBAH Studi Analisis Terhadap Q.S. Maryam ayat 33" yang dipublikasikan Kementerian Agama (Kemenag) melalui portal IAIN Manado.

Dijelaskan sebenarnya tidak ditemukan dalil yang bersifat sharih (jelas) dan qath'i (pasti) tentang keharaman mengucapkan Selamat Natal dalam Al-Qur'an maupun hadis. Seandainya ada dalil seperti itu, tentu para ulama akan sepakat dan tidak terjadi perbedaan pendapat.

Meski demikian, sebagian ulama tetap mengharamkan ucapan Selamat Natal berdasarkan keumuman sejumlah ayat Al-Qur'an dan hadis yang melarang menyerupai atau mengikuti ritual agama lain. Di antaranya adalah firman Allah yang berbunyi:

"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka. Katakanlah, "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)." Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu (kebenaran) sampai kepadamu, tidak akan ada bagimu pelindung dan penolong dari Allah."

(QS. Al-Baqarah [2]: 120)

"Dan orang-orang yang tidak memberikan kesaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya."

(QS. Al-Furqan [25]: 72)

Selain itu, mereka juga merujuk pada sejumlah hadis Nabi Muhammad SAW yang melarang tasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir, di antaranya:

"Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka." (HR. Abu Daud)

"Bedakanlah diri kalian dari orang-orang musyrik." (HR. Muslim)

"Bukan termasuk golongan kami orang yang menyerupai selain kami." (HR. Tirmidzi)

Para ulama yang mengharamkan mengucapkan Selamat Natal memandang ucapan itu sebagai bentuk keikutsertaan dalam ritual dan keyakinan umat Kristiani yang bertentangan dengan aqidah Islam. Mereka beragumen, mengucapkan selamat untuk hari raya agama lain berarti meridhai dan mengakui kebenaran ajaran mereka.

Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah ketika menjelaskan QS. Maryam ayat 33 yang berbunyi: "Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali."

Quraish Shihab sangat berhati-hati dalam menjelaskan masalah hukum mengucapkan “Selamat Natal.” Ia mengatakan bahwa Al-Qur’an mengabadikan Nabi Isa mengucapkan selamat atas kelahirannya sendiri dalam Al-Qur'an surat Maryam ayat 33 tersebut. Itu artinya, ketika muslim ingin mengucapkan atas kelahiran Nabi Isa maka tidak menjadi masalah asalkan tidak dikaitkan dengan kepercayaan agama lain.

Quraish Shihab mengingatkan agar umat Islam memahami dan menghayati maksudnya menurut Al-Qur’an untuk menjaga kemurnian aqidah. Jadi jangan dicampuradukkan.