Liputan6.com, Jakarta Tragedi penerbangan kembali terjadi saat pesawat Jeju Air dengan nomor penerbangan 7C 2216 mengalami kecelakaan fatal di Bandara Internasional Muan, Korea Selatan pada Minggu (29/12/2024). Dari 181 orang di dalam pesawat, 179 di antaranya tewas dalam insiden yang diduga berawal dari bird strike ini.
Baca Juga
Advertisement
Bird strike, atau tabrakan dengan burung, menjadi salah satu fokus utama penyelidikan di balik jatuhnya pesawat Boeing 737-800 tersebut. Meski fenomena ini tergolong umum dalam dunia penerbangan, jarang sekali mengakibatkan kecelakaan fatal seperti yang terjadi pada pesawat Jeju Air.
Menurut data Federal Aviation Administration (FAA), sepanjang tahun 2023 saja tercatat 19.603 kasus bird strike di Amerika Serikat, atau rata-rata 54 kasus per hari. Namun, hanya 3,6% dari kasus tersebut yang menyebabkan kerusakan pada pesawat.
Lantas, apa sebenarnya bird strike dan mengapa fenomena ini diduga menjadi pemicu tragedi pesawat Jeju Air? Mari kita telusuri lebih dalam, sebagaimana telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Senin (30/12/2024).
Memahami Bird Strike dalam Dunia Penerbangan
Dalam dunia penerbangan modern, berbagai tantangan dan risiko harus dihadapi untuk menjamin keselamatan penumpang. Salah satu fenomena yang sering terjadi namun jarang mendapat sorotan publik adalah bird strike. Fenomena ini menjadi perhatian khusus setelah tragedi pesawat Jeju Air yang menewaskan 179 orang di Korea Selatan.
Bird strike adalah istilah yang digunakan dalam dunia penerbangan untuk menggambarkan tabrakan antara pesawat dengan burung atau hewan terbang lainnya. Meskipun namanya mengacu pada burung, istilah ini sebenarnya mencakup tabrakan dengan berbagai jenis hewan terbang, termasuk kelelawar. Tabrakan ini bisa terjadi pada berbagai bagian pesawat, mulai dari kaca kokpit, badan pesawat, hingga mesin jet yang menjadi bagian paling kritis.
Fenomena ini paling sering terjadi saat pesawat berada dalam fase lepas landas atau pendaratan, ketika pesawat terbang di ketinggian rendah di mana banyak burung beraktivitas. Pada ketinggian ini, burung-burung sering berkeliaran mencari makan atau berpindah tempat, menciptakan risiko tabrakan yang signifikan. Data menunjukkan bahwa sekitar 90% kasus bird strike terjadi di bawah ketinggian 3.000 kaki, dengan mayoritas kasus terjadi saat pesawat berada di sekitar bandara.
Dampak bird strike bisa sangat bervariasi, mulai dari yang ringan hingga fatal. Dalam kasus ringan, tabrakan mungkin hanya menyebabkan goresan atau penyok kecil pada badan pesawat. Namun, dalam kasus yang lebih serius, bird strike dapat menyebabkan kerusakan struktural yang signifikan, terutama jika burung tersedot ke dalam mesin pesawat. Kecepatan tinggi pesawat membuat bahkan burung kecil sekalipun bisa menyebabkan kerusakan serius, mengingat dampak tumbukan meningkat secara eksponensial seiring dengan kecepatan.
Industri penerbangan telah mengembangkan berbagai sistem pencegahan bird strike, termasuk teknologi radar untuk mendeteksi kawanan burung dan sistem suara untuk mengusir burung dari area bandara. Setiap bandara juga memiliki tim khusus yang bertugas memantau dan mengelola populasi burung di sekitar area penerbangan. Meski demikian, risiko bird strike tetap ada dan menjadi salah satu tantangan yang harus dihadapi dalam setiap penerbangan.
Memahami bird strike menjadi semakin penting seiring dengan meningkatnya frekuensi penerbangan global. Dalam kasus pesawat Jeju Air, bird strike yang dilaporkan terjadi sesaat sebelum pendaratan menjadi salah satu fokus utama investigasi. Meski fenomena ini tergolong umum, kombinasinya dengan faktor-faktor lain bisa menghasilkan konsekuensi yang fatal, mengingatkan kita akan pentingnya kewaspadaan dan sistem keselamatan yang komprehensif dalam dunia penerbangan.
Advertisement
Kronologi Bird Strike pada Pesawat Jeju Air
Pada pagi hari Minggu, 29 Desember 2024, sebuah kecelakaan tragis melibatkan pesawat Jeju Air mengguncang Korea Selatan. Pesawat berbadan lebar dengan nomor penerbangan 7C2216, yang baru saja terbang dari Bangkok menuju Bandara Internasional Muan, mengalami kegagalan teknis saat mendarat. Pesawat tersebut mendarat tanpa roda pendaratan, mengakibatkan percikan api dan ledakan hebat. Setelah meluncur keluar dari landasan pacu, pesawat menabrak pagar bandara dan akhirnya meledak, membakar sebagian besar badan pesawat. Kecelakaan ini menewaskan sedikitnya 179 orang dari total 181 penumpang dan kru, dengan hanya dua orang yang berhasil selamat.
Saksi mata melaporkan adanya kejanggalan pada pesawat sebelum pendaratan. Beberapa menyaksikan percikan api dari mesin pesawat dan mendengar suara ledakan keras sebelum pesawat tergelincir. Rekaman video yang tersebar menunjukkan kepulan asap tebal dari bagian bawah pesawat saat terus melaju tanpa roda pendaratan. Tim penyelamat bergerak cepat untuk mengendalikan kebakaran dan mengevakuasi korban, namun sebagian besar penumpang tidak dapat diselamatkan akibat kobaran api yang melahap pesawat.
Investigasi awal menunjukkan bahwa kegagalan roda pendaratan kemungkinan besar menjadi penyebab utama kecelakaan ini. Beberapa pihak menduga bahwa tabrakan dengan burung atau kerusakan mekanis pada roda pendaratan berkontribusi pada kegagalan teknis tersebut. Otoritas Korea Selatan langsung memulai penyelidikan untuk memastikan penyebab pasti insiden, sementara fokus utama tetap pada penyelamatan dan identifikasi korban.
Pelaksana tugas Presiden Korea Selatan, Choi Sung-mok, segera mengadakan pertemuan darurat untuk mengoordinasikan upaya penyelamatan dan penyelidikan. Ia menekankan pentingnya keselamatan penerbangan dan berjanji akan memberikan dukungan penuh kepada keluarga korban. Kecelakaan ini tidak hanya menjadi tragedi besar bagi para keluarga yang kehilangan orang-orang tercinta tetapi juga mencatatkan sejarah kelam dalam dunia penerbangan Korea Selatan.
Mengapa Bird Strike Bisa Berbahaya?
Bird strike, atau tabrakan antara burung dan pesawat, merupakan salah satu risiko yang tak dapat dihindari dalam penerbangan modern. Meskipun insiden ini jarang menyebabkan kecelakaan fatal, dampaknya bisa menjadi serius jika terjadi pada komponen vital pesawat. Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa bird strike dapat berbahaya:
1. Kerusakan pada Mesin Jet
Jet engine merupakan komponen yang sangat sensitif terhadap gangguan eksternal. Burung yang masuk ke dalam mesin dapat mengganggu aliran udara, merusak bilah kipas, dan bahkan menyebabkan mesin stall atau gagal berfungsi. Mengingat pentingnya mesin untuk menjaga daya dorong pesawat, kerusakan pada bagian ini dapat berujung pada situasi darurat yang serius.
2. Risiko pada Propeller
Pesawat bermesin baling-baling atau propeller juga rentan terhadap bird strike. Propeller yang berputar dengan kecepatan tinggi tidak dirancang untuk menerima benturan besar. Ketika burung menabrak propeller, hal ini dapat menyebabkan kerusakan mekanis pada mesin, membengkokkan batang piston, atau bahkan mematahkan bilah propeller sepenuhnya.
3. Gangguan pada Probes
Probes adalah instrumen penting yang digunakan untuk mengukur data udara, seperti kecepatan dan tekanan. Jika probes rusak atau tersumbat akibat bird strike, data yang diterima kokpit menjadi tidak akurat. Ini dapat memengaruhi pengambilan keputusan pilot, terutama selama fase kritis penerbangan seperti takeoff dan landing.
4. Kerusakan pada Flight Control Surfaces
Bagian pengendali pesawat, seperti flap dan aileron, juga berisiko rusak akibat bird strike. Jika burung terperangkap di dalam sistem flap, pengendalian pesawat dapat terganggu, terutama selama manuver penting seperti pendaratan. Hal ini lebih berisiko pada pesawat kecil yang memiliki struktur lebih ringan dan rentan terhadap benturan.
5. Ancaman pada Windscreen
Windscreen atau kaca kokpit adalah area yang sangat rentan terhadap bird strike. Pada kecepatan tinggi, tabrakan dengan burung dapat menciptakan gaya benturan yang signifikan. Jika kaca pecah, burung bisa masuk ke kokpit dan melukai pilot, yang dapat mengancam keselamatan penerbangan.
6. Waktu dan Lokasi Bird Strike
Sebagian besar bird strike terjadi selama fase takeoff dan landing, saat pesawat berada di ketinggian rendah. Meskipun kecepatannya lebih rendah dibandingkan fase jelajah, tabrakan pada fase ini lebih berbahaya karena pesawat lebih dekat ke tanah, sehingga pilot memiliki waktu dan ruang terbatas untuk mengatasi situasi darurat.
7. Pengaruh Lingkungan
Bandara yang terletak dekat danau, sungai, atau area pedesaan lebih rentan terhadap bird strike. Migrasi musiman juga dapat meningkatkan risiko ini, terutama pada musim panas dan gugur ketika populasi burung lebih banyak di udara.
Bird strike menjadi ancaman serius dalam dunia penerbangan karena potensi kerusakan yang dapat ditimbulkan pada komponen vital pesawat. Meskipun produsen pesawat telah merancang pesawat agar tahan terhadap benturan burung, insiden ini tetap memerlukan perhatian khusus, terutama dalam mengelola risiko di area sekitar bandara. Pengawasan dan mitigasi risiko bird strike adalah langkah penting untuk menjaga keselamatan penerbangan secara keseluruhan.
Advertisement
Kontroversi Bird Strike dalam Kasus Pesawat Jeju
Kasus kecelakaan Jeju Air flight 7C2216 di Muan, Korea Selatan, yang menewaskan 179 orang, menjadi sorotan besar dalam dunia penerbangan. Salah satu faktor yang sedang diselidiki adalah kemungkinan adanya bird strike yang diduga menyebabkan malfungsi pada roda pendaratan pesawat. Namun, laporan ini memunculkan banyak pertanyaan dari para ahli penerbangan yang mempertanyakan keakuratan informasi tersebut serta pengambilan keputusan selama insiden berlangsung.
1. Bird Strike Sebagai Faktor Penyebab
Para ahli penerbangan mencatat bahwa bird strike memang berpotensi menyebabkan kerusakan serius pada pesawat, terutama jika burung menghantam komponen vital seperti mesin atau landing gear. Dalam kasus ini, laporan dari otoritas bandara menyebutkan bahwa burung terjebak di sayap pesawat. Namun, beberapa ahli mempertanyakan bagaimana bird strike bisa langsung menyebabkan kegagalan total roda pendaratan, terutama pada pesawat seperti Boeing 737-800 yang dirancang untuk menahan dampak tersebut.
2. Kecepatan dan Prosedur Pendaratan
Gregory Alegi, seorang ahli penerbangan, menggarisbawahi bahwa cara pesawat mencoba mendarat menimbulkan lebih banyak pertanyaan dibanding jawaban. Kecepatan pesawat yang tinggi, flaps yang tidak terbuka, dan roda pendaratan yang tidak turun menjadi indikasi adanya kesalahan teknis atau prosedur yang tidak sesuai. Alegi menekankan bahwa kondisi ini tidak sepenuhnya selaras dengan skenario kerusakan yang disebabkan oleh bird strike saja.
3. Pengaruh Buruk pada Mesin dan Navigasi
Dalam kasus ini, pesawat dikabarkan menabrak peralatan navigasi dan dinding setelah kehilangan kendali. Ahli mencatat bahwa jika bird strike memengaruhi mesin atau sensor navigasi, hal ini dapat menyebabkan situasi di mana pilot kesulitan mengontrol pesawat. Namun, tanpa data yang jelas, sulit untuk menyimpulkan apakah bird strike benar-benar memainkan peran utama.
4. Ketepatan Peringatan dan Respons Pilot
Menurut laporan, pilot menerima peringatan tentang adanya bird strike dari menara kontrol sebelum insiden terjadi. Pilot kemudian mendeklarasikan keadaan darurat (mayday) dan mencoba mendarat dari arah yang berlawanan. Tindakan ini menimbulkan pertanyaan mengenai apakah waktu yang tersedia cukup bagi pilot untuk memitigasi risiko atau jika terdapat kendala teknis yang lebih besar yang tidak teridentifikasi sebelumnya.
Kontroversi mengenai bird strike dalam kasus ini menunjukkan betapa kompleksnya investigasi kecelakaan penerbangan. Meski bird strike disebut sebagai faktor penyebab, banyak ahli penerbangan menilai bahwa perlu dilakukan investigasi mendalam untuk menentukan apakah bird strike benar-benar penyebab utama atau hanya salah satu dari beberapa faktor. Investigasi lebih lanjut oleh otoritas Korea Selatan dan NTSB diharapkan dapat memberikan kejelasan atas insiden tragis ini serta meningkatkan keselamatan penerbangan di masa depan.
Sejarah Kasus Kecelakaan Pesawat Akibat Brid Strike Sebelum Jeju Air
Meski kejadian bird strike tergolong umum, dampaknya bisa sangat fatal dalam kondisi tertentu. Dalam sejarah penerbangan sipil dan militer Amerika Serikat dari 1988 hingga 2023, tercatat 76 korban jiwa akibat tabrakan dengan satwa liar, dengan mayoritas kasus melibatkan burung.
Christian Beckert, pakar keselamatan penerbangan dan pilot Lufthansa, menjelaskan bahwa bird strike bisa sangat berbahaya jika burung tersedot ke dalam mesin CFM International yang digunakan Boeing 737-800. Namun, biasanya mesin tidak langsung mati dan memberi waktu bagi pilot untuk bereaksi.
Sebelum tragedi pesawat Jeju Air, beberapa kecelakaan fatal akibat bird strike telah tercatat dalam sejarah penerbangan:
1. Ethiopian Airlines Flight 302 (2019)
Kecelakaan ini terjadi ketika Ethiopian Airlines Flight 302 mengalami bird strike yang menyebabkan sensor penting pada pesawat Boeing 737 MAX terganggu. Sensor yang bermasalah memicu aktivasi sistem MCAS (Maneuvering Characteristics Augmentation System), yang diketahui memiliki desain cacat. Sistem ini secara otomatis menurunkan hidung pesawat secara berulang, membuat pilot tidak dapat mengendalikan pesawat. Akibatnya, pesawat jatuh dan menewaskan seluruh 157 orang di dalamnya. Insiden ini menjadi salah satu kecelakaan besar yang mendorong evaluasi ulang terhadap desain dan keselamatan Boeing 737 MAX.
2. Kecelakaan Angkatan Udara di Alaska (1995)
Pada tahun 1995, sebuah pesawat militer di Alaska mengalami tabrakan dengan kawanan angsa Kanada saat sedang lepas landas. Dua dari empat mesin pesawat tersedot kawanan burung tersebut, menyebabkan kerusakan parah dan kegagalan fungsi mesin. Akibatnya, pesawat kehilangan kendali dan jatuh, menewaskan seluruh 24 personel militer yang berada di dalamnya. Kasus ini menunjukkan risiko besar bird strike terhadap pesawat yang beroperasi di daerah dengan populasi burung migrasi tinggi.
3. Ethiopian Airlines (1988)
Pada tahun 1988, Ethiopian Airlines mengalami kecelakaan tragis ketika pesawat mereka menabrak kawanan merpati saat lepas landas. Burung-burung tersebut tersedot ke dalam kedua mesin pesawat, menyebabkan kerusakan parah yang membuat pesawat tidak mampu melanjutkan penerbangan. Akibatnya, pesawat jatuh, menewaskan 35 dari 104 penumpang di dalamnya. Kecelakaan ini menjadi salah satu peringatan awal mengenai bahaya bird strike, khususnya pada saat fase kritis penerbangan seperti lepas landas dan pendaratan.
Bird strike, meskipun umum terjadi, dapat memiliki dampak yang sangat fatal jika mengenai komponen vital pesawat, seperti mesin atau sensor penerbangan. Insiden-insiden ini menyoroti perlunya peningkatan sistem mitigasi, seperti radar pendeteksi burung, serta desain mesin yang lebih tahan terhadap tabrakan dengan satwa liar.
Advertisement
Langkah yang Dapat Dilakukan Pilot untuk Mencegah Kecelakaan Akibat Bird Strike
Tidak diragukan lagi jika bird strike bisa mejadi ancaman nyata terhadap penerbangan. Namun ada beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh seorang pilot untuk dapat mencegah kecelakaan pesawat akibat bird strike, antara lain sebagai berikut:
1. Terbang dengan Kecepatan Lebih Lambat
Pilot dapat mengurangi risiko kerusakan parah akibat bird strike dengan terbang lebih lambat, terutama saat fase kritis seperti lepas landas atau pendaratan. Berdasarkan hukum fisika, gaya yang dihasilkan dari tabrakan adalah hasil dari massa dikalikan dengan percepatan. Dengan memperlambat kecepatan, gaya tabrakan akan berkurang, sehingga risiko kerusakan dapat diminimalkan. Selain itu, kecepatan yang lebih rendah memberi waktu lebih banyak bagi pilot untuk mendeteksi dan menghindari burung di jalur penerbangan, sekaligus memungkinkan burung untuk menjauh lebih cepat.
2. Menggunakan Radar Cuaca untuk Menakut-nakuti Burung
Radar cuaca tidak hanya berguna untuk mendeteksi cuaca buruk, tetapi juga berpotensi mengusir burung di jalur penerbangan. Beberapa studi menunjukkan bahwa sinyal radar dapat membuat burung menjauh karena merasa terancam. Meskipun efektivitasnya belum sepenuhnya terbukti, mengaktifkan radar cuaca tetap merupakan langkah preventif yang dapat membantu mengurangi kemungkinan bird strike.
3. Pengecatan Spinner Mesin
Mesin pesawat sering kali dilengkapi dengan spiral putih yang dicat pada spinner-nya. Selain berfungsi sebagai indikator bahwa mesin sedang berputar, desain ini juga diyakini menyerupai mata predator dari kejauhan. Burung yang melihat pola ini mungkin akan menganggap pesawat sebagai ancaman dan menghindar, sehingga potensi tabrakan dapat dikurangi.
4. Menggunakan Lampu Pesawat pada Malam Hari
Burung yang terbang di malam hari sering kali tidak menyadari keberadaan pesawat. Untuk meningkatkan visibilitas pesawat, terutama di kondisi gelap, pilot dianjurkan untuk menyalakan lampu pesawat. Beberapa produsen pesawat bahkan merekomendasikan penggunaan lampu sebagai bagian dari prosedur operasional standar guna mencegah bird strike.
5. Mendaki, Bukan Menukik, untuk Menghindari Burung
Jika pilot menghadapi ancaman bird strike, naluri pertama mungkin adalah menukik untuk menghindar. Namun, burung secara alami juga akan menukik sebagai respons terhadap ancaman. Sebaliknya, pilot sebaiknya mencoba mendaki untuk menghindari tabrakan. Strategi ini terutama efektif untuk pesawat ringan, karena memanfaatkan pola perilaku alami burung untuk menjauh dari ancaman di ketinggian yang lebih rendah.
Meskipun bird strike adalah ancaman nyata dalam dunia penerbangan, langkah-langkah pencegahan seperti yang disebutkan di atas dapat membantu meminimalkan risiko. Dengan penerapan prosedur keselamatan yang tepat, bird strike jarang menyebabkan kecelakaan fatal dan dapat diatasi tanpa risiko yang signifikan.
Tragedi pesawat Jeju Air menjadi pengingat bahwa meski bird strike tergolong kejadian umum, potensi bahayanya tidak boleh diremehkan. Investigasi yang sedang berlangsung diharapkan dapat mengungkap penyebab pasti kecelakaan dan mencegah tragedi serupa di masa depan.