Liputan6.com, Jakarta Wacana libur sekolah selama bulan Ramadhan 2025 mencuat belakangan ini. Meskipun belum menjadi keputusan resmi pemerintah, isu ini digembor-gemborkan oleh sejumlah kalangan, mulai dari pendidik hingga masyarakat umum.
Wakil Menteri Agama, Muhammad Syafi'i, mengonfirmasi bahwa wacana ini sudah terdengar tetapi belum dibahas secara mendalam oleh kementerian terkait. Sebagian pihak mendukung ide ini sebagai cara untuk memperkuat pendidikan agama dan tradisi, sementara yang lain menyoroti potensi dampak negatif terhadap capaian pembelajaran siswa jika tidak dilakukan selama satu bulan penuh.
Perdebatan mengenai libur sebulan saat Ramadhan bukan hal baru, mengingat kebijakan serupa pernah diterapkan pada era Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Namun, tantangan yang muncul saat ini melibatkan isu pendidikan, ekonomi, hingga pengawasan anak selama liburan panjang, sehingga penerapan kebijakannya harus diperhitungkan secara matang. Berikut informasinya, dirangkum Liputan6, Selasa (7/1).
Advertisement
Pemerintah Belum Menetapkan
Wacana libur sekolah selama Ramadhan 2025 pertama kali mencuat melalui pernyataan beberapa tokoh politik dan pendidik. Pemerintah, melalui Wakil Menteri Agama, mengakui bahwa wacana ini sudah didengar tetapi belum dibahas secara resmi di tingkat kementerian atau lintas sektor.
Menurut informasi yang beredar, libur penuh selama Ramadhan bertujuan untuk memberikan ruang kepada siswa untuk fokus pada kegiatan keagamaan. Namun, hingga kini, Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah belum mengambil langkah konkret untuk mengkaji dampaknya secara mendalam.
Berbagai pihak meminta agar kajian holistik dilakukan sebelum kebijakan ini direalisasikan. Hal ini penting untuk mengantisipasi potensi dampak negatif, seperti learning loss, yang bisa terjadi akibat jeda panjang dalam proses belajar mengajar.
"Kami belum bahas, tapi wacananya kayaknya ada, tapi saya belum bahas itu," kata Muhammad Syafi'i, dikutip dari Liputan6 News.
Advertisement
Dampak pada Pendidikan: Dapat Menyebabkan Penurunan Akademik
Libur sekolah selama satu bulan penuh selama Ramadhan dikhawatirkan dapat mengganggu capaian kurikulum yang sudah dirancang sejak awal tahun ajaran. Banyak pendidik menyatakan bahwa jeda panjang tanpa kegiatan belajar formal bisa menyebabkan penurunan kemampuan akademik siswa.
Pemerhati pendidikan juga menyoroti pentingnya menjaga keseimbangan antara kegiatan keagamaan dan akademik. Beberapa alternatif, seperti memodifikasi jadwal belajar dengan mengurangi durasi jam pelajaran atau mengadakan program pesantren kilat, dianggap lebih efektif dibandingkan libur penuh.
Selain itu, para guru, terutama di sekolah swasta, khawatir bahwa libur panjang ini bisa berdampak pada pengurangan pendapatan mereka. Orang tua siswa yang keberatan membayar SPP selama liburan juga menjadi tantangan yang harus dipertimbangkan.
"Harus dikaji secara holistik, jika libur ini hanya mengakomodir siswa beragama Islam, bagaimana siswa non muslim? Jika mereka libur, mereka tidak mendapat layanan pembelajaran. Jika mereka tetap sekolah, ini juga mendiskriminasi layanan belajar siswa muslim yang libur," terang Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim.
Potensi Risiko Selama Libur Panjang
Meskipun memiliki sisi positif, libur panjang selama Ramadhan juga menghadirkan berbagai risiko. Salah satu kekhawatiran utama adalah lemahnya pengawasan terhadap anak-anak selama liburan, terutama bagi orang tua yang tetap harus bekerja.
Penggunaan gadget yang berlebihan menjadi salah satu masalah yang sering muncul selama libur panjang. Banyak remaja yang menghabiskan waktu dengan bermain media sosial atau game online, yang dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan konsentrasi mereka.
"Guru-guru swasta di daerah khawatir, kalau liburnya full selama puasa, nanti yayasan akan memotong gajinya signifikan. Padahal kebutuhan belanja saat bulan puasa ditambah idul fitri keluarga meningkat," tambahnya.
Advertisement
Libur Sebulan Merupakan Bagian dari Budaya dan Tradisi
Sekjen Pengurus Besar Alkhairaat, Jamaluddin Mariadjang, menyatakan dukungan penuh terhadap wacana libur Ramadhan. Menurutnya, kebijakan ini sejalan dengan budaya dan tradisi masyarakat Indonesia yang mengutamakan pendidikan agama selama bulan suci.
Dalam pandangan Alkhairaat, libur selama Ramadhan tidak berarti siswa tidak belajar, melainkan fokus pada kegiatan yang membentuk karakter dan spiritualitas mereka. Kegiatan seperti tadarus Al-Qur’an dan kajian keagamaan dianggap lebih relevan selama bulan puasa dibandingkan pembelajaran akademik.
Jamaluddin juga menekankan bahwa tujuan pendidikan tidak hanya pada aspek akademis, tetapi juga pembentukan akhlak dan moral. Oleh karena itu, libur Ramadhan bisa menjadi momentum untuk mendekatkan siswa pada nilai-nilai keagamaan dan tradisi yang telah lama ada.
“Sebetulnya, tidak ada pro dan kontra mengenai hal ini. Proses pembudayaan sudah berjalan lama dalam sejarah bangsa kita, jadi sebenarnya dengan meliburkan sekolah selama Ramadhan, kita kembali kepada kultur yang sebenarnya,” ucapnya, merujuk ANTARA.
Alternatif Solusi untuk Keseimbangan
Untuk mengakomodasi kebutuhan semua pihak, beberapa alternatif solusi telah diajukan oleh para ahli pendidikan. Salah satunya adalah memodifikasi jadwal belajar selama Ramadan, seperti memperpendek durasi pelajaran dan mengadakan program pendidikan agama di sekolah.
Sekolah juga dapat menyelenggarakan kegiatan ekstrakurikuler yang relevan dengan tema Ramadan, seperti pesantren kilat atau kegiatan literasi keagamaan. Langkah ini diharapkan dapat menjaga keseimbangan antara capaian akademik dan penguatan nilai spiritual.
Pemerintah diharapkan dapat segera melakukan kajian mendalam untuk menentukan kebijakan terbaik. Kolaborasi antara Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan, dan pihak terkait lainnya menjadi kunci untuk mencapai solusi yang menguntungkan semua pihak.
"Libur Ramadhan itu bukan seperti hari libur umumnya, yang dapat digunakan untuk bersantai," kata Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta Suhud Alynudin.
Advertisement
Apa alasan wacana libur sekolah selama Ramadan mencuat?
Wacana ini muncul untuk memberikan ruang kepada siswa fokus pada kegiatan keagamaan selama bulan suci.
Apa dampak negatif dari libur Ramadan selama sebulan?
Dampak negatifnya termasuk learning loss, lemahnya pengawasan anak, dan risiko penggunaan gadget yang berlebihan.
Advertisement
Apakah ada alternatif selain libur penuh selama Ramadan?
Alternatifnya termasuk modifikasi jadwal belajar, pesantren kilat, dan kegiatan literasi keagamaan.