Sukses

Kontroversi saat Pergantian Pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae-yong Bukan yang Pertama

PSSI telah memutuskan hubungan kerja dengan Shin Tae-yong sebagai pelatih Timnas Indonesia, menambah daftar pemutusan kerja sama dalam sejarah sepak bola nasional.

Bola.com, Jakarta - PSSI baru saja memutuskan untuk memberhentikan Shin Tae-yong dari posisi pelatih Timnas Indonesia. Keputusan untuk mengakhiri hubungan kerja antara Federasi Sepak Bola Indonesia dan pelatih yang penuh kontroversi ini bukanlah hal baru dalam sejarah sepak bola nasional.

Setelah lima tahun bekerja sama, PSSI memutuskan untuk mengakhiri kontrak dengan Shin Tae-yong. Dimulai pada akhir 2019, pelatih asal Korea Selatan tersebut menyelesaikan tugasnya bersama Tim Garuda pada awal Januari 2025.

Pemecatan Shin Tae-yong menjadi berita yang sangat menggemparkan, baik di media massa maupun di dunia maya. Bahkan, PSSI dan Shin Tae-yong menjadi topik yang banyak dibicarakan di media sosial akibat peristiwa pemecatan ini.

Kehebohan ini tidak terjadi tanpa alasan. Masyarakat menilai bahwa Shin Tae-yong telah membawa Timnas Indonesia ke tingkat yang berbeda selama lima tahun kepemimpinannya.

Tim Garuda berhasil tampil kembali di Piala Asia, juga berpartisipasi di Piala Asia U-23, dan berkompetisi di putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026.

Kedekatan Timnas Indonesia dengan peluang untuk lolos ke Piala Dunia 2026 menyebabkan banyak penggemar Tim Garuda merasa kecewa dengan keputusan PSSI ini.

Namun, sebenarnya ini bukan pertama kalinya terjadi kontroversi terkait pemecatan pelatih Timnas Indonesia. Siapa saja yang pernah mengalami hal serupa?

2 dari 5 halaman

Luis Milla Mengubah Gaya Bermain Timnas Indonesia, Namun Gagal Mencapai Sasaran

Nasib kurang beruntung yang dialami Shin Tae-yong pernah pula dirasakan oleh Luis Milla, yang sempat memimpin Timnas Indonesia dari awal 2017 hingga pertengahan 2018.

Pelatih berkebangsaan Spanyol ini membawa perubahan signifikan bagi Timnas Indonesia. Selain menangani tim senior, Luis Milla memulai tugasnya dengan memimpin tim U-22 yang berpartisipasi dalam SEA Games 2017 dan Asian Games 2018.

Banyak pemain muda berbakat, seperti Saddil Ramdani, Septian David Maulana, dan Febri Hariyadi, memperoleh pengalaman berharga di bawah bimbingan Luis Milla. Mereka mendapatkan kesempatan untuk berkembang dan menampilkan permainan yang memukau.

Gaya permainan yang dibangun dari belakang dengan tiki-taka khas Spanyol sempat memukau penggemar Timnas Indonesia. Para pemain menunjukkan kemampuan dalam melakukan operan-operan pendek yang membuat penonton terkagum-kagum.

Namun, Timnas Indonesia U-22 hanya berhasil meraih medali perunggu di SEA Games 2017 dan mencapai babak 16 besar di Asian Games 2018. Saat itu, target PSSI adalah meraih medali emas di SEA Games 2017 dan mencapai semifinal di Asian Games 2018.

Setelah itu, kontrak Luis Milla tidak diperpanjang oleh PSSI, dan performa Timnas Indonesia menurun drastis. Di bawah asuhan Bima Sakti, tim tampil buruk di Piala AFF 2018, begitu pula di bawah Simon McMenemy pada Kualifikasi Piala Dunia 2022.

Sebelum menunjuk Shin Tae-yong, PSSI sempat berdiskusi dengan Luis Milla mengenai kemungkinan bekerja sama kembali pada 2019. Namun, rencana tersebut tidak terlaksana dan PSSI memilih Shin Tae-yong sebagai pelatih baru.

3 dari 5 halaman

Alfred Riedl Jadi Korban dalam Konflik Kepentingan di dalam Manajemen PSSI

Pelatih dari Austria ini telah beberapa kali memimpin Timnas Indonesia. Timnas Indonesia berhasil mencapai final Piala AFF dua kali, yaitu pada tahun 2010 dan 2016, di bawah bimbingan Alfred Riedl.

Meskipun demikian, keputusan yang paling kontroversial terjadi setelah Riedl membawa Timnas Indonesia ke final Piala AFF 2010. Dengan target berikutnya adalah SEA Games 2011, PSSI secara tiba-tiba memutuskan untuk memberhentikan Alfred Riedl.

Keputusan ini tidak terlepas dari konflik kepentingan di dalam tubuh PSSI, di mana Arifin Panigoro dan Nirwan Bakrie dianggap sebagai tokoh di balik dua kelompok yang bersaing dalam kepengurusan PSSI, yang akhirnya dikenal dengan istilah dualisme sepak bola Indonesia.

Ketua PSSI yang baru saja terpilih saat itu, Djohar Arifin Husin, sempat menyatakan akan mempertahankan Riedl karena ada dua agenda besar yang harus dihadapi dalam waktu yang singkat, yaitu kualifikasi Piala Dunia dan SEA Games.

Namun, hanya sehari setelah pernyataan tersebut diucapkan oleh Djohar, Riedl diberhentikan. Alasannya adalah kontrak Riedl tidak dengan PSSI, melainkan dengan Nirwan Bakrie. Menariknya, Riedl tidak mendapatkan informasi apapun mengenai pemecatannya dari pengurus PSSI.

"Sampai hari ini belum bertemu siapa pun dari kepengurusan baru PSSI. Saya tahu masalah pemecatan ini dari media, bukan dari pengurus PSSI. Saya bingung, apa alasan saya dipecat, saya merasa dimusuhi mereka," ujar Riedl pada 15 Juli 2011.

"Kontrak saya dengan PSSI, bukan personal. Saya tidak akan mau menandatangani kontrak secara personal, sebab kalau ada masalah tidak bisa saya bawa ke FIFA," lanjut pelatih asal Austria itu.

Pada akhirnya, Alfred Riedl digantikan oleh pelatih asal Belanda, Wim Rijsbergen.

4 dari 5 halaman

Wim Rijsbergen

Setelah Wim Rijsbergen ditunjuk sebagai pelatih Timnas Indonesia di bawah kepemimpinan Djohar Arifin Husin, kontroversi tetap berlanjut. Meskipun Wim adalah legenda sepak bola Belanda yang pernah menjadi bagian dari tim Oranye yang meraih posisi runner-up pada Piala Dunia 1974 dan 1978, ia tidak berhasil membawa Timnas Indonesia ke arah kesuksesan.

Selama enam bulan masa kepelatihannya, Wim tidak mampu menunjukkan prestasi yang memuaskan. Ia mengalami kegagalan di awal Kualifikasi Piala Dunia 2014 dan hanya berhasil memenangkan dua dari sebelas pertandingan yang dijalani oleh Timnas Indonesia di bawah bimbingannya. Menariknya, ketika diwawancara oleh salah satu media Belanda, Wim Rijsbergen sempat mengungkapkan rasa frustrasinya dalam menangani Timnas Indonesia.

"Melatih di Indonesia sebuah mimpi buruk. Susah sekali untuk berurusan dengan baik dan benar di negara tersebut," katanya saat itu. Beberapa tahun setelah dipecat dari posisinya sebagai pelatih Timnas Indonesia, ia juga menambahkan, "Saya bisa gila lama-lama di Indonesia!"

Salah satu hal yang juga menjadi kontroversi adalah cara PSSI memecat Wim dari posisinya. PSSI yang dipimpin oleh Djohar Arifin Husin mengangkatnya menjadi supervisor Timnas Indonesia dengan alasan tidak ingin mengalami kerugian, atau lebih tepatnya, tidak ingin membayar kompensasi jika memecat sang pelatih. "Kan kontrak dua tahun, sayang kalau disia-siakan," ujar Djohar Arifin Husin, menegaskan bahwa PSSI sengaja tetap melibatkan Wim di Timnas Indonesia karena ia masih terikat kontrak.

5 dari 5 halaman

Peter Withe

Pelatih berkebangsaan Inggris ini memimpin Timnas Indonesia dari tahun 2004 hingga 2007. Ia tiba di Indonesia dengan reputasi sebagai juara bersama Thailand dalam Piala AFF 2000 dan 2002. Peter Withe juga berhasil mengantarkan Thailand meraih medali emas di SEA Games 1999.

Namun, kesuksesan di Thailand tidak berhasil ia bawa ke Timnas Indonesia. Peter Withe hanya mampu membawa Timnas Indonesia menjadi runner-up pada Piala AFF 2004, yang saat itu dikenal sebagai Piala Tiger.

Setelah itu, Timnas Indonesia mengalami kemunduran di bawah arahannya. Peringkat Indonesia di Ranking FIFA anjlok lebih dari 50 tempat, dari posisi 91 ke 147.

Peter Withe dinilai kesulitan menjalin hubungan baik dengan pemain-pemain berbakat Timnas Indonesia saat itu. Pada Piala AFF 2007, ia sering mengandalkan Ilham Jaya Kesuma yang tampil cemerlang di Piala AFF 2004.

Meski demikian, Ilham tidak berada dalam kondisi terbaiknya kala itu. Sementara itu, ada beberapa penyerang lain seperti Budi Sudarsono dan Bambang Pamungkas yang sedang dalam performa bagus, namun Peter Withe memilih untuk mencadangkan mereka.

Peter juga mendapat kritik karena tidak memanggil pemain seperti Firman Utina atau Eka Ramdani. Ketajaman Timnas Indonesia menurun karena di lini tengah tidak ada pemain kreatif yang mampu menyuplai bola ke para penyerang.

Beberapa pemain merasa Peter Withe sering tidak adil dalam menentukan pemain inti. Ia cenderung memaksakan pemain 'kesayangannya' bermain meskipun performa mereka kurang memuaskan.

Budi Sudarsono sempat marah kepada pelatih asal Inggris ini yang dinilainya terlalu memanjakan Ilham Jaya Kesuma di lini depan Tim Garuda.

Menjelang pertandingan terakhir penyisihan, Budi yang saat itu membela Persik Kediri sempat mengeluarkan ancaman. "Kalau saya tak lagi dimainkan, saya bogem pelatih," kata sang pemain.

Nyatanya, Peter hanya menurunkan Budi sebagai pemain cadangan. Timnas Indonesia hanya bermain imbang 2-2 melawan tuan rumah penyisihan dengan mengandalkan duet Ilham Jaya Kesuma dan Zaenal Arif.

Setelah pertandingan yang berlangsung pada 17 Januari 2007, suasana ruang ganti mencekam. Beberapa pemain menunjukkan secara terbuka ketidakrespekan mereka kepada Peter Withe. Ada insiden memukul loker dan membanting sepatu di ruang ganti.

Kegagalan pun tak terhindarkan pada Piala AFF 2007, dan PSSI mengambil langkah tegas dengan mengakhiri kerja sama pada Januari 2007.

"Kami telah sampai kepada keputusan untuk mengakhiri kontrak Withe," ujar Sekjen PSSI saat itu, Nugraha Besoes setelah Timnas Indonesia tidak mampu lolos ke semifinal Piala AFF 2007.

Pada tahun 2021, Peter Withe sempat mengungkapkan pandangannya mengenai Timnas Indonesia, menyatakan bahwa Tim Garuda jauh lebih buruk dibandingkan dengan Thailand.

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

Video Terkini