Bola.com, Kediri - Peran pelatih sering kali berada dalam posisi yang mudah terkena pemecatan sebelum masa kontrak berakhir. Situasi ini juga terjadi pada Shin Tae-yong, yang menghadapi rumor pemecatan dari jabatannya sebagai pelatih Timnas Indonesia.
Bagi publik yang tidak terlibat langsung dengan PSSI dan Timnas Indonesia, tentu sulit untuk mendapatkan bukti konkret mengenai isu tersebut.
Baca Juga
Erick Thohir, yang menjabat sebagai ketua PSSI, tidak mengungkapkan secara rinci alasan di balik pemutusan kontrak dengan Shin Tae-yong.
Advertisement
Dalam konferensi pers yang diadakan pada Senin (6/1/2024), dia harus menyampaikan alasan penghentian kerja sama dengan cara yang diplomatis.
"Apa yang kita lakukan hari ini tidak lain adalah demi kebaikan Timnas Indonesia," kata Erick Thohir saat membuka pembicaraan.
"Namun, dinamika dari Timnas Indonesia juga harus menjadi perhatian khusus dalam evaluasi kami. Kami menyadari perlunya pemimpin yang mampu menerapkan strategi yang telah disepakati oleh para pemain, meningkatkan komunikasi, serta implementasi yang lebih baik," lanjutnya.
Sulit Dibuktikan
Meski jika dilihat kembali ke masa lalu, adanya pertemuan khusus antara para pemain sebelum pertandingan Timnas Indonesia melawan Arab Saudi yang berakhir dengan kemenangan 2-0, setidaknya dapat disimpulkan adanya kemungkinan munculnya gerakan tersebut.
"Isu Shin Tae-yong menjadi korban dari pergerakan pemain memang sulit untuk dibuktikan. Namun, tindakan pemain untuk menggulingkan pelatih adalah hal yang umum terjadi di dunia sepak bola," kata Gusnul Yakin.
"Saya pun pernah mengalami hal serupa ketika menjadi pelatih klub. Biasanya, hal ini dilakukan oleh pemain yang paling berpengaruh dalam tim. Kemudian, dia memprovokasi rekan-rekannya untuk melakukan kudeta," tambah pelatih yang juga seorang pengamat sepak bola tersebut.
Advertisement
Pernah Terjadi dalam Sepak Bola di Indonesia
Dalam dunia jurnalistik sepak bola, Bola.com sering kali menjadi tempat bagi pelatih untuk mengungkapkan keluhan mereka setelah menjadi korban dari tindakan pemain. Pada tahun 2004, Jaya Hartono harus menyampaikan kekecewaannya ketika secara tiba-tiba harus meninggalkan posisinya sebagai pelatih Persik. Padahal, pada musim 2003, mantan bek kiri Timnas Indonesia di era 1990-an ini baru saja memberikan gelar juara Divisi Utama kepada Macan Putih.
Hal yang sama juga dialami oleh Aji Santoso yang harus kembali ke Malang setelah mengalami kudeta oleh pemain Persisam Putra Samarinda pada musim ISL 2009-2010. Pada saat itu, Gusnul Yakin, Jaya Hartono, dan Aji Santoso sempat menyebutkan beberapa nama pemain yang dianggap sebagai penggerak utama dalam upaya penggulingan mereka. "Jika ada move seperti itu, manajemen selalu memilih berada di pihak pemain. Logikanya memecat pelatih lebih mudah untuk cari penggantinya, daripada memecat beberapa pemain saat kompetisi berjalan," ujar Gusnul Yakin.
"Ya, seperti itulah yang terjadi di semua tim sepak bola. Apakah di level klub atau tim nasional. Para pelatih susah sadar dengan risiko dipecat di tengah jalan seperti itu," tuturnya.
Fenomena ini menunjukkan bahwa dalam dunia sepak bola, posisi pelatih sering kali berada dalam situasi yang rentan, terutama ketika berhadapan dengan gerakan pemain yang berpengaruh. Keputusan manajemen lebih cenderung mendukung pemain, karena mengganti pelatih dinilai lebih praktis daripada harus merombak susunan pemain di tengah kompetisi.
Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence