Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi salah satu lembaga yang 'kebakaran jenggot' terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan (KUHP) yang saat ini tengah digodok di DPR. Sebab ada pasal-pasal yang dinilai berpotensi melemahkan kewenangan KPK.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menilai pembahasan RUU KUHAP-KUHP sarat akan kepentingan apabila dibahas secara eksklusif dan tidak bersifat elitis. Hal itu bisa membawa negara ke dunia kegelapan.
Baca Juga
"Seluruh masyarakat yang kelak menjadi penerima dampak dari kejahatan korupsi. Kalau begitu, maka selamat datang kegelapan," ujar Bambang dalam pesan singkatnya di Jakarta, Senin (24/2/2014).
Advertisement
Yang ia maksud dengan dunia kegelapan adalah ketika pembahasan RUU KUHAP-KUHP hanya melibatkan pihak stakeholder, tidak melibatkan lembaga terkait, seperti Mahkamah Agung (MA), Komisi Yudisial (KY), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), dan Komisi Kejaksaan.
"Pembuatan Revisi KUHAP dan KUHP itu harus selalu berpihak pada kepentingan rakyat, keadilan, dan kebenaran. Harus dilakukan dengan melibatkan seluas-luasnya kalangan publik," kata dia.
Hasil dari pembahasan RUU KUHAP-KUHP seperti itu, menurut Bambang, pasti tidak memihak kepada KPK, melainkan pihak yang berkepentingan dan para koruptor. Alhasil, rakyat pun semakin menderita karena uangnya dimakan koruptor. Sementara koruptor semakin senang.
"Pembuatan Revisi KUHAP dan KUHP itu harus selalu berpihak pada kepentingan rakyat, keadilan, dan kebenaran. Harus dilakukan dengan melibatkan seluas-luasnya kalangan publik," tandas Bambang.
Isi RUU KUHAP-KUHP yang disusun DPR dan Presiden dinilai sebuah bentuk kemunduran dari perkembangan hukum di Indonesia. Terutama dalam penanganan korupsi.
Beberapa poin dalam RUU KUHAP-KUHP ditengarai merupakan cara sejumlah pihak untuk melemahkan KPK. Misalnya saja poin mengenai penyitaan harus dilakukan dengan izin pengadilan.
Secara substansi, isi RUU KUHAP-KUHP tentang perkara korupsi juga dinilai telah menunjukan cara pandang DPR dan pemerintah yang tidak lagi memandang korupsi sebagai kejahatan serius.
Sebab di RUU itu korupsi hanya dipandang sebagai kejahatan biasa sehingga penanganannya juga dilakukan seperti kejahatan biasa lainnya. Riz