Sukses

`Perang` Caleg di Jateng: Saling Rusak Atribut Kampanye

Kurang dari sebulan menjelang Pemilu Legislatif 9 April mendatang, persaingan antarpartai politik kian panas.

Liputan6.com, Semarang - Kurang dari sebulan menjelang Pemilu Legislatif 9 April mendatang, persaingan antarpartai politik kian panas. Kompetisi tak sehat tampak dari maraknya perusakan alat peraga kampanye.

Salah satu partai yang paling banyak mengalami kerusakan alat peraga di Kota Semarang adalah PKS. Perusakan terhadap partai berlambang bulan sabit dan padi itu bervariasi. Mulai dari pencabutan atribut kampanye, penyobekan, hingga corat–coret alat peraga.

Menurut ketua DPD PKS Kota Semarang Agung Budi Margono, intimidasi ini adalah tindakan tidak beradab dan mencederai semangat berkompetisi dalam demokrasi secara sehat.

"Kita tidak akan terprovokasi atas kejadian ini dan tetap fokus mencapai target 2 besar di Kota dan 3 besar di Jateng," kata Agung di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (11/3/2014).

Ia menambahkan, pihaknya akan melaporkan secara resmi perusakan tersebut kepada Panwaslu. Selain itu, juga meminta kepada Pemerintah dan struktur partainya untuk melakukan investigasi terhadap kasus ini.

"Harus ada tindakan investigasi, dan jika bisa diusut akan dilaporkan ke Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu)," ujarnya.

Untuk memasang atribut di satu titik, rata-rata caleg butuh waktu 2 jam. Antoni, kader dari PKB menjelaskan, pihaknya perlu mempersiapkan peralatan terlebih dulu.

Hal senada disampaikan Amad Zunaidi dari PKS. Menurutnya pemasangan atribut biasanya dilakukan saat ada bakti sosial.

"Kita butuh waku sekitar 2 jam, pemasangan yang langsung di rusak di sampangan itu untuk keperluan bakti sosial di Lempongsari dan Gajahmungkur. Eh baru ditinggal bendera tersebut sudah dicabuti," ungkap Amad Zunaidi.

Di kawasan Pedurungan, Semarang, atribut caleg dari PKB dan Golkar yang banyak menjadi korban. Rata-rata pengrusakan dilakukan dengan menyobek nama dan nomer urut caleg.

Dari pantauan Liputan6.com, perusakan atribut paling banyak terjadi di daerah pinggiran atau perkampungan. Sejauh ini belum ada upaya penertiban alat peraga kampanye maupun investigasi atas kompetisi yang tidak sehat itu. (Ismoko Widjaya)