Liputan6.com, Yogyakarta - Peneliti Senior Institute Research Empowerment (IRE) Jogja, Ari Sujito menilai, siapa cawapres Jokowi tidak harus kalangan militer. Tapi bisa berasal dari tokoh sipil seperti Jusuf Kalla (JK) atau Mahfud MD.
"Tidak harus dari militer. Kecendrungan sipil-militer dalam pengertian formal sudah mulai kabur ketika memang tentara mulai meyakini tidak masuk dalam politik. Dia harus konsisten dengan pilihan itu. Ya kalo nggak JK, ya Mahfud MD nanti," kata Ari kepada Liputan6.com di Yogyakarta, Jumat (4/4/2014).
Menurut Ari, siapa cawapres yang maju dalam pilpres mendapingi Jokowi masih tergantung perolehan suara selama Pileg. Bila perolehan suara PDIP tinggi, maka PDIP akan lebih mudah memilih cawapres Jokowi.
"Siapa cawapresnya itu sangat dipengaruhi perolehan suara. Kalau perolehan suaranya besar ya bergaining-nya lebih enak milihnya dan lebih gampang," ujar Ari.
Ia menilai, adanya anggapan capres sipil haru berpasangan dengan cawapres militer berasal dari kekhawatiran kaum kapitalis. Menurutnya, capres maupun cawapres dari kalangan sosialis tidak masalah. Justru tokoh Jokowi dengan sikap kerakyatan bisa mendorong integrasi nasional melalui kebijakannya.
"Yang khawatir pada sosialisme itu adalah kaum kapitalis. Selama ini kan sudah banyak presidennya yang kapitalis nampaknya mengalami kegagalan. Jokowi tampil dengan sikap kerakyatan dan bisa terdorong peran negara yang sosial demokratis. Menurut saya, era sekarang itu yang membuat integrasi nasional bukan tentara. Tapi tentang kebijakan yang adil antardaerah, penegakan hukum efektif itu akan membantu integrasi nasional," tukas Dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.
Cawapres Jokowi Tak Harus dari Militer
Tapi bisa berasal dari tokoh sipil seperti Jusuf Kalla (JK) atau Mahfud MD.
Advertisement