Liputan6.com, Jakarta - Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) mengimbau kepada masyarakat, agar berhati-hati terhadap permainan politik uang yang dilakukan peserta pemilu menjelang pemungutan suara Pileg 9 April 2014.
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) M Afiffudin mengatakan, fenomena membeli suara atau diistilahkan 'wani piro' semakin gencar dan cenderung dilakukan terang-terangan oleh peserta pemilu kepada calon pemilih.
"Itu istilah 'wani piro' indikasinya ada yang sudah dibagi di hari tenang, saat serangan fajar, ada yang dari tim sukses dengan melibatkan masyarakat," kata Afif, usai siaran pers 'Berikan Suara Kita, dan Kawal Pemilu 2014, di Cikini, Jakarta Pusat, Senin (7/4/2014).
Afif mengatakan, selain dilakukan pada masa tenang dan saat menjelang pemungutan suara, politik uang juga dilakukan dengan modus memberikan setelah mencoblos atau model pascabayar. Pascabayar ini umumnya dengan menunjukkan bukti coblosan.
"Menunjukkan atau memberi bukti yaitu bentuk contoh coblosan. Itu pun tergantung harganya. Makanya perdebatan (deal harga) jelang pemungutan suara," ucap Afif.
Kendati, kata Afif, praktik politik uang diduga sebagian besar dilakukan sebelum pencoblosan. Selain dianggap mudah, juga untuk menghindari kecurigaan publik. Sebenarnya, model politik 'wani piro' paling mudah diidentifikasi menjelang pemungutan suara.
"Karena fungsi saksi atau petugas pengawas pemilu hanya konsentrasi saat pencoblosan. Makanya ini butuh peran masyarakat luas saling melaporkan gejala itu," tandas Afif. (Elin Yunita Kristanti)
Baca juga: