Liputan6.com, Bekasi - Hajatan politik lima tahunan nampaknya tak bisa dirayakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Para pemulung di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TSPT) justru harus berjibaku dengan bau busuk sampah dan teriknya panas matahari saat rakyat yang lain menggunakan hak pilih.
"Inginnya nyoblos, cuma bagaimana tidak punya KTP Bekasi," sesal salah satu pemulung di Bantar Gebang, Towal saat berbincang dengan Liputan6.com, Rabu (9/4/2014).
Pria asal Indramayu itu sebenarnya ingin sekali menentukan pilihan untuk pemimpin barunya, tetapi, tidak adanya biaya untuk balik ke kampung mengurungkan niatnya dan memilih tetap memulung.
"Di sini teman-teman yang dari Indramayu tidak bisa menggunakan hak pilihnya," imbuh dia.
Towal mengaku memperoleh pendapatan bersih sekira Rp 70 ribu-Rp 80 ribu per hari. Ia memulung mulai dari pukul 08.00 WIB hingga selesai.
"Sekarang lagi sepi sampah. Wong banyak yang libur gara-gara pemilu," keluhnya.
Sementara itu, Towal pun berharap Pemilu tahun ini benar-benar berdampak pada rakyat kecil. Sehingga, kata dia, nasib seperti pemulung bisa berubah.
"Jangan kaya yang udah-udah, cuma buat janji tapi tidak ada perubahan. Saya juga mau berubah, jangan jadi pemulung terus," harap Towal yang telah lima tahun memulung di Bantar Gebang itu.
Tak Bisa Ikut Nyoblos, Pemulung Bantar Gebang Kecewa
Para pemulung harus berjibaku dengan bau busuk sampah dan teriknya panas matahari saat rakyat yang lain menggunakan hak pilih.
Advertisement