Liputan6.com, Jakarta - 'Jokowi effect' dinilai tak sesuai dengan harapan PDIP. Suara partai moncong putih itu tak tembus 20% suara di berbagai perhitungan cepat (quick count) perolehan Pileg 2014. Padahal, berbagai lembaga survei memprediksi PDIP setidaknya dapat meraih 30%.
Hal ini berbeda jauh dengan Partai Gerindra. Suara partai besutan Prabowo Subianto itu melonjak 200% dibanding 2009. Apa yang menyebabkan hal itu? Padahal, Jokowi begitu dielu-elukan warga.
"Faktornya, asosiasi Prabowo lebih kuat. Faktor tokoh lebih kuat Prabowo ke Gerindra dibanding Jokowi ke PDIP," kata peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Adjie Alfaraby di Jakarta, Jumat (11/4/2014).
Adjie menilai, nama Prabowo sangat melekat dengan Partai Gerindra. Karena itu, begitu warga suka dengan Prabowo, sudah pasti akan memilih Gerindra. Hal ini berbeda dengan Jokowi dan PDIP.
"PDIP bukan hanya Jokowi, tapi masih ada Megawati sebagai pimpinan partai. Jadi belum tentu orang yang suka dengan Jokowi akan memilih PDIP. Jokowi dan PDIP tidak melekat seperti Prabowo dan Gerindra," lanjutnya.
Selain faktor ketokohan yang melekat dengan partai, lanjut dia, tak bisa dipungkiri pendanaan Gerindra juga tak kalah kuat. Terlebih ekspose di hampir seluruh media membuat nama Prabowo semakin melekat di benak masyarakat.
"Gerindra pendanaannya kuat, ekspose media juga kuat. Jadi semakin menguatkan asosiasi Prabowo dan Gerindra, seperti SBY dan Demokrat," pungkas Adjie.
Pengamat: Ketokohan Prabowo Lebih Kuat dari Jokowi
Suara partai moncong putih itu tak tembus 20% suara di berbagai perhitungan cepat (quick count) perolehan Pileg 2014.
Advertisement