Liputan6.com, Jakarta - Pada pekan lalu, tulisan bertajuk Revolusi Mental oleh Joko Widodo terbit dalam kolom opini Harian Kompas, Sabtu 10 Mei 2014. Di hari itu juga, sebuah tulisan berjudul sama ditulis oleh Romo Benny juga terbit di Koran Sindo. Keduanya pun sempat menjadi pembicaraan masyarakat.
Terkait itu, pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Hamdi Muluk pun mencoba menelusuri gagasan Revolusi Mental itu.
"Di media sosial ramai. Akhirnya saya telusuri, apakah Revolusi Mental ini gagasan orisinal Jokowi atau istilah generik atau umum yang memang dibicarakan orang?" ujar Hamdi di Galeri Cafe, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (15/5/2014).
Ternyata dari penelusurannya pada tahun 1997 dalam wawancara K.H. Mustofa Bisri atau Gus Mus di sebuah majalah, Gus Mus mengatakan bahwa kita memerlukan revolusi mental. Hamdi mengatakan Gus Mus berbicara agar warga Indonesia keluar dari mental terjajah dengan merevolusi pikiran, budaya, cara hidup, dan mindset (pola pikir) untuk menjadi bangsa yang mandiri.
Selain itu, sejumlah tokoh agama pada tahun 2002 lalu mengatakan masyarakat juga memerlukan revolusi mental. Selanjutnya yang paling fenomenal, lanjut Hamdi, dalam pidato kebudayaan Mochtar Lubis tahun 1972 dengan frasa yang berbeda. Mochtar juga mengatakan tentang pengubahan mind set dengan berpisah dari mentalitas lama.
"Sama. Kurang lebih sama. Di ilmu manajemen juga ada, berbicara tentang mental revolution dan changing mindset," kata Hamdi.
Kemudian beberapa hari lalu, dosen psikologi politik itu mengaku membaca sebuah buku berjudul Phsycological Capital yang juga berbicara mengenai mindset. Juga tentang realism, optimism, hope, dan confident (realisme, optimisme, harapan, dan keyakinan).
"Persis. Ternyata mirip dengan apa yang dikatakan Jokowi. Ini yang dimaksud Jokowi revolusi mental. Kalau ditanya saya, itu namanya psikologi capital. Sesuatu yang tidak terlalu baru, cuma Jokowi mungkin mau mengingatkan kita lagi," pungkas Hamdi.
Pengamat: Revolusi Mental Jokowi Bukan Gagasan Baru
Menurut pengamat Hamdi Muluk, gagasan ini pernah dikemukakan dalam wawancara Gus Mus di sebuah majalah.
Advertisement