Liputan6.com, Jakarta - Rhoma Irama tak sendiri lagi. Raja Dangdut itu tak harus meratapi nasib sendirian setelah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang sebelumnya begitu kencang menjadikan dirinya sebagai bakal calon presiden (capres), sekarang berbalik membuang muka.
Lebih menyakitkan bagi pelantun lagu Begadang itu, setelah Pemilu Legislatif 2014 selesai digelar, raihan suara PKB melonjak sekitar 4% dibandingkan Pileg 2009. Kalangan internal PKB ramai-ramai menampik adanya faktor Rhoma effect sebagai pendongkrak suara.
Kini, Rhoma bolehlah berbagi cerita dengan Dahlan Iskan, Menteri BUMN yang juga peserta Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat. Nasib Dahlan memang seirama dengan Rhoma. Bedanya, partai politik tempat Dahlan bertarung meraih tiket capres, perolehan suaranya turun tajam dibandingkan Pileg 2014.
Sejak awal konvensi, Dahlan sudah diprediksi sebagai peserta yang akan memenangkan kompetisi. Dibandingkan 10 peserta konvensi lainnya, Dahlan jauh lebih unggul, baik dari elektablitas maupun popularitas. Itu terbukti ketika Partai Demokrat mengumumkan pemenang konvensi pada Jumat 16 Mei 2014.
Dihadiri Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan jajaran elite Demokrat lainnya, nama Dahlan disebut oleh Ketua Komite Konvensi Maftuh Basyuni dalam acara di Kantor DPP Demokrat. Berdasarkan hasil 3 survei, Dahlan Iskan menduduki peringkat pertama mengalahkan 10 peserta konvensi lainnya.
Hanya sampai di situ. Tak ada rencana, gagasan atau upaya Demokrat membawa nama Dahlan ke tingkat yang lebih tinggi. Misalnya, dengan memoles atau mempersiapkan Dahlan menjadi capres atau cawapres dengan koalisi antarparpol yang akan dibentuk.
SBY yang ikut memberi sambutan mengakui elektabilitas 11 peserta konvensi memang relatif kecil. Hal ini lantaran sistem konvensi yang dinilainya masih asing di tengah masyarakat.
"Barangkali di negeri ini belum semuanya akrab dengan model atau sistem atau pilihan (konvensi) ini," kata SBY.
Padahal, kata SBY, para peserta konvensi memiliki visi dan misi yang kuat. Selain itu, mereka juga memiliki kapabilitas dan integritas yang baik untuk menjadi pemimpin bangsa.
Usai acara, nama Dahlan juga ikut hilang. Tak ada lagi pembicaraan soal konvensi atau rencana Demokrat mengusung capres-cawapres. Partai ini sepertinya sudah patah arang dengan perolehan suaranya yang terjun bebas dan bersiap sebagai oposisi.
Entah sudah menduga atau memang tak siap menanggung luka, pada acara pengumuman pemenang konvensi ini Dahlan tak hadir. Anehnya pula, tak ada elite Demokrat yang mempertanyakan ketidakhadiran itu.
"Masing-masing ada agenda dan kegiatan. Tapi yang pasti, semua peserta konvensi mendapatkan hasil transparan yang dibacakan komite konvensi. Semua sudah disampaikan," ujar Wasekjen Partai Demokrat Ramadhan Pohan menanggapi ketidakhadiran Dahlan.
Yang mengagetkan, hanya berselang sehari, terungkap bahwa diam-diam sudah ada poros yang dibentuk Partai Golkar dan Demokrat. Petinggi kedua partai itu telah bertemu dan sepakat membentuk poros baru yang mengusung Aburizal Bakrie alias Ical dan Pramono Edhie Wibowo sebagai pasangan capres-cawapres.
"Iya benar, sudah disepakati, dan dilaporkan ke masing-masing ketua umum partai," ujar elite Golkar sekaligus Menteri Perindustrian MS Hidayat saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu 17 Mei 2014.
Menurut Hidayat, pertemuan itu dilakukan perwakilan elite 2 partai pada Jumat malam atau usai pengumuman pemenang konvensi. Partai berlambang beringin diwakili MS Hidayat, Wakil Ketua Umum Golkar Agung Laksono, dan Sekjend Golkar Idrus Marham. Sedangkan Demokrat oleh Syarief Hasan, Jero Wacik, dan Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas).
Kabar ini jelas sangat mengejutkan, karena meski Dahlan dan Pramono sama-sama peserta konvensi, hasil survei 3 lembaga yang bekerja sama dengan Komite Konvensi memperlihatkan elektabilitas Dahlan jauh meninggalkan Pramono.
Dahlan Iskan
LSI: Januari 15,2%, Mei 17,5%
Populi: Januari 21,7%, Mei 23%
MarkPlus: Januari 15,7%, Mei 18,7%
Pramono Edhie Wibowo
LSI: Januari 6%, Mei 4,3%
Populi: Januari 2,8%, Mei 3,4%
MakrPlus: Januari 1,6%, Mei 1,7%
Lantas, alasan apa yang membuat Pramono kemudian dipilih untuk dijadikan sosok yang diunggulkan, mewakili Demokrat dalam kontestasi 9 Juli mendatang? Bukankah sebagai pemenang konvensi, secara etika politik Dahlan yang harusnya diusung, ketimbang adik ipar Ketua Umum Demokrat itu.
Jawaban untuk pertanyaan itu antara lain datang dari Ketua Harian Demokrat Syarief Hasan. Dia mengatakan, pihaknya tak mengusung Dahlan sebagai capres, lantaran partainya hanya meraup suara 10,19%, jauh dari persyaratan pengusungan capres atau presidential threshold, yaitu 25% suara sah nasional atau 20% kursi DPR.
"Demokrat kan cuma 10%. Kami tahu diri," ujar Syarief Hasan di rumah dinasnya, Kompleks Menteri kawasan Widya Chandra, Jakarta Selatan, Sabtu pekan lalu.
Selain itu, menurut Syarief, Konvensi Demokrat digelar untuk mengusung capres. Jadi, Dahlan Iskan tetap tak bisa diusung meski hanya sebagai cawapres. Sebab, Demokrat menyerahkan kepada capres dari mitra koalisi untuk menentukan siapa perwakilan Demokrat yang dipilih sebagai cawapres.
"Yang menentukan cawapres silakan capres," kata Menkop dan UKM ini. Dia mencontohkan, apabila Demokrat jadi berkoalisi dengan Golkar, maka pihaknya menyerahkan capres Golkar untuk memilih sosok cawapres yang tepat dari Demokrat.
Namun, belum apa-apa sudah muncul sikap pesimistis dari sejumlah kalangan atas munculnya pasangan Ical-Pramono ini. Juru bicara Partai Golkar Tantowi Yahya menilai, koalisi Golkar dan Demokrat yang mengusung keduanya sulit mendapatkan titik temu.
"Semalam saya berbicara dengan Idrus (Idrus Marham). Menurut beliau sulit untuk ketemunya, banyak kendala," kata Tantowi di Jakarta, Sabtu pekan lalu.
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Golkar ini mengaku kaget, saat politikus senior Golkar MS Hidayat menyatakan terbentuknya pasangan Ical-Pramono. "Kalaupun ada, ini akan dibahas di steering committee rapimnas. Kalau ini dianggap representatif bisa dimasukkan opsi," tambah Tantowi.
Direktur Eksekutif Pol Tracking Hanta Yudha juga meragukan potensi kemenangan Ical-Pramono, jika benar diusung dalam Pilpres 9 Juli mendatang. Kedua tokoh tersebut dinilai sebagai figur lama. Sehingga, dianggap belum mampu mendatangkan harapan baru bagi rakyat.
"Kalau ada wow faktornya, faktor kejutannya, bisa saja. Tapi kalau figur lama, tidak ada kejutan atau surprise, mungkin landai juga," kata Hanta.
Peluang Ical-Pramono dinilainya berelektabilitas rendah. Tidak sebesar Jokowi dan Prabowo yang memiliki elektabilitas tinggi. Keduanya dianggap tokoh lama yang tak akan menimbulkan pergerakan suara untuk partainya, melainkan statis atau jalan di tempat.
"Sudah stagnan. Agak sulit memang. Tapi tergantung pertarungan 2 bulan ini. Kita tidak tahu, karena ini kan fluktuatif, tiap detik bisa berubah. Tapi kalau saya ditanya hari ini, yang kuat itu Jokowi dan Prabowo. Ical-Pramono masih jauh dari Jokowi dan Prabowo," ujarnya.
Namun, keyakinan Dahlan bahwa Demokrat setengah hati menjadikannya sebagai capres atau cawapres sudah dirasakan sebelum pengumuman pemenang konvensi. Saat nama Dahlan belum diumumkan sebagai pemenang, petinggi Demokrat menyebutkan adanya keinginan berkoalisi dengan Golkar, sembari menyandingkan Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Gita Wirjawan sebagai capres-cawapres.
"Nanti di sana kalau disandingkan dengan Gita Wirjawan cantik sekali," ujar Wasekjen Demokrat Ramadhan Pohan dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis 15 Mei 2014.
Wakil Ketua Komisi I DPR ini menjelaskan, elektabilitas Sultan berdasarkan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) bisa menandingi elektabilitas Jokowi dan Prabowo. Selisihnya hanya sekitar 3-4%. "Selisihnya cuma 3%. Bayangkan itu, itu belum kampanye," ujar Pohan.
Lagi-lagi ini jadi masalah, karena Gita yang mantan Menteri Perdagangan itu juga menjadi salah satu peserta konvensi. Anehnya lagi, wacana itu disebutkan sebelum hasil konvensi dirilis.
Masuknya nama Sri Sultan juga dibenarkan Ketua Harian Demokrat Syarief Hasan. "Ya, Hamengkubowono X masuk radar Partai Demokrat. Sedang didiskusikan," katanya.
Dahlan sendiri menanggapi pilihan Demokrat ke sejumlah tokoh itu dengan santai. "Ibaratnya, dapat cokelat yang enak, tapi cokelat sudah diambil orang. Atau, seperti dapat cokelat, saya nggak dapat makan, " kata Dahlan di Jakarta, Jumat 16 Mei lalu.
Meski mengatakan senang menjuarai konvensi, Dahlan menyatakan tetap bersikap realistis. "Saya berharap (capres), saya artinya nggak realistis. Semua yang berpikir sehat itu biasanya punya sikap realistis," ucap dia.
Meski gagal menjadi capres, Dahlan menegaskan tetap menghormati keputusan Ketum Demokrat. SBY yang juga Presiden RI itu dinilainya sebagai sosok yang hebat.
"Saya tetap hormat pada Pak SBY. Beliau hebat. Sudah banyak tokoh hebat hanya bisa dua tahun jadi presiden. Beliau bisa 10 tahun. Ekonomi hebat," tulis Dahlan dalam akun Twitter-nya, @iskan_dahlan, Jumat 16 Mei 2014.
Meski begitu, ia menegaskan akan mendukung presiden yang terpilih pada Pilpres 2014 mendatang. "Agar Indonesia kita terus maju menjadi salah satu negara terbesar di dunia," tutup Dahlan.
Dengan semua manuver Demokrat itu, akan menjadi sangat menarik untuk melihat pergulatan yang terjadi di Rapimnas Demokrat yang digelar Sabtu 17 Mei, berbarengan dengan agenda serupa Golkar. Artinya, hingga kini semuanya masih serba belum pasti, apalagi dengan banyaknya nama yang beredar di internal Demokrat.
Tapi, satu yang sudah pasti. Dahlan sudah kehilangan selera berbicara soal capres atau cawapres dan kemungkinan dirinya diusung Demokrat. Sikap itu tak aneh, jika melihat kurangnya penghargaan atas pastisipasi dan hasil konvensi yang ditunjukkan Demokrat.
Dahlan memang tak harus meratap, karena dia tak sendiri. Rhoma sudah lebih dulu merasakannya dan menunjukkan dirinya tetap tegar. Bahkan, bukan tak mungkin keduanya bersatu, meski tidak di dunia politik. Misalnya, berkolaborasi menggabungkan musik dangdut dengan tarian Gangnam Style yang sempat digandrungi Dahlan itu.
Rhoma dan Dahlan harus membuktikan, mereka memang senasib di dunia politik dan bisa seirama di dunia yang lain.