Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengakui, selama ini partainya kerap mengkritik Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Partai Demokrat.
Kendati, menurut Fadli Zon kritikan tersebut bukan berarti Gerindra membenci dan mempunyai platform (peron) yang bertolak belakang dengan Partai Demokrat.
"Kalau kita kerap mengkritik itu tanda sayang kita. Kalau ada kebijakan yang tidak maksimal kita sayang dengan mereka, makanya kita ingatkan," kata Fadli Zon di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (20/5/2014).
Fadli Zon menegaskan, tidak ada hambatan platform jika Demokrat ingin bergabung dengan poros yang sudah dibentuk Gerindra --untuk mengusung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa pada Pilpres 9 Juli mendatang.
"Kita mencari titik temu dan bukan titik beda. Apa yang kurang kita perbaiki. Kita melangkah lebih jauh. Apa yang kurang solid kita solidkan," ujar Fadli Zon.
Menurut Fadli Zon, saat ini koalisi Demokrat ke Gerindra memang sudah tidak dimungkinkan. Karena Prabowo-Hatta sudah didaftarkan ke KPU dengan 6 partai pengusung, yakni Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Golongan Karya (Golkar).
Kendati, Fadli berharap Demokrat bisa memberikan dukungan informal. "Ya dukungan, meskipun tidak secara formal itu nggak apa-apa. Tetap kami terima," tandas Fadli.
Demokrat yang sebelumnya menggelar Konvensi Capres Partai Demokrat untuk mencari sosok capres-cawapres, harus kandas di jalan sebelum Pilpres 9 Juli mendatang. Sebab partai yang dipimpin SBY itu hanya mampu mendulang suara 10,19%.
Padahal, Pasal 9 UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pilpres dan Wapres menyebutkan, pasangan calon diusulkan partai atau gabungan partai peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah nasional dalam Pileg, sebelum pelaksanaan Pilpres.
Namun Demokrat dengan tegas tidak memihak kepada partai poros mana pun, yakni poros Gerindra maupun poros PDIP. Demokrat lebih memilih menjadi partai oposisi pada Pemilu kali ini.
Juru bicara Partai Demokrat Ruhut Sitompul menyatakan, semua kader Demokrat siap berada di luar pemerintahan lima tahun mendatang. Pihaknya akan mengkritisi pemerintahan terpilih hasil Pilpres 9 Juli mendatang.
"Kalau aku siap. Dan kita semua siap kok. Kemarin semua menyatakan siap," ujar Ruhut saat dihubungi, Senin 19 Mei lalu.
Ruhut menjelaskan, berdasarkan keputusan Rapimnas, Demokrat akan berada di luar pemerintahan. Keputusan itu diambil setelah hanya ada dua poros dalam Pilpres mendatang, yaitu poros pendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan poros pendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla.
"Kita tidak di blok Jokowi. Kita tidak di blok Prabowo," ucap mantan pengacara itu.
Sementara pengamat politik Heri Budianto menilai, salah satu alasan Partai Demokrat menjadi oposisi karena tidak ada tokoh mumpuni yang dimiliki partai berlambang bintang Mercy itu.
"Karena minimnya calon yang akan diusung dan memiliki elektabilitas masih jauh di bawah Jokowi maupun Prabowo. Inilah yang membuat SBY kemudian memutuskan oposisi," kata Heri saat dihubungi, Selasa 20 Mei.
Waketum Gerindra: Kritik ke Demokrat Tanda Sayang Kita
Waketum Gerindra Fadli Zon menilai, tidak ada hambatan platform jika Demokrat ingin bergabung dengan poros Gerindra.
Advertisement