Sukses

MK Pastikan TNI-Polri Tak Punya Hak Pilih dalam Pilpres 2014

Perdebatan selama ini tentang wacana hak pilih TNI/Polri pun berakhir sudah.

Liputan6.com, Jakarta - Wacana militer dapat menggunakan hak pilih dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 9 Juli mendatang, berakhir sudah. Pada hari ini Mahkamah Konstitusi memastikan TNI/Polri tak memiliki hak pilih dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 9 Juli mendatang.

"Dengan adanya putusan tersebut, maka perdebatan selama ini tentang wacana hak pilih TNI/Polri dan adanya kekosongan hukum dalam UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan wakil Presiden (UU 42/2008) pun terjawab," kata pihak Indonesian Institute for Constitutional Democracy (IICD) dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Rabu (28/5/2014).

Sebelumnya, melalui permohonan yang diajukan Ifdhal Kasim dan Supriyadi W. Eddyono dengan kuasa hukum dari IICD, para pemohon mempersoalkan ketentuan dalam Pasal 260 UU 42/2008. "Ketentuan ini menyatakan bahwa dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009, anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan haknya untuk memilih," papar IICD.

Masalah timbul karena UU tersebut hanya spesifik mengatur ketentuan untuk Pilpres 2009, sedangkan UU tersebut masih berlaku untuk Pilpres 2014.

"Para pemohon mendalilkan bahwa tampaknya ada yang terlupa dalam pembahasan di UU 42/2008 yang kemungkinan besar para perumus dan pembahasan lupa dengan hal ini, atau ada alasan lain yang perlu penegasan sebab dampak dari pengaturan ini sangatlah besar," imbuh IICD.

Traumatis militeristik masa lalu dan masih berlakunya sistem komando teritorial, serta atas dasar pertimbangan politik dan sosiologis, dan bersandar atas rezim hukum internasional khususnya mengenai pembatasan, menjadi dasar argumentasi lainnya dari para pemohon mengapa TNI/Polri masih dituntut untuk netral dalam pemilu dan pilpres.

IICD menjelaskan, secara langsung masalah yang timbul adalah ketentuan tersebut masih akan digunakan untuk Pilres 2014. "Karena hingga saat ini belum ada aturan baru yang menentukan secara berbeda, belum ada Undang-undang Pilpres yang baru di luar undang-undang tersebut," urai IICD.

"Potensinya adalah hadirnya ketidakpastian hukum akan hak pilih TNI/Polri dalam pilpres mendatang, dan keadaan ini tentu saja bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945," lanjut IICD.

Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa argumentasi dan dalil dari para pemohon beralasan menurut hukum. MK berpendapat bahwa sudah selayaknya TNI/Polri netral dalam penyelenggaraan pemilu dan pilpres.

Selain itu, MK menyebutkan bahwa pembatasan hak berdasarkan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 dapat dibenarkan sepanjang dilakukan dengan mekanisme yang berdasarkan hukum dan terdapat alasan kuat yang mendasari dilakukannya pembatasan tersebut.

"Atas dasar pertimbangan tersebut MK akhirnya mengabulkan menerima dan mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya dengan menyatakan pasal 260 UU 42/2008 inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat selama frase tahun 2009 tidak dimaknai tahun 2014," pungkas IICD.