Liputan6.com, Jakarta - Oleh: Nadya Isnaeni, Silvanus Alvin, dan Widji Ananta
Penggunaan lambang burung garuda di dada kanan pasangan capres dan cawapres nomor urut 1 Prabowo Subianto menuai kritik. Bukan cuma masalah penempatannya yang dinilai menciderai nasionalisme bangsa lantaran tak digunakan di dada sebelah kiri dekat jantung, namun penggunaan lambang yang mirip dengan Garuda Pancasila adalah dilarang.
Baca Juga
UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan Pasal 54 Ayat 3 UU menegaskan, atribut berupa lambang negara pada pakaian harus digunakan di dada sebelah kiri.
Advertisement
"Lambang negara sebagai lencana atau atribut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 Huruf E dipasang pada pakaian di dada sebelah kiri," isi pasal tersebut.
Dalam Undang-Undang itu tak ada pelarangan dalam mengenakan lambang Garuda Pancasila bagi masyarakat. Hanya saja, lambang garuda yang dikenakan harus benar-benar memenuhi kriteria yang diatur undang-undang. Tak boleh sembarangan, hanya asal menyerupai.
"Setiap orang dilarang membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai lambang negara," bunyi Pasal 57 Huruf C UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
Pasal ini pernah digugat bersama Pasal 57 Huruf D pada 2011 lalu oleh Tim Koalisi Gerakan Bebaskan Garuda Pancasila. Kedua pasal itu dinilai diskriminasi dan menciderai kebebasan masyarakat untuk mengekspresikan rasa nasionalismenya.
Berikut isi Pasal 57 Huruf D UU 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan: "Setiap orang dilarang menggunakan lambang negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-undang ini."
Namun akhirnya Mahkamah Konstitusi (MK) yang dipimpin Mahfud MD saat itu -- kini menjadi ketua tim pemenangan Prabowo-Hatta -- memutuskan untuk mengabulkan gugatan terhadap Pasal 57 Huruf D yang dianggap inkonstitusional. Sementara Pasal 57 Huruf C dinyatakan tidak bertentangan dengan konstitusi.
Hal ini tertuang dalam putusan MK Nomor 4/PUU-X/2012. "Pasal 57 Huruf D tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Repulik Indonesia Nomor 5035) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat."
Atas putusan MK itu, siapapun yang membuat lambang yang sama atau menyerupai Garuda Pancasila maka dianggap telah melanggar Undang-Undang dan terancam pidana 1 tahun penjara atau denda maksimal Rp 100 juta. Sementara, lambang Garuda Pancasila sendiri dibolehkan untuk digunakan untuk keperluan apapun.
"Lambang negara merupakan keagungan negara, sehingga ditetapkan menjadi simbol, atribut, dan representasi negara."
Dalam putusan itu disebutkan, lambang negara RI berbentuk Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher garuda dan semboyan Bhineka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh garuda. Garuda dengan perisai memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar.
"Garuda memiliki sayap yang masing-masing berbulu 17, ekor berbulu 8, pangkal ekor berbulu 19, dan leher berbulu 45 sebagai lambang tanggal 17 Agustus 1945 yang merupakan waktu pengumandangan proklamasi."
"Pada perisai terdapat 5 buah ruang yang mewujudkan dasar pancasila."
Dalam Pilpres 2014 ini, lambang garuda yang menyerupai Garuda Pancasila diugunakan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Penggunaan lambang itu kini menuai kontroversi. Direktur Eksekutif IndoStrategi, Andar Nubowo menyatakan, pasangan capres dan cawapres seharusnya sudah mengerti aturan ini. Apalagi mereka juga akan menjadi contoh keteladanan dan pelajaran masyarakat. Tak boleh keliru.
"Sangat disayangkan jika ada capres yang melanggar aturan pemakaian simbol negara itu. Karena simbol, semua warga harus menghormatinya. Apalagi sudah ada aturannya," ujar Direktur Eksekutif IndoStrategi, Andar Nubowo dalam pesan singkatnya kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat (6/6/2014).
"Capres dan timnya harus tunjukkan keteladanan dan fatsoen (tata krama) politik bagi warga negara, bukan sebaliknya. Menjadi sia-sia bicara nasionalisme, jika soal lambang Garuda saja tidak tepat atau masih keliru menempatkannya," imbuhnya.
Kok Repot?
Namun Ketua Umum Partai Gerindra yang mengusung pasangan Prabowo-Hatta, Suhardi menilai logo garuda pada dada capres-cawapresnya terlalu dilebih-lebihkan. Menurutnya, polemik seputar logo ini membuat masyarakat kehilangan fokus pada Pilpres 2014.
"Apa salahnya? Apalagi itu tak persis lambang negara," kata Suhardi kepada Liputan6.com
"Kita harus prioritaskan, masa kita cari kesalahan sampai ke ujung-ujungnya. Repot amat sih kalau kita bicarakan hal yang tak relevan. Kita sedang dalam situasi mengamankan negara, menyelamatkan generasi ke depan, masa ngurusi logo," imbuhnya.
Suhardi mengatakan, tim Koalisi Merah Putih pendukung Prabowo-Hatta kini tengah berkonsentrasi pada program pemenangan Pilpres 2014. Tak punya waktu untuk mengurusi masalah lambang negara.
"Kita sudah tak ada waktu berbincang hal kecil. Kita mau pastikan Indonesia makmur dan sejahtera, tidak terancam hidupnya dan tidak terancam teroris, tidak terancam negara tetangga. Kita sibuk mengurus masalah besar negara," pungkas Suhardi.
Sebelumnya, pakar psikologi politik dari Universitas Indonesia (UI) Hamdi Muluk juga mengkritisi seputar penggunaan simbol negara ala Prabowo-Hatta. Dia menegaskan, lambang garuda tak boleh digunakan sembarangan.
"Kita ada UU-nya, yang tidak memperbolehkan. Ada tempat-tempat yang diperbolehkan, ada yang tidak," ucap Hamdi. (Mut)
Â