Liputan6.com, Jakarta Kasus kekerasan anak di Indonesia terus bermunculan. Namun pada tahun politik, kedua pasangan capres-cawapres belum juga melirik serius isu kekerasan anak. Visi misi banyak diisi masalah ekonomi dan hukum, sedangkan masalah kekerasan anak hanya sekadar 'pemanis'.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait menilai, isu kekerasan anak yang digaungkan para pasangan capres-cawapres hanya sebagai lips service alias basa-basi. Hal ini sudah terlihat pada Pileg lalu, selesai Pileg selesai pula isu kekerasan anak didengungkan. Ia khawatir, isu tersebut akan bernasib sama saat Pilpres 9 Juli mendatang.
"Di dalam visi-misi memang ada, tapi tidak secara mendalam. Hanya sekadar lips service," ujar Arist saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (7/6/2014).
Advertisement
Menurut Arist, masalah kekerasan anak belum menjadi isu utama. Padahal, kasus kekerasan anak yang terjadi belakangan harusnya menjadi keprihatinan bangsa. "Apa pun yang dibicarakan mengenai korupsi, penegakkan hukum dan lain-lainnya untuk generasi mendatang. Tapi anak sendiri tidak pernah dilibatkan," kata Arist.
Padahal, kata Arist, angka kekerasan anak yang diterima Komnas PA terus meningkat. Sepanjang 2013, terdapat 3.339 kasus kekerasan kepada anak. Dari jumlah itu, sebanyak 58% di antaranya kekerasan seksual.
Hingga April 2014, lanjut Arist, Komnas PA menerima 676 kasus kekerasan seksual kepada anak dengan jumlah korban mencapai lebih dari 800 anak. "Sekarang ini bukan lagi 1 pelaku melakukan kekerasan seksual pada 1 anak."
"Saat ini yang terjadi korban atau pelaku kekerasan seksual selalu lebih dari 1. Ada kasus di mana pelakunya massal, sementara kasus lainnya korbannya yang massal," sambung Arist.
Saat ini, menurut Arist, kehadiran pemerintah sebagai pihak yang berperan utama menangani masalah ini sangatlah minim. Hal itu disebabkan minimnya pendataan dan sistem penanganan kekerasan anak.
Kementerian Khusus
Maka itu, kata Arist, pihaknya terus berjuang agar pemerintah dapat membuat kementerian baru, yang khusus menangani perlindungan anak.
"Dengan kementerian khusus ini, perlindungan terhadap anak menjadi terfokus. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam 5 tahun ini tidak bergerak apa-apa, karena tidak punya data kekerasan anak dan anak yang terlanggar. Data itu tersebar di beberapa tempat," katanya.
Arist mengatakan, usulan tersebut juga akan disampaikan kepada kedua pasangan capres-cawapres untuk melihat pendapat mereka. Jika tidak juga menemui titik temu, ia merekomendasikan para pemilih muda untuk tidak memilih pasangan capres yang tidak punya komitmen melindungi anak.
"Kami akan meminta pandangan kedua pasangan mengenai pembentukan kementerian khusus perlindungan anak. Saya akan mengimbau para pemilih pemula yang masih masuk kategori anak-anak, untuk memilih pasangan yang mau mendengar suara anak Indonesia, dengan membentuk kementerian khusus perlindungan anak," tandas Arist.
Pada Pilpres 2014, ada dua pasangan capres-cawapres, yakni pasangan nomor urut 1 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan nomor urut 2 Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK).
Pasangan Prabowo-Hatta didukung 6 partai, yakni Partai Gerindra, PPP, PKS, PAN, PBB dan Partai Golkar. Sementara pasangan Jokowi-JK didukung 5 partai, yakni PDIP, Partai Nasdem, PKB, Partai Hanura, dan PKPI. (Sss)