Liputan6.com, Jakarta - Surat yang diduga berisi pemecatan oleh DKP (Dewan Kehormatan Perwira) kepada Prabowo Subianto sebagai anggota TNI beredar. Tapi, kubu pasangan capres dan cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa tak meyakini keaslian surat itu. Terlebih, dokumen itu merupakan dokumen rahasia negara.
Sekretaris tim pemenangan Prabowo-Hatta, Fadli Zon mengatakan, TNI seharusnya memeriksa dugaan kebocoran dokumen negara bersifat rahasia itu. Terlebih, dokumen itu hanya ada di brankas Panglima ABRI.
"Kita berharap juga institusi TNI mengusut siapa yang membocorkan dokumen-dokumen. Karena itu (dokumen) hanya ada di brankas panglima ABRI, ketika itu dalam hal ini adalah Pak Wiranto," ujar Fadli Zon di Rumah Polonia, Jakarta Timur, Senin (9/6/214).
Menurut Fadli Zon, seharusnya dokumen rahasia negara tidak dipublikasi. Dengan kata lain, ada pihak yang sengaja membocorkan dokumen tersebut.
"Kemarin itu beredar satu dokumen, seolah-olah dokumen DKP itu adalah rahasia negara, berarti ada yang membocorkan rahasia negara. Jadi itu adalah tindakan pidana, membocorkan rahasia negara," kata Fadli Zon.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu meyakini, dokumen yang beredar bukanlah dokumen asli. Dokumen yang memutuskan pemberhentian Prabowo ada dalam Keputusan Presiden (Keppres).
"Itu menurut Kepres No.62/ABRI/1998, Pak Prabowo menurut kepres itu diberhentikan dengan hormat. Jasa-jasanya juga diakui dan juga diberikan pensiun. Dokumen itu tidak akurat, yang akurat adalah dokumen akhir yaitu Keppres," ujar Fadli Zon.
Sementara, Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham menyesalkan kemunculan dokumen itu. Dia menilai, hal itu hanya diada-adakan pihak tertentu. Ia malah merasa diuntungkan akibat munculnya dokumen itu.
"Mengapa hal ini tidak keluar saat Pak Prabowo menjadi wakilnya Ibu Megawati. Saya memiliki keyakinan cara-cara ini memperkuat dukungan kepada Prabowo. Karena Prabowo dizalimi," pungkas Idrus. (Mvi)