Liputan6.com, Jakarta - Surat rekomendasi pemecatan Prabowo Subianto dari TNI beredar sejak beberapa hari lalu. ‎Beredarnya surat itu menjadi perdebatan, khususnya tentang keabsahan surat, diberhentikan dengan hormat atau tidak, serta kenapa dokumen itu bisa bocor ke publik.
Karena itu, pengamat militer Jaleswari Pramodhawardani merasa heran karena perdebatan yang muncul justru lebih kepada redaksional surat. Padahal yang paling penting adalah mengapa mantan Pangkostrad itu bisa dipecat sebagai anggota TNI.
"‎Bocornya surat keputusan DKP, publik dan media lebih berkutat dia diberhentikan secara terhormat atau dipecat. Padahal yang terpenting dan patut diketahui publik adalah mengapa Prabowo diberhentikan dari TNI," ucap Jaleswari dalam sebuah diskusi di Posko JKW4P, Jalan Cemara, Menteng, Jakarta, Jumat (13/6/2014).
Ia pun menilai, semestinya beredarnya surat tersebut bisa membuka mata publik. Walau dikatakan kalau surat pemecatan itu merupakan dokumen rahasia negara, namun apa yang tercantum dalam 8 poin alasan pemecatan Prabowo harus diketahui publik.
"Harusnya ini jadi perhatian kita semua, bagaimana seorang militer yang harus taat pada Sapta Marga dan Sumpah Prajurit melanggar hampir semua pasal yang ada, dan kita tahu prajurit harus diikat hirarki komando yang padu, penghormatan pada HAM, taat konstitusi, dan ini pelanggaran berat yang dilakukan Prabowo saat itu," ucapnya.
‎
Terkait isi surat yang memberhentikan Prabowo dengan hormat, Jaleswari menilai tindakan DKP yang merekomendasikan pemberhentian tersebut merupakan hal yang wajar. Menurut dia, status Prabowo yang adalah menantu mantan Presiden Soeharto tidak memungkinkan bila Prabowo dipecat secara tidak hormat.
"Agum Gumelar sendiri mengatakan itu bentuk kompromi karena ia menantu Soeharto. Dan memang, menurut saya itu adalah kompromi maksimal yang bisa dilakukan dalam situasi saat itu. Tidak memungkinkan gelar pengadilan HAM karena ada relasi dengan Pak Harto saat itu," ucapnya.
Surat rekomendasi pemecatan Prabowo Subianto dari TNI yang beredar dibuat dengan kop surat Markas Besar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan Dewan Kehormatan Perwira bernomor KEP/03/VIII/1998/DKP.
Dokumen itu ditetapkan 21 Agustus 1998 oleh DKP yang diketuai Jenderal Subagyo HS, Wakil Ketua Jenderal Fachrul Razi, Sekretaris Letjen Djamari Chaniago. Selain itu, Letnan Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono, Letjen Yusuf Kartanegara, Letjen Agum Gumelar dan Letjen Ari J Kumaat.
Dalam dokumen itu juga dijelaskan kesalahan Prabowo saat menghadapi situasi kerusuhan pada 1998. Prabowo kini maju sebagai capres dalam Pilpres 2014 bersama cawapres Hatta Rajasa.
Bertanggung Jawab
Sementara itu, kubu Prabowo-Hatta menuding pembocoran surat pemecatan itu sebagai bentuk kampanye hitam jelang Pilpres 2014. Prabowo sendiri menyatakan telah menjalankan perannya selama di militer secara bertanggung jawab.
Advertisement
"Jadi saya 16 tahun tidak ke mana-kemana. Ke DKP saya bertanggung jawab. Sesudah DKP ada Mahkamah Militer, sudah ada proses semua, dan saya kira rakyat juga tidak mudah dihasut," kata Prabowo, Kamis 12 Juni kemarin. (Sss)