Sukses

Soal Pemecatan Prabowo, Kivlan Zein Sesalkan Senior di TNI AD

Menurut Mantan Kepala Staf Pangkostrad Mayjend Kivlan Zein, pembocoran dokumen pemecatan Prabowo bisa terkena pidana militer.

Liputan6.com, Jakarta - Genderang perang antara para jenderal purnawirawan mulai bergema. Mantan Kepala Staf Pangkostrad Mayjend Kivlan Zein menyesalkan sikap seniornya di TNI AD jelang Pilpres 9 April 2014. Kivlan menuding sikap Letjen Purn Fachrul Rozi dan Letjend Purn Agum Gumelar, tentang terkuaknya surat pemecatan Prabowo dari Dewan Kehormatan Perwira (DKP) pada 1998.

"Saya sangat menyesalkan, dengan senior saya Fachrul Rozi yang merupakan tim kampanye Jokowi-JK. Pertama, kalau memang benar itu pernyataan dia," kata anggota tim pemenangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Kivlan Zein di Rumah Pemenangan Polonia, Jakarta, Jumat (13/6/2014) malam.

Kivlan menilai bahwa sikap Fachrul Rozi yang notabene mantan Wakil Kepala Staf AD telah melakukan pembukaan rahasia negara. "Kalau memang benar itu pernyataannya, dia telah melakukan pembukaan rahasia negara, jadi dia melakukan pidana, yaitu membuka hasil sidang DKP terhadap Pak Prabowo," ujar dia

Akibat sidang pemecatan DKP terhadap bekas atasannya sebagai Pangkostrad Prabowo Subianto itu, Kivlan pun dicopot dari jabatannya oleh Jenderal Wiranto saat menjabat Panglima ABRI. "DKP terhadap Prabowo, karena saya juga diberhentikan Wiranto, Jenderal Subagyo dan Fachrul Rozi. Ini berarti rahasia yang dia buka."

"Bisa dituntut hukum militer dan mendapat pidana militer. Hati-hati membuka rahasia militer, rahasia negara. Adanya saran pemecatan terhadap Prabowo Subianto, Agustus 1998 yang bersangkutan Mei 98 yang tidak terlibat di dalamnya," tandas dia.‬

Bukan Pemecatan

Kivlan yang notabene mantan Kepala Staf Kostrad menilai pernyataan Agum kalau di dalam sidang DKP itu diusulkan agar Prabowo dipecat. Karena berbagai kesalahannya dan ketidakdisiplinannya, dan adanya unsur keterlibatan Prabowo dalam aksi penculikan mahasiswa dan kerusuhan Mei 1998.

"Itu pun mereka salah. Prabowo melakukan penangkapan terhadap aktivis karena perintah negara kepadanya, terkait Operasi Waspada untuk mengamankan Sidang Umum 1998. Dan apapun yang disampaikannya itu adalah isi dari proses DKP yang kategorinya rahasia militer dan rahasia negara," tutur dia.

Kivlan membantah bila pemecatan terhadap Prabowo karena terlibat kejadian pada Agustus 1998. "Dia tak terlibat dalamnya, atau hal-hal yang dikatakan terhadap penangkapan aktivis Forkot, Prodem.. yang melakukan pemboman. Kalau dia menyesalkan katanya penculikan...bukan penculikan. Hati-hati dia kalau ngomong," tegas mantan jendral bintang dua itu.

Karena itu KIvlan meminta agar dua seniornya alumni AKABRI itu tidak memberi pernyataan sembarangan. Terutama pernyataan Agum soal kenaikan pangkat Prabowo.

"Prabowo naik pangkat pada tahun 1978 ketika tembak mati Lambato (Komandan Falentil, Pasukan Sayap Militer Fratelin, Timur-Timur). Luar biasa dari kebiasaan para regulernya. Orang biasanya 7 tahun naik pangkat jadi kapten tapi dia 4 tahun karena jasanya menembak mati Lambato," papar Kivlan.

"Lalu, naik dari Mayor ke Letkol pada tahun 1990, ketika saya menjadi urusan pangkat dan jabatan di Kostrad, itu yang ajukan Wiranto sebagai asisten operasi daerah," sambung Kivlan.

Kivlan mengimbau kepada bekas seniornya itu, untuk tidak melakukan insiniasi atau 'pembusukan', bahwa Prabowo naik pangkat 3 kali selama 1 setengah  tahun. "Jadi tidak benar dan kalau dikatakan waktu itu Prabowo tak diberhentikan dengan pemecatan karena alasan menantu Presiden (mendiang Soeharto) itu tak benar," ujar dia.

Dia menjelaskan bahwa Soeharto sudah turun tangal 21 Mei 1998 sebagai presiden, sedangkan Prabowo dipecat pada waktu itu sudah bulan Agustus. "Sehingga Agum sebagai abang saya, jadi dengan demikian pernyataan Agum yang insiniasi (pembusukan) dan Fahrurazi."

"Hati-hatilah dengan pernyataan Anda. Berhati-hatilah karena sebagai tim pemenangan Anda telah melakukan kampanye hitam menyerang langsung tim kampanye Prabowo-Hatta. Anda sebagai tim kampanye hati-hati, nanti akan terjadi hal-hal yang tak baik," tandas Kivlan.

Surat rekomendasi pemecatan Prabowo Subianto dari TNI yang beredar dibuat dengan kop surat Markas Besar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Mabes ABRI) dan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) bernomor KEP/03/VIII/1998/DKP.

Dokumen itu ditetapkan 21 Agustus 1998 oleh DKP yang diketuai Jenderal Subagyo HS, Wakil Ketua Jenderal Fachrul Razi, Sekretaris Letjen Djamari Chaniago. Selain itu, Letnan Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono, Letjen Yusuf Kartanegara, Letjen Agum Gumelar dan Letjen Ari J Kumaat.

Dalam dokumen itu juga dijelaskan kesalahan Prabowo saat menghadapi situasi kerusuhan pada 1998. Prabowo kini maju sebagai capres dalam Pilpres 2014 bersama cawapres Hatta Rajasa. Pasangan Prabowo-Hatta didukung 6 partai, yakni Partai Gerindra, PPP, PKS, PBB, PAN dan Partai Golkar.