Sukses

JPPR: Penerjemah Bahasa Isyarat Terobosan Bagus KPU

Menurut JPPR, ini terobosan bagus untuk menjembatani kaum tuna rungu yang ingin mengetahui visi dan misi capres.

Liputan6.com, Jakarta - Berbeda dengan debat capres perdana, debat capres tahap dua bisa dinikmati oleh penyandang disabilitas rungu atau tuna rungu. Ini karena saat debat, Komisi Pemilihan Umum menyediakan seorang penerjemah untuk penonton tuna rungu. 

Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menilai langkah KPU ini telah memfasilitasi kelompok disabilitas untuk ikut menyimak debat tersebut.

"Ada pemandangan yang berbeda kalau kita melihat televisi yang menyiarkan debat kandidat, yaitu adanya penerjemah bahasa isyarat (sign intepreter) yang disiapkan KPU," kata Koordinator Nasional JPPR Afif Afifuddin dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Senin (16/6/2014).

Afif menilai, adanya penerjemah bahasa isyarat itu adalah terobosan bagus untuk menjembatani kaum disabilitas rungu yang ingin mengetahui visi dan misi capres.

Lantaran itulah, Arif mengusulkan, langkah serupa sebaiknya disediakan dalam iklan-iklan layanan masyarakat yang dibuat KPU. "Akses informasi harus dibuat sebanyak mungkin untuk mensosialisasikan gagasan dan visi misi capres," ucap Afif.

Apresiasi keberadaan penerjemah bahasa isyarat ini merupakan salah satu dari 6 catatan JPPR terhadap jalannya debat capres putaran kedua yang dihelat di ballroom Hotel Gran Melia, Jakarta, Minggu semalam kemarin.

Catatan kedua, imbuh Afif, dalam merebut ruang publik. Capres Joko Widodo terlihat lebih simpati dengan misalnya terlihat lebih agresif atau inisiatif menghadapi kandidat presiden Prabowo Subianto di awal debat. Ini pula dilakukan Prabowo pada debat pertama 9 Juni lalu.

"Prabowo juga gagal mengemas persetujuannya dengan gagasan Jokowi karena mengungkapkan bisikan tim ahlinya. Mestinya, bahan diskusi dengan tim ahli seperti `jangan pernah setuju dengan pendapat Jokowi` tidak perlu disampaikan Prabowo di ruang debat seperti ini," papar Afif.

Ketiga, dari sisi materi, menurut Afif, Jokowi memang lebih menunjukkan contoh-contoh kecil dan kongkret ketimbang Prabowo yang masih menyajikan janji-janji dalam narasi besar.

"Keempat, secara teknis, posisi moderator yang membelakangi audiens terasa kurang enak dilihat karena audiens yang menyaksikan lewat TV jauh lebih banyak daripada yang hadir di studio," imbuh master ilmu komunikasi politik jebolan Universitas Indonesia itu.

Kelima, menurut Afif, isu kesejahteraan penyandang disabilitas juga sempat disuarakan Prabowo. Ini adalah kabar gembira bagi perjuangan hak penyandang disabilitas yang selama ini jarang diperhatikan.

Terakhir, Afif memberikan catatan bahwa Jokowi berhasil `melibatkan` banyak pihak dalam pemaparan visi misinya dengan menyebut beberapa nama orang dari beberapa daerah di awal debat, dan juga menyebut beberapa daerah di Indonesia di akhir debat.

"Ini tentu sangat menyentuh beberapa pihak yang disebut," pungkas Afif.