Sukses

Kicauan Sinting yang Bikin Genting

Kicauan Fahri Hamzah di akun Twitter miliknya dalam waktu singkat menjadi perbincangan dan berakhir menjadi blunder.

Persaingan 2 kubu pasangan capres-cawapres menjelang Pilpres 2014 makin keras. Saling tuding, kritik, hujatan serta celaan dilontarkan silih berganti oleh tim sukses serta pendukung kedua kubu. Namun, sejauh ini semua itu dimaknai sebagai sebuah strategi untuk menaikkan elektabilitas calon masing-masing sembari melemahkan pamor pasangan lainnya.

Tak semuanya bisa menerima celaan itu, sehingga tak heran kalau Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menjadi muara semua amarah. Sebut saja soal pelanggaran kampanye atau kampanye negatif serta kampanye hitam yang kerap dilakukan timses pasangan calon. Hingga kini, belum ada celaan itu yang diamini kedua kubu secara bersamaan sebagai sebuah kesalahan.

Namun, peta itu berubah ketika sebuah kicauan muncul di Twitter dan membuat kedua kubu bersatu dalam satu irama. Semuanya berawal ketika politisi Partai Keadilan Sejahtera, Fahri Hamzah menulis sebuah kicauan di akun Twitter miliknya yang dalam waktu singkat langsung menjadi perbincangan dan berakhir menjadi blunder.

Pada Kamis 27 Juni lalu, Fahri menulis di akun @fahrihamzah "Jokowi janji 1 Muharam hari Santri. Demi dia terpilih, 360 hari akan dijanjikan ke semua orang. Sinting!"

Sah-sah saja kalau Fahri mempertanyakan maksud dari capres nomor urut 2 Joko Widodo (Jokowi) yang menjanjikan 1 Muharam sebagai Hari Santri di hadapan santri Pondok Pesantren Putra Babussalam di Banjarejo, Pagelaran, Malang, Jawa Timur pada Jumat malam 27 Juni lalu.

Namun, menjadi masalah ketika ada kata 'sinting' di belakang kicauan itu. Di tengah panasnya suhu politik menjelang hari pencoblosan yang tinggal sepekan lagi, apa yang ditulis Fahri ibarat bahan bakar yang siap disiramkan ke api unggun.

Bisa ditebak, beragam tanggapan yang umumnya menyesalkan serta mencela kicauan itu langsung bermunculan. Dari Sulawesi Selatan, aktivis Laskar Santri Nusantara mendesak Wakil Sekjen PKS itu untuk mencabut ucapannya.

"Kami minta Fahri Hamzah mencabut ucapannya dan meminta maaf. Tidak pantas orang yang mengaku terhormat mengucapkan itu. Itu sudah kami anggap tudingan yang sangat menyudutkan," tegas aktivis LSN, Bakri Ridwan di Makassar, Selasa 1 Juli 2014.

Tidak sampai di situ, LSN juga mengeluarkan ancaman jika Fahri tidak bersedia meminta maaf. "Jika dalam waktu 1x24 jam Fahri tidak meminta maaf, maka kami akan menggerakkan seluruh jaringan santri di penjuru nusantara untuk terus-menerus melakukan aksi massa memprotes keras pernyataan Fahri Hamzah," ujar Koordinator LSN Moh Utomo.

Selain itu, LSN juga meminta pasangan capres-cawapres nomor urut 1 Prabowo-Hatta mengajari seluruh tim suksesnya untuk tidak melecehkan santri. Kicauan Fahri juga diibaratkannya sebagai tantangan perang terbuka kepada jutaan santri dan pesantren di Indonesia.

"Jika Prabowo-Hatta mendiamkan saja perilaku anti-santri dari Fahri Hamzah tersebut, maka sama saja artinya Prabowo-Hatta juga melecehkan dan meremehkan santri se-Indonesia," imbuh Utomo.

Sementara dari dalam timses pasangan Jokowi-JK, nada amarah dilontarkan Ketua Fraksi PKB Marwan Jafar. Menurut Ketua Tim Pemenangan Jokowi-JK itu, pihaknya perlu mengambil sikap yang tegas atas pernyataan Fahri yang jelas-jelas merobek sendi-sendi demokrasi bangsa.

Marwan pun mengancam, bila politisi PKS itu tak meminta maaf dalam waktu 1x24 jam terhitung sejak Selasa 1 Juli 2014 pukul 22.27 WIB, dirinya akan melakukan konfrontasi. Ia akan memobilisasi santri nasional untuk mengepung kantor-kantor PKS.

"Dia (Fahri) harus minta maaf 1x24 jam kalau tidak kami akan konfrontasi. Kami akan melakukan mobilisasi nasional dan akan mengepung kantor-kantor PKS," kecam Marwan usai mengunjungi Pondok Santri Al-Khaeriyah, Citangkil, Cilegon, Banten, Rabu 2 Juli 2014.

Menurut Marwan, Fahri telah menghina santri seluruh Indonesia. Fahri juga dinilai melupakan sejarah. Sebab, para santri juga termasuk golongan yang ikut dalam perjuangan kemerdekaan. Politisi PKB itu, menyebut Fahri masih terlalu dangkal dalam menanggapi isu-isu yang sebenarnya baik dan dalam bentuk proses saling menghargai.

"Dia melecehkan Jokowi. Dia menginjak-injak santri nasional. Dia pun lupa sejarah bahwa santri berjuang saat pra-kemerdekaan. Kami harus bersikap tegas dia tim sukses dan politisi. Dia nggak ngerti tanda tangan Jokowi perihal hari santri itu," tegas Marwan.

Ketua MPR Sidarto Danusubroto juga tak kalah geram mendengar ulah Fahri yang juga anggota DPR itu. Sidarto menilai, tak pantas seorang anggota parlemen berkata kasar seperti itu pada seorang capres dan santri.

"Saya sesalkan statement itu, anggota dewan ucapkan begitu, sangat tidak pantas diucapkan," kata Sidarto di Gedung MPR, Jakarta, Selasa lalu.

Bahkan, cawapres nomor urut 2 Jusuf Kalla tak tahan pula untuk tidak berkomentar. Menurut JK, Fahri tidak paham soal santri. Caleg terpilih untuk kursi DPR pada Pileg 2014 itu juga dinilainya tidak tahu andil santri pada kemajuan bangsa.

"Dihargai santri itu karena sebagai bagian yang telah memberi andil bagi bangsa," kata JK di Gedung Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Selasa.

Bahkan lebih jauh JK menilai, jika 1 Muharam dijadikan hari nasional, hal tersebut sebenarnya tidak akan menimbulkan masalah. "Kan tidak menambah hari libur. Sama dengan hari-hari yang lain," ucap Wakil Presiden RI periode 2004-2009 itu.

Tidak hanya dari kubu lawan, kekecewaan atas pernyataan Fahri juga disampaikan dari kubu Koalisi Merah Putih, di mana PKS menjadi salah satu bagian dari koalisi itu. Anggota Timses Prabowo-Hatta dari Partai Amanat Nasional, Lauren Bahang mengaku kecewa dengan pernyataan Fahri.

"Pak Prabowo-Hatta selalu sampaikan agar tidak melakukan kampanye hitam dan negatif, harus beretika. Kita kan sedang cari pemimpin Indonesia. Menyerang pribadi itu kan sangat dilarang," ujar Lauren di Gedung DPR, Jakarta, Selasa lalu.

Menurut Lauren, pernyataan yang ditulis Fahri dalam akun Twitter-nya merupakan pernyataan pribadi. Kendati demikian, dia mengakui apa yang disampaikan Fahri sangat keras dan tak mencerminkan sikap Prabowo-Hatta.

"Itu kata-kata yang cukup keras. Kalau Pak Prabowo selalu sampaikan kampanye beretika, tidak boleh menjelek-jelekan orang lain. Bukan karakter Pak Prabowo menghina orang. Dia diserang tak pernah serang balik," imbuhnya.

Lauren menduga tim Prabowo-Hatta pasti telah menegur Fahri. Terlebih, hal itu sudah diangkat media dan jadi pembicaraan publik.

Tidak semuanya menganggap pernyataan Fahri sebagai sesuatu yang istimewa. Ruhut Sitompul, misalnya, mengaku tidak terlalu heran dengan apa yang ditulis Fahri itu. Menurut politisi Partai Demokrat yang kini merapat ke kubu Jokowi-JK itu, Fahri memang sudah biasa menghina orang lain.

"Itu yang aku lihat tim sukses di Prabowo, sebelumnya juga menghina Pak SBY. Fahri kurang apa menghina Partai Demokrat dan Pak SBY selama ini. Habis-habisan kan? Jadi kalau sekarang dia menghina Pak Jokowi, itu nggak aneh. Semua orang sudah tahu siapa Fahri," tegas Ruhut.‬

Ruhut juga menilai cibiran Fahri kepada Jokowi sebagai bentuk kekalapan mencari kekuasaan. Sebab, banyak kabar berembus, bila Prabowo-Hatta menang akan ada pembagian kursi jabatan.

"Paling tidak kan kalau Prabowo-Hatta menang, apalagi kalau di sana kan sudah rahasia umum bagi-bagi kursi. Dia sudah ngimpilah. Tapi kalau kalah, segala cara mereka lakukan. Bukan hanya kampanye hitam kepada Jokowi, tapi pembunuhan karakter," papar Ruhut.

Namun, Ruhut bertekad akan membela mati-matian Jokowi. Ia juga menuturkan alasan masuk ke kubu Jokowi, yaitu karena ingin membela Gubernur nonaktif DKI Jakarta itu lantaran kerap teraniaya.

"Kenapa aku ke kubu Pak Jokowi? Karena dia teraniaya. Aku tidak senang melihat orang teraniaya karena apa pun, Jokowi sudah tidak bisa dibendung. Jokowi sudah kehendak Tuhan menjadi presiden ke-7. Jadi kalau sudah kehendak Tuhan, sudahlah jangan hina menghina. Itulah pesan aku kepada Fahri Hamzah," tandas Ruhut.

Namun, tidak semua kalangan menyalahkan kata 'sinting' yang ditulis Fahri. Koleganya di Koalisi Merah Putih, yaitu Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai apa yang ditulis Fahri pasti ada alasannya.    

"Saya kira apa yang dikicaukan Fahri pasti ada alasannya. Banyak kebohongan-kebohongan yang dilakukan Jokowi, jadi kalau dia (Fahri) mengatakan seperti itu ya cukup masuk akal juga," ujarnya.

Fadli juga menepis tudingan bahwa Fahri dan Prabowo tidak pro kepada santri. Menurut Fadli, capres Prabowo sangat pro dengan santri. "Yang nggak pernah nyantri itu Pak Jokowi. Saya juga pernah nyantri, Fahri juga. Kita tak ingin santri dibohongi oleh retorika belaka," kata Fadli.

Pandangan senada juga datang dari Wakil Sekjen Partai Demokrat Ramadhan Pohan. Menurutnya, kubu Jokowi-JK yang terlalu sensitif menanggapi tulisan Fahri.

"Sebenarnya sebelah (kubu Jokowi-JK) saja terlalu sensi. Karena Fahri nggak bilang 'Jokowi sinting', tapi kalau sebelah merasa Jokowi sinting kan aneh juga," kata Ramadhan di Rumah Polonia, Jakarta Timur, Rabu kemarin.

Dia mengatakan, dalam kicauan yang ditulis Fahri itu tidak ada satu pun menyebut nama Jokowi. Menurutnya, Fahri hanya mengomentari keadaannya, bukan kepada sosok seseorang.

"Kalau Fahri nggak pernah bilang Jokowi sinting. Tapi keadaannya, kata sifatnya. Misalnya janji ke mana-mana diulang-ulang. Jadi sinting titik. Untuk situasi janji ke mana-mana," jelasnya.

Apa pun penilaian terhadap tulisan Fahri itu, yang jelas dampaknya mulai terasa. Laskar Ahlussunnah Wal Jama'ah (Aswaja), misalnya. Karena celotehan Fahri, Laskar Aswaja menolak untuk mendukung Prabowo-Hatta.

"Karenanya kita harus mendukung Jokowi-Jusuf Kalla yang sudah jelas siap memperjuangkan aspirasi santri," tegas Ketua DPP Laskar Aswaja Adhi T Permana dalam keterangan tertulisnya yang diterima Liputan6.com di Jakarta.

Laskar Aswaja mengajak semua pengurus se-provinsi Banten untuk selalu waspada dan memberikan pendidikan politik kepada masyarakat agar memilih capres yang dekat dengan ulama dan santri serta siap memperjuangkan keinginan santri dan ulama.

"Dekat dengan santri saja tidak, bagaimana mau memperjuangkan aspirasi santri," cetus Adhi.

Dampak lainnya, mulai muncul pemikiran bahwa pasangan Prabowo-Hatta serta PKS memusuhi kalangan santri. Seperti disebutkan Ketua Keluarga Besar Nahdlatul Ulama (KBNU) Sultonul Huda dalam pernyataan tertulisnya, Prabowo-Hatta tidak mempunyai keberpihakan terhadap kelompok santri.

"Ini bukti jelas, bahwa Prabowo dan PKS anti-terhadap kelompok santri. Dan kami akan melawan sampai titik darah penghabisan ucapan jorok Fahri itu," tegas Sulton.

Fahri sendiri dalam pembelaannya menggarisbawahi bahwa yang diserang dalam kicauannya adalah janji yang diumbar Jokowi, bukan pribadi calon presiden nomor urut 2 tersebut.

"Saya tidak pernah serang pribadi orang. Tolong tunjukkan ke saya, mana pribadi Jokowi yang saya serang. Saya serang ide," tegas Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Rabu kemarin.

Dia menegaskan, tak ada hubungan celotehnya dengan menghina santri. Bahkan ia melihat banyak yang menarik komentarnya ke ranah politik.

"Ya Allah, Ya Rabbi, ini kejauhan. Jangan politik terlalu jauh memfitnah. 1 Kalimat 140 huruf dikembangkan jadi kebencian pada santri dan NU. Ini hubungan dengan janji Jokowi," tegas anggota timses Prabowo-Hatta itu.

Fahri juga bersikeras tak bersalah atas ucapannya itu. "Twitter nggak bisa dihukum sebagai semacam forum yang formil, karena kadang-kadang terselip karakter pribadi orang, seperti gile, sinting, penutup yang sering digunakan dengan bahasa informal," cetusnya.

Anggota Komisi III DPR itu juga menegaskan dirinya tak akan mengubah sikap dalam mengkritik tokoh besar, baik capres ataupun presiden. Menurut dia, hal itu merupakan tanggung jawabnya sebagai anggota DPR.

"Nggak bakal berubah. Saya nggak berubah siapapun yang jadi presidennya. Kecuali saya jadi eksekutif nggak boleh terlalu banyak ngomong," terang Fahri.

Dia mengakui dirinya merupakan orang yang dikenal sebagai kritikus keras. Ia tidak memedulikan jabatan orang yang dikritik.

"SBY pun saya kritik kalau salah. Kalau kritik, saya sampaikan kritik, pas sebagai legislatif. Siapa pun yang anggap salah ya saya kritik saja," tandas Fahri.

Fahri boleh membela diri, namun kasusnya belum akan selesai karena tim Jokowi-JK telah melaporkan ke Bawaslu. Dalam laporan pihak Jokowi-JK ke Bawaslu, Fahri dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden (Pilpres).

Pasal 41 ayat 1 huruf C UU tersebut menyatakan bahwa pelaksana, peserta, dan petugas kampanye dilarang menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan calon lain. Bawaslu pun tinggal memilih waktu untuk memanggil Fahri.

Kasus ini sebenarnya pembelajaran yang bagus bagi siapa saja dalam soal bertutur lewat tulisan di ruang publik. Belum tentu yang biasa bagi kita ditanggapi sama oleh pihak lain karena setiap orang punya cara pandang dan rasa yang berbeda dalam menelaah kata.

Apalagi kalau kemudian kata tersebut salah dalam pilihan waktunya. Bisa saja kata 'sinting' dalam tulisan Fahri tak akan dimaknai negatif kalau saja dituliskan 2 bulan lalu atau tahun depan. Tapi untuk saat ini, 'sinting' bisa dikategorikan sebagai kata terlarang jika dihubungkan dengan aktivitas para capres jelang Pilpres 2014. (Ans)