Liputan6.com, Hong Kong - Pemilihan umum presiden (pilpres) yang digelar di Victoria Park, Hong Kong diwarnai sedikit aksi ricuh. Sebab, ada warga negara Indonesia yang belum menggunakan hak suaranya.
Akibat insiden tersebut, muncul dugaan terjadi sabotase dalam momen pencoblosan. Namun, pihak Kedutaan Besar Hong Kong tak membenarkan hal itu.
"Sabotase tidak ada, sudah sesuai aturan," ujar pihak KJRI Hong Kong bagian Fungsi Penerangan dan Sosial, Sam saat dihubungi Liputan6.com, Senin (7/7/2014).
Advertisement
Menurut Sam, pemilihan yang digelar oleh Panitia Pemilihan Umum Luar Negeri (PPLN) sudah sesuai dengan yang diinformasikan.
"Yang tidak bisa mencoblos, karena terlambat masuk ke dalam TPS. Kita mengumumkan waktu pencoblosan di TPS jam 09.00 sampai 17.00," urai Sam.
Lanjut Sam, semua antrean pemilih juga sudah dilayani. "Sudah habis, malah over 5 sampai 10 menit dari jam 17.00," ucapnya.
"Namun, sekitar 10-15 menit kemudian. Teman-teman WNI yang menyatakan belum mencoblos baru datang," beber Sam.
Padahal, tambah Sam, TPS sudah tutup karena sudah diluar waktu pemilihan yang telah ditentukan.
"Kita di kosulat juga mendukung dan apresiasi kedatangan para WNI di pilpres ini," tutup Sam.
Berdasarkan keterangan dari Direktur Migrant Care Anis Hidayah, ratusan WNI terancam kehilangan hak suaranya pada pilpres di Hong Kong di Victoria Park. Akibat penutupan TPS oleh PPLN, lantaran membludaknya calon pemilih.
"Tepat pukul 17.00 WIB waktu setempat, PPLN menutup TPS. Padahal antrean pemilih panjang, sekitar 500 orang belum mencoblos," kata Direktur Migrant Care Anis Hidayah kepada Liputan6.com.
Menurut Anis, PPLN, baru membuka antrean registrasi menjadi 2 baris pada pukul 16.00 waktu setempat. Padahal antrean pemilih masih panjang. Sementara area TPS cukup longgar.
Migrant Care pun berencana segera melapor ke DKPP. "Iya ke Bawaslu dan DKPP pukul 16.00. Pukul 15.00 minta klarifikasi ke KPU," jelas dia.