Sukses

Pilpres di Hongkong Ricuh, SBY Diminta Jangan Diam

Anggota Komisi I DPR Helmy Fauzi menyayangkan kegagalan PPLN Hongkong mengantisipasi tingginya antusiasme WNI untuk memilih.

Liputan6.com, Jakarta - Pemungutan suara Pilpres di Konsulat Jenderal (Konjen) RI di Hongkong ricuh. Ratusan TKI tidak bisa menggunakan hak suaranya pada Pilpres 2014 protes. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diminta jangan tinggal diam.

"Presiden SBY jangan hanya menonton saja. Ini hak warga negara dirampas di depan mata," tegas anggota Komisi I DPR Helmy Fauzi di Jakarta, Senin (7/7/2014).

Helmy menyayangkan kegagalan Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Hongkong mengantisipasi tingginya antusiasme WNI untuk memilih. Padahal, lonjakan tersebut sudah bisa diduga sebelumnya.

"Kita kan sudah bisa lihat gelagat akan melonjaknya pemilih dari KBRI lain. Kok ini malah kacau. Ada apa sebenarnya yang terjadi?" cetusnya.

Helmy mengaku heran dengan kacaunya pelaksanaan Pilpres di Hongkong. Padahal, saat pemungutan suara Pileg 9 April lalu berjalan lancar.

"Saat kericuhan di Hongkong, 2 Komisioner KPU dan Ketua Bawaslu Pusat ada di sana. Mereka mendiamkan saja hak pilih dirampas?" tanya Helmy, heran.

Maka itu, anggota DPR dari Fraksi PDIP ini mengingatkan Presiden SBY serius dan konsisten mengawal Pilpres yang demokratis. Jangan sampai di ujung pemerintahan, Presiden SBY malah membiarkan kecurangan pilpres.

"Kalau yang terjadi di Hongkong ini terus dibiarkan berarti SBY ingin dikenang sebagai Presiden yang gagal menciptakan pemilu demokratis sesuai dengan azas pemilu yang jujur dan adil," ujar Helmy.

Terkait situasi di Hongkong, kata Helmy, Komisi I DPR berencana memanggil Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dalam waktu dekat. Disinyalir, WNI yang berada di Los Angeles Amerika Serikat juga kehilangan hak pilih karena surat suara habis.

"Kami akan panggil Menlu untuk dimintai keterangan soal kericuhan ini. Kasus ini tidak bisa dibiarkan saja," tukas Helmy.

Helmy juga mengkritik penyebaran luas informasi oleh aparat keamanan, mengenai status Siaga I dan latihan menangani teror. Mestinya, aktivitas seperti ini tidak perlu dibesar-besarkan karena hanya menciptakan suasana mencekam jelang Pilpres 9 Juli.

"Justru mengumumkan Siaga I dan blow up latihan bersama itu seakan-akan sudah jadi pembenar dan pra-kondisi bahwa kalau Pilpres akan kacau," pungkasnya.

Pada saat terjadi kericuhan, 2 Komisioner KPU Sigit Pamungkas dan Juri Ardiantoro, serta Ketua Bawaslu Muhammad berada di lokasi pemungutan suara tersebut.

Â