Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 7 partai pendukung pasangan capres dan cawapres nomor urut 1 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa sepakat menandatangani Piagam Koalisi Permanen Merah Putih hari ini di Tugu Proklamasi, Jakarta. Kesepakatan koalisi permanen ini dinilai sebagai pembelajaran koalisi sebelumnya, seperti pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Menurut saya ini sinyal menjelang akan diumumkannya hasil Pilpres pada 22 Juli oleh KPU, selama ini kan koalisi tidak solid. Pengalaman 2 periode Pilpres 2004-2009 yang dimenangkan SBY tidak ada jaminan. Koalisi yang dibangun tidak paralel antara pemerintahan dan parlemen, ketika tidak paralel pemerintah diganggu DPR," ujar pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro kepada Liputan6.com, Senin (14/7/2014).
Menurut Zuhro, harusnya sebuah koalisi memiliki sense of belonging atau rasa memiliki koalisi itu sendiri dan saling bekerja sama. "Pemerintah dijaga gawang di DPR, apa yang dihasilkan koalisi partai. Bukan hanya leading partai, jadi kerja sama sense of belonging itu harus ada di koalisi. Selama ini tidak ada rasa memiliki koalisi."
"Sehingga ketika menteri diambil dari kader partai koalisi, mereka ya sudah aman-aman saja, apa yang terjadi di DPR ya biarlah," sambung Zuhro mencontohkan.
Belajar dari situ, kata Zuhro, Koalisi Merah Putih menandatangani Piagam Koalisi Permanen Merah Putih. Yang diharapkan menjadi koalisi yang permanen jika kelak pasangan Prabowo-Hatta memenangkan Pilpres 2014.
"Ini mendorong koalisi besar, Koalisi Merah Putih untuk mengikrarkan, mengumumkan bahwa koalisi ini betul-betul solid, diharapkan permanen. Apakah permanen sungguh-sungguh? Nanti dulu, karena ada sejarah yang mendahului pragmatisme lebih kencang, ketimbang mementingkan konstituensi," ujarnya.
Selain itu, Zuhro juga melihat, kesepakatan ini karena didorong persaingan pada kontestasi politik pada Pilpres kali ini. "Saya melihat saat ini Pilpres lebih menujukkan 2 calon, sehingga mereka saling koalisi, merasa bersama untuk menjadi bersama," katanya.
"Kedua calon calon sama-sama ingin melakukan koalisi secara bersama-sama secara permanen. Tapi di nomor 1 lebih menujukkan kerja partai menyampaikan perasaan visi misi bersama, kerja partai bersama," sambungnya.
Andalkan Elite Partai
Zuhro juga melihat ada faktor lain ditandatanganinya Piagam Koalisi Permanen Merah Putih. Di antaranya karena koalisi ini tidak banyak memiliki relawan, sehingga mesin partai yang dijalankan atau elite politik yang turun langsung seperti terlihat pada masa kampanye Pilpres.
"Karena relawan di Koalisi Merah Putih sedikit jadi kerja partai yang dikedepankan, mesin partai dikedapakan. Jadi pesohor di partai tidak ada yang santai, jadi ada trigger-nya di itu."
Faktor lainnya, lanjut Zuhro, adalah mengamankan payung hukum di parlemen. "Jadi bagaimana membuat dideklarasikan permanen itu, jadi sekaligus mengantisipasi sebagaimana pengalaman di DPR sebelumnya."
Zuhro juga tidak menepis bahwa revisi UU MD3 (MPR, DPR, DPD, DPRD) yang belakangan dimunculkan merupakan bagian dari upaya kubu Prabowo-Hatta untuk 'mengamankan' agar koalisi berjalan mulus dan paralel antara pemerintahannya ke depan sejalan dengan parlemen.
"Ya, DPR kan lembaga politik. Sehingga di situ konsentrasi belum selesai sebuah koalisi," ujarnya.
Terkait sistem voting memilih Ketua DPR seperti dalam revisi UU MD3 yang diusulkan belakangan ini, Zuhro tidak melihat sebagai kemunduran. "Ini kontekstual ya. Kebutuhan waktu itu kan berbeda. Karena semua politik ini adalah barter. Bagaimana menjalankan yang tidak memenangkan pemilu, seperti PDIP dulu."
"Politik itu seni kemungkinan. Selama payung hukumnya tidak secara eksplisit dituangkan, maka akan ada celah untuk mengusung aturan, selama tidak bertentangan dengan aturan yang ada," pungkas Zuhro. (Ado)
Baca juga:
Prabowo Jadi Ketua Dewan Pembina Koalisi Permanen Merah Putih
Koalisi Merah Putih Janji Jaga Pancasila dan Memajukan Indonesia
Hatta: Betapa Repotnya Pemerintah Bila Tidak Solid
Siti Zuhro: Koalisi Merah Putih Belajar dari Pemerintahan SBY
Menurut Zuhro, harusnya sebuah koalisi memiliki sense of belonging atau rasa memiliki koalisi itu sendiri dan saling bekerja sama.
Advertisement