Liputan6.com, Jakarta - Money politics atau politik uang biasanya untuk memenangkan jabatan tertentu atau sebagai jalan pintas yang dipakai politisi. Namun, Direktur Institute for Strategic Initiative (ISI) Luky Djani menilai politik uang tidak berpengaruh pada Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 9 Juli lalu.
"Money politics kurang berlaku di pilpres kali ini, karena sudah ada penunjukan pilihan politik dari mereka yang mau melakukan politik uang," jelas Luky di Jakarta, Selasa (15/7/2014).
Luky mengatakan, 180 juta pemilih terbagi menjadi 2 kubu, pendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang bisa diketahui dari penggunaan simbol Garuda Merah. Serta, pendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla yang memakai simbol 'I Stand on the Right Side'. Polarisasi itu dinilai mampu menangkis serangan politik uang.
"Kalau ditawari uang atau beras untuk pilih pasangan tertentu, orang bisa marah. Dia bisa bilang, 'Lu nggak lihat foto gua sudah I stand on the right side?'" katanya.
Luky menilai, dari sisi pemilih sudah semakin baik dari pendidikan politik dan demokrasi. "Kalau dipertahankan akan makin bagus dan mereka sadar tidak akan berdasarkan priomodial atau agama, tapi berdasarkan ideologi," ungkapnya.
Bahkan, Luky pun berkelakar bisa saja quick count atau hitung cepat terlupakan dengan adanya pembagian 2 kubu tersebut. "Kalau sudah demikian, bisa saja quick count nggak berfungsi, orang bisa lihat dari profile picture mereka," tandas Luky. (Ans)
Baca juga:
Din Syamsuddin: Ini Demokrasi, Bukan Perang Badar dan Perang Uhud
KPU DIY Temukan 80 Lembar C1 Salah di Gunungkidul
Diduga Sobek Surat Suara, 7 Petugas KPPS Bekasi Terancam Pidana
Garuda Merah dan I Stand on The Right Side Kalahkan Politik Uang
Direktur ISI Luky Djani menilai, dari sisi pemilih sudah semakin baik dari pendidikan politik dan demokrasi.
Advertisement