Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memanggil panitia pengawas pemilu luar negeri untuk menjelaskan kisruh pemilu di berbagai negara, termasuk di Hong Kong. Pemanggilan ini dimaksudkan untuk mengetahui seluruh peristiwa yang terjadi, termasuk mengklarifikasi semua kisruh pilpres yang terjadi di sejumlah negara .
"Evaluasi untuk mengetahui bagaimana proses kejadian di beberapa negara seperti di Hong Kong dan Malaysia, itu kejadian sebetulnya," kata Anggota Bawaslu, Nasrullah, di kantornya, Rabu (16/7/2014).
Nasrullah mengungkapkan, kisruh pemilu sebenarnya lebih diakibatkan adanya benturan aturan di negara bersangkutan. Seperti di Hong Kong, pemerintah Hong Kong hanya mengizinkan penggunaan ruang publik hingga pukul 17.00 WIB.
Dari hasil evaluasi, ujar Nasrullah, jumlah pemilih yang tidak bisa mencoblos tidak sampai ratusan orang. Tapi hanya sekitar 15-20 persen. Mereka tidak bisa mencoblos bukan karena dihalangi, melainkan saat itu, tidak dapat mencoblos karena TPS sudah tutup.
"Katanya sampai ratusan orang, itu tidak sesuai. Sekitar 15-20 orang, 15 menit kemudian setelah ditutup baru datang," lanjut Nasrullah.
Selain di Hong Kong, kisruh pilpres juga terjadi di Amerika Serikat. Banyak pemilih yang datang ke TPS untuk menggunakan hak pilihnya tapi ternyata tak bisa karena tidak mendapat undangan.
Di Hong Kong sendiri dilaporkan ratusan orang tak bisa memilih karena TPS sudah tutup. Kejadian ini menyebabkan ratusan buruh migran berunjuk rasa di Victoria Park, Hong Kong. (Mut)