Liputan6.com, Jakarta - Rencana gugatan kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dugaan pelanggaran Pilpres 2014 dinilai wajar secara hukum. Namun Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) meragukan hasil gugatan tersebut berjalan sesuai harapan Prabowo-Hatta.
"Dari segi analisa hukum saya, saya kira maju ke MK sangat kecil-lah. Sia-sia. Kecil-lah kemungkinan untuk berhasil," ujar Ketua Peradi Otto Hasibuan dalam konferensi pers di kantornya, kompleks Duta Merlin, Jakarta, Kamis (24/7/2014).
Sebab, menurut Otto, selisih perolehan suara antara Prabowo-Hatta dengan Jokowi-JK cukup jauh. Berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dari 33 provinsi dan luar negeri, perolehan suara Jokowi-JK 70.997.883 atau 53,15%. Sementara Prabowo-Hatta mendapatkan 62.576.444 atau 46,85% suara atau selisih sebesar 8.421.389 suara atau 6,3%.
"Perbedaan penghitungan, ada kecurangan, dan sebagainya di MK itu kan membutuhkan angka-angka. Kalau dia selisihnya 7-8 juta, jadi kalau saya melihat, kecil sekali (harapan berhasil) kasus ini dibawa ke MK. Tetapi tentunya hak setiap orang untuk gugat ke MK," jelas mantan kuasa hukum Akil Mochtar itu.
Kemunduran Bangsa
Otto menilai keputusan Prabowo mundur dari Pilpres 2014 merupakan kemunduran bangsa Indonesia. Terlebih jika masalah itu dibawah ke ranah politik, padahal yang dipersoalkan adalah adanya kecurangan dalam penyelenggaraan Pilpres.
Jika benar terjadi, Otto memprediksi, kemungkinan besar kader-kader partai politik dalam Koalisi Merah Putih yang berada di DPR RI maupun MPR RI, bisa menolak mengesahkan presiden terpilih, Joko Widodo alias Jokowi.
"Kalau begitu, saya pikir bangsa ini akan terlalu sulit sekali. Mengalami kemunduran sekali. Seakan-akan kasus ini dibawa ke ranah politik," ucap Otto.
Â
Menurut Otto, mekanisme politik memang ada dalam masalah tersebut. Sebagai advokat ia menyarankan Prabowo-Hatta sebaiknya melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan berharap tidak sampai membawa penolakan itu ke ranah politik.
"Saya kira jauh dari pemikiranlah, dari nomor 1 tidak sejauh itu. Saya melihat memang ada mekanisme politik, tapi tetap harapan kami harus tetap jalur hukum. Kita ingin mengawal jangan sampai bangsa ini pecah. Mari kita kawal bersama," pungkas Otto.
Hasil rekapitulasi nasional dari 33 provinsi dan luar negeri, Jokowi-JK menang dengan perolehan suara 70.997.883 atau 53,15%. Sedangkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mendapatkan suara 62.576.444 atau 46,85%. Selisih perolehan keduanya sebesar 8.421.389 suara atau 6,3%.
Pada Selasa 22 Juli silam, pasangan capres dan cawapres Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) akhirnya ditetapkan sebagai pemenang Pilpres 2014 untuk presiden dan wakil presiden periode 2014-2019. Jokowi-JK rencananya akan dilantik Oktober mendatang. Jika tak ada aral melintang, Jokowi-JK akan dilantik pada 20 Oktober mendatang di Gedung Parlemen.
Sementara Prabowo Subianto mengundurkan diri dari Pilpres 2014, menjelang KPU mengumumkan hasil Pilpres 2014. Prabowo menuding ada pelanggaran pilpres dan penggelembungan suara yang diduga dilakukan hacker atau peretas. Kubu Prabowo-Hatta pun berniat menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca juga:
Jokowi-JK Beri Kesempatan Rakyat Mengusulkan Nama Menteri
Kubu Prabowo-Hatta: Gugatan ke MK Terhambat Hasil Rekap KPU
Kemunculan Pertama, Hatta Rajasa Tak lagi Berkemeja Putih
Advertisement
(Ans)