Liputan6.com, Jakarta - Oleh: Ahmad Romadoni, Silvanus Alvin, Moch Harun Syah
KPU telah menetapkan pasangan Jokowi-JK sebagai juara Pilpres 2014. Dengan mengantongi 70.633.576 suara atau 53,15 persen, pasangan nomor 2 itu mengalahkan Prabowo-Hatta yang mendapatkan suara 62.262.844 atau 46,85 persen. Selisih perolehan suara kedua pasangan itu cukup lebar. Yakni 8.370.732 suara.
Menanggapi hasil suara yang dirilis KPU pada 22 Juli 2014 lalu itu, kubu Prabowo-Hatta menegaskan tak menerimanya. Karena pelaksanaan Pilpres 2014Â dianggap cacat hukum dan tercoreng oleh kecurangan.
"Dengan demikian kami menarik diri dari proses yang sedang berlangsung," ucap Prabowo di Rumah Polonia yang disambut tepuk tangan para pendukungnya pada 22 Juli lalu.
Usai itu, tim Prabowo-Hatta pun bersiap melaju ke tahap berikutnya. Yaitu menggugat hasil Pilpres 2014. Sejumlah bukti dikumpulkan sebagai bahan penguat gugatan yang akan diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Saya sangat mempertanyakan legitimasi dari proses ini dan kami bisa menganggap proses ini cacat," tegas Prabowo.
Rangkaian sikap mantan Danjen Kopassus itu pun dinilai justru menurunkan elektabilitasnya di tengah masyarakat. Hal itu diungkap dalam hasil terbaru yang dirilis lembaga survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI).
"Persepsi negatif publik terhadap reaksi dan sikap pasangan Prabowo-Hatta yang kurang legowo dan tidak simpatik dalam merespons keputusan KPU, sangat mempengaruhi turunnya dukungan terhadap Prabowo-Hatta," kata peneliti LSI Ade Mulyana di Jakarta, Kamis 7 Agustus 2014.
Sikap tidak legowo itu, lanjut Ade, terlihat jelas dari Prabowo yang sangat meyakini hasil quick count atau hitung cepat lembaga surveinya dan menarik diri dari Pilpres 2014.
"Sikap inilah yang direspons negatif oleh publik. Padahal, Prabowo sudah sesumbar akan menerima apa pun hasil keputusan KPU," ujar Ade.
Hijrah ke Jokowi
LSI juga menyatakan usai Pilpres 2014 digelar, dukungan masyarakat dari kalangan muslim terhadap Prabowo-Hatta menurun drastis. Namun sebaliknya, pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla melesat jauh meninggalkan Prabowo-Hatta.
"Dari hasil survei yang dilakukan itu pemilih muslim yang memilih Prabowo tinggal 34,20%, sedangkan Jokowi naik jadi 52,17%. Sementara responden yang tidak menjawab 13,63%," ungkap Ade.
Hal ini jauh berbeda dibanding hasil exit poll yang dilakukan LSI pada 9 Juli 2014 lalu. Hasil itu menunjukkan pemilih muslim 52,01% mendukung Prabowo-Hatta, sedangkan 47,99% memilih Jokowi-JK.
Koalisi merah putih yang mendukung Prabowo-Hatta diketahui didominasi oleh parpol berbasis massa Islam. Seperti PKS, PAN, PPP, dan PBB. Pergeseran pemilih muslim itu seakan menguatkan isu perpindahan parpol berbasis Islam ke kubu Jokowi-JK. Kabar yang beredar, PPP dan PAN berniat berlabuh ke kapal kemenangan yang dibuat Jokowo-JK.
Kabar hijrahnya barisan Koalisi Merah Putih tak ditanggapi serius oleh Akbar Tandjung selaku Dewan Penasihat Tim Pemenangan Prabowo-Hatta. Dia lebih memillih menunggu hasil sidang yang berlangsung di MK. "Kita tunggu hasil sidang dulu," ujarnya.
Penilaian berbeda datang dari juru bicara Tim Perjuangan Merah Putih, Andre Rosiade. Dia menyatakan LSI telah membuat opini yang sangat menyesatkan. Hal itu dianggapnya hanya bentuk ketakutan lain dari kubu Jokowi-JK.
"Kubu Jokowi itu takut PSU (pemungutan suara ulang) karena kalau PSU mereka nggak bisa curang lagi, mereka takut kalah," ujar dia saat berorasi di depan gedung MK.
Andre menegaskan, tidak ada penurunan dukungan untuk Prabowo-Hatta. Hal itu dibuktikan dengan masih banyaknya dukungan yang mengalir sampai di MK.
"Tidak ada dukungan yang menurun. Kawan-kawan semua masih siap mendukung Prabowo-Hatta kan," tandas Andre.
Tetap Menang?
Memasuki hari kedua sidang gugatan Pilpres 2014 di MK, kubu Prabowo-Hatta mengungkapkan sejumlah permintaannya kepada majelis hakim.
Dalam permohonan yang disampaikan kuasa hukum Prabowo-Hatta, Maqdir Ismail, Jumat (8/8/2014), pihaknya meminta MK memutuskan bahwa KPU melakukan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif, sehingga keputusan mengenai rekapitulasi perolehan suara Pilpres 2014 yang ditetapkan KPU pada 22 Juli 2014 dibatalkan.
Selain itu, MK juga diminta mengabulkan permohonannya untuk memerintahkan KPU melakukan pemungutan suara ulang di seluruh tempat pemungutan suara (TPS) di seluruh Indonesia.
Menurut Wakil Ketua Tim Advokasi Perjuangan Merah Putih Razman Nasution, seandainya MK mengabulkan gugatan Prabowo-Hatta, tidak akan terjadi kekacauan nasional. "Kita tidak akan chaos. Ada dekrit dan perppu. Untuk pemilu ulang pun kita masih punya dana. Kita sanggup melakukan itu," tandas Razman.
Namun begitu, LSI menilai jika MK mengabulkan adanya pemungutan suara ulang (PSU), itu akan sia-sia. Karena Jokowi-JK akan tetap menang. "Kalau PSU, Jokowi-JK tetap menang. Karena berdasarkan hasil survei kita, dukungan terhadap Jokowi-JK justru semakim meningkat," kata peneliti LSI, Adjie Alfaraby di kantornya, Kamis 7 Agustus 2014.
Adjie mengatakan, setidaknya hal itu sudah terbukti pada hasil pemilu ulang yang dilaksanakan sebelum rapat pleno rekapitulasi KPU dilaksanakan. Pasangan Jokowi-JK tetap saja menang dibanding Prabowo-Hatta.
Dengan menurunnya dukungan, kubu Prabowo-Hatta tampaknya harus berpikir ulang meminta MK untuk melaksanakan PSU. Sebab, hasilnya akan sama dan tetap tidak bisa melewati pasangan Jokowi-JK.
"Perjuangannya akan lebih berat. Jokowi bisa menang lebih telak karena isu negatifnya juga lebih besar," tandas Adjie.
LSI merilis, seandainya pilpres dilaksanakan hari ini, dukungan Jokowi-JK sebesar 57,06 persen, sementara Prabowo-Hatta sebesar 30,39 persen. Dan yang tidak tahu 12,55 persen.
Survei dilakukan setelah penetapan pemenang pilpres oleh KPU, tepatnya pada 4-6 Agustus 2014. 1.200 Responden dimintai jawaban dengan metode multistage random sampling dengan margin error plus minus 2,9%.
Meski survei menyebutkan demikian, Rakyat yang akan tetap menentukannya usai MK memutuskan gugatan Pilpres pada akhir Agustus nanti. Jadi, ditunggu saja. (Ado)
Advertisement