Liputan6.com, Jakarta - Massa pendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa terus berorasi di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Siang itu, tepatnya 8 Agustus 2014 di dalam Gedung MK sedang berlangsung sidang kedua gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2014.
Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta M Taufik pun ikut andil. Dalam orasinya di hadapan ratusan pendukung Prabowo-Hatta yang sudah tiba sejak pagi itu, Taufik mengajak massa menangkap Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik sebelum bersaksi di MK Senin 11 Agustus 2014.
"Besok Senin, Ketua KPU dijadwalkan bersaksi di sini. Kita tangkap Kamil Manik hari Senin. Saudara-saudara, apakah kalian setuju?" seru Taufik kepada para pendukung Prabowo-Hatta.
Niat menangkap Husni ini lantaran kubu Prabowo-Hatta sudah gerah dengan aksi kecurangan yang diklaim mereka dilakukan KPU. Aksi itu berujung hilangnya suara untuk Prabowo-Hatta, yang akhirnya kalah dari pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK).
"Nanti kita kepung Gedung MK dari depan sampai belakang agar mau berhadapan dengan kita," lanjut Taufik.
Taufik meminta massa aksi datang kembali pada sidang gugatan PHPU berikutnya yang digelar Senin, 11 Agustus 2014. Dia juga meminta massa membawa relawan lain yang jumlahnya lebih banyak, agar dapat menangkap Husni Senin nanti.
"Jangan lupa, Senin nanti kita datang dengan massa yang lebih banyak. Kita tangkap Husni Kamil Manik," tandas Taufik.
Belakangan ancaman Taufik itu menjadi buah bibir, khususnya di kalangan media. Apalagi dia mengulangi pernyataan ancaman itu beberapa hari setelah orasi di MK terebut. Tepatnya pada Minggu 10 Agustus 2014 lalu, ia malah menggelar konferensi pers.
Saat jumpa pers tersebut, Taufik mendesak polisi segera menangkap Husni. Apabila permintaan itu tidak diindahkan, Taufik mengancam menurunkan massa agar rakyat yang bertindak untuk menangkapnya.
"Jangan salahkan kami jika polisi tidak menangkap, supaya rakyat tahu KPU curang," ujar dia.
Selain itu, Taufik bersama pendukungnya juga akan mendatangi Mabes Polri untuk menyerahkan surat keputusan MK. Surat tersebut diyakini menjadi barang bukti bahwa ketua KPU melanggar hukum.
"Ini supaya Mabes (Polri) bisa bertindak, kalau tidak masyarakat yang akan marah," tandas Taufik.
Tak puas sampai di situ, Taufik juga mengaku akan membawa massa lebih banyak untuk mengepung gedung MK pada sidang ketiga pada Senin 11 Agustus 2014, baik sisi depan maupun belakang, untuk menangkap Husni.
Replika Husni juga sengaja dibuat yang dibawa pada saat sidang gugatan PHPU ketiga itu. Replika tersebut sebagai simulasi penengkapan Husni, yang kemudian diserahkan kepada polisi.
Selain dugaan kecurangan lainnya dalam Pilpres 2014, pembukaan kotak suara KPU melalui surat edaran kepada KPUD sejumlah provinsi, menambah geram Taufik dan kubu Prabowo-Hatta. Sebab, pembukaan kotak suara sebelum 8 Agustus 2104, dianggap sebagai perbuatan ilegal yang melanggar hukum.
Ancaman penangkapan ini juga sempat mampir dalam sidang gugatan PHPU. Kuasa hukum KPU Adnan Buyung Nasution menyinggung sedikit dalam sidang gugatan. Menurut advokat senior itu, ancaman terhadap kliennya merupakan penghinaan peradilan yang sedang berjalan di MK.
Kubu Prabowo-Hatta pun angkat bicara. Mereka menganggap ancaman tersebut tidak berkaitan langsung dengan persidangan gugatan PHPU. Maka itu, tidak perlu disinggung dalam sidang tesebut.
Belum puas dengan aksi sebelumnya, kubu Prabowo-Hatta Senin 11 Agustus 2014 kembali menggelar unjuk rasa. Mereka kembali menyalahkan KPU dan akan menyeret Husni ke pengadilan rakyat. Bahkan, mereka tak segan-segan akan menyelesaikan dengan hukum rimba.
Saling Melapor
Senin 11 Agustus 2014 dini hari, Husni mendatangi Mabes Polri. Husni yang didampingi 6 komisioner KPU lainnya yaitu, Arief Budiman, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Jury Ardiantoro, Sigit Pamungkas, Ida Budhiati, dan Hadar Nafis Gumay melaporkan ancaman Taufik itu sebagai ancaman serius.
Dalam laporan itu, Husni menyampaikan bukti ancaman Taufik berupa rekaman media. Polri pun langsung berkoordinasi dengan para komisioner KPU untuk pengamanan.
Alasan utama yang membuat ancaman tersebut dilaporkan ke Polri karena pernyataan ancaman tersebut disampaikan berulang-ulang. Meluasnya ancaman penangkapan tersebut, mengubah persepsi KPU. Ancaman yang semula dianggap biasa, kemudian menimbulkan kekhawatiran dan dirasa perlu ditangani secara hukum.
"Ya, sebetulnya awalnya kami menganggap itu biasalah sebagai ungkapan. Ya siapa pun bolehlah melakukan itu. Tapi ternyata di berbagai kesempatan di beberapa media itu diulang," kata Komisioner KPU Arief Budiman di gedung Kementerian Agama, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin 11 Agustus 2014.
Husni menegaskan, pelaporan tersebut karena mengancam keamanan dan kenyamanan penyelenggara Pemilu, khususnya KPU dalam proses sengketa Pilpres 2014 di MK dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
"Kami melakukan rapat pleno atas ancaman itu, dan diputuskan untuk merespons dan melapor ke Bareskrim. Itu berpotensi mengganggu proses penegakan hukum di MK dan proses di DKPP," kata Husni di Gedung Kementerian Agama, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin 11 Agustus 2014.
Husni berharap ancaman Taufik bisa disikapi Polri. Sekalipun hanya dirinya sebagai Ketua KPU yang mendapat ancaman, namun keamanan seluruh pejabat di KPU juga harus terjamin.
"Pelaporan ke Bareskrim Polri untuk disikapi agar ada upaya-upaya yang mengarah penjaminan keamanan, tidak hanya ketua tapi ke seluruh komisioner dan pejabat di lingkungan KPU. Agar kami bisa mengikuti proses di MK dan DKPP nyaman dan aman," ujar Husni.
Sementara penyidik Dirtipidum Bareskrim Polri pun menyatakan akan segera menyelidiki ancaman tersebut. Selain itu, kepolisian juga akan berkoordinasi dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), guna memastikan dan menetapkan adanya dugaan pidana ancaman itu.
Menurut Agus, yang dilaporkan Husni adalah ancaman penangkapan dari Taufik, yang menurutnya tertuang dalam Pasal 336 KUHP tentang ancaman. Husni juga telah menyerahkan barang bukti, berupa surat kabar yang terbit pada Sabtu 9 Agustus 2014 lalu.
Kendati, kata Agus, dalam penyelidikan pihaknya memastikan ancaman penangkapan ini bersih dari intervensi pihak manapun. Penyidik akan melakukan dengan hati-hati atau tidak terburu-buru dalam menentukan langkah lebih lanjut kasus ini.
"Kami sama sekali tidak boleh melanggar hukum, makanya laporan apapun dari masyarakat harus dianalisa, pasal harus sesuai dengan perundang-undangan," kata dia.
Sesuai bunyi Pasal 336 KUHP dan jika disetujui, Taufik bisa diancam kurungan 2 tahun 8 bulan penjara.
Membalas laporan KPU ke Polri, Taufik pun tak gentar. Dia bahkan rencananya melaporkan balik Husni ke Polri Senin 11 Agustus 2104 malam. Menurutnya laporan Husni sudah menuduh dirinya tanpa dasar yang kuat.
"Malam nanti kita laporkan Husni Kamil Manik ke Bareskrim Mabes Polri. Entah laporan pencemaran nama baik atau apa, saya mau konsultasikan ke tim hukum dulu. Nanti saya laporkan," kata Taufik di sela-sela sidang etik DKPP, di Gedung Kemenag, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin 11 Agustus 2014.
Apa yang dilaporkan Husni, menurut Taufik berlebihan dan terlalu didramatisir. "Saya siap buktikan kalau itu cuma terlalu didramatisir, perkataan saya dipelintir. Saya cuma bilang saat orasi di depan MK segera tangkap Husni Kamil Manik karena berbuat curang," kata dia.
Pada kesempatan itu Taufik juga membantah tudingan penculikan. Apa yang disampaikan pada saat orasi di depan MK Jumat 8 Agustus 2014 lalu, tidak menyebutkan ancaman penculikan, tapi penangkapan.
"Saya tidak pernah bilang menculik, cuma saya minta polisi tangkap ketua KPU karena berbuat curang. Itu kata-kata saya di depan MK saat orasi," tandas Taufik. (Riz)
Ancaman di Tengah Sengketa Pilpres
Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta M Taufik, maupun Ketua KPU Husni Kamil Manik saling melapor ke Polri.
Advertisement