Sukses

Kapolres Nabire Benarkan Adanya Ajakan Bupati Pilih Prabowo-Hatta

Tagor menjelaskan, ketika marah, warga dan penyelenggara pemilu setempat langsung menggelar rapat pleno di luar gedung.

Liputan6.com, Jakarta - Anggota KPU Provinsi Papua Beatrix Wanane mengakui suara di Distrik Mapia Barat dan Mapia Tengah, Kabupaten Dogiyai, Papua diputuskan untuk didiskualifikasi untuk kedua pasangan calon. Keputusan ini dikeluarkan menyusul adanya keberatan dalam pemungutan suara melalui sistem noken.

Hal tersebut juga dibenarkan Kapolres Nabire AKBP Tagor Hutapea. Dalam video conference dengan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dia mengungkapkan jumlah perolehan suara kedua pasangan calon di Kabupaten Dogiyai.

"Jumlah suara sebenarnya pasangan nomor 1, 1.841, sisanya adalah pasangan nomor 2, 107.111. Itu hasil rekapitulasi di TPS-TPS," jelas Tagor saat bersaksi di sidang sengketa Pilpres 2014, Kamis (14/8/2014).

Tagor membenarkan pula keterangan Ketua KPU Dogiyai, Didimus Dogomo terkait adanya ajakan bupati di daerah tersebut untuk memilih Prabowo-Hatta demi mendapat uang. Namun, akibat dari ajakan tersebut, lanjut Tagor, banyak masyarakat marah dan menarik suara yang sudah diberikan pada pasangan nomor 1 itu.

"Suara Prabowo itu ada, lalu ditarik kembali semua suara itu. Untuk yang menyampaikan itu banyak orang ngomong, dari PPD sampai warga masyarakat. Kami sudah filmkan," imbuhnya.

Tagor menjelaskan, ketika marah, warga dan penyelenggara pemilu setempat langsung menggelar rapat pleno di luar gedung. "Dipimpin oleh Ketua KPUD, ada Panwas, DPR, disaksikan saya dan Komandan Kodim, serta TNI-Polri yang ada di Dogiyai. Masing-masing per distrik sampaikan hasil rekapitulasi tingkat PPD. Mereka bacakan apa yang direkap dan sampaikan ke Ketua KPUD. Mereka sampaikan, suara pada Pak Prabowo pada pencoblosan tanggal 9 kami tarik kembali," papar Tagor.

Sebelumnya, Ketua KPU Papua Didimus Dogomo menjelaskan ada ajakan dari bupati setempat untuk memilih Prabowo-Hattta. "Kalau dikasih ke Prabowo ada uang kalau tidak dikasih ke Prabowo tidak ada uang. Akhirnya masyarakat marah dan akhirnya bupati keluar," ungkap Didimus pada sidang di MK, Rabu 13 Agustus lalu.

Hakim MK Anwar Usman pun mengejar uang yang diungkapkan oleh Didimus. Didimus pun langsung menuturkan pula uang di sini bukan berarti serangan fajar, melainkan realisasi dari janji kampanye Prabowo-Hatta.

"Terkait dana hibah ke masyarakat dari APBN (bila Prabowo-Hatta terpilih sebagai presiden dan wapres)," ujar Didimus. (Mut)

Video Terkini