Sukses

Jadi Saksi Ahli, Yusril Minta MK Tak Jadi Mahkamah Kalkulator

Yusril menilai, dalam perjalanan MK yang berusia 11 tahun bisa memutuskan perkara ke arah yang lebih substansial.

Liputan6.com, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra meminta Mahkamah Konstitusi (MK) jangan menjadi lembaga kalkulator jika memutuskan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2014.

Yusril yang menjadi saksi ahli dari pihak Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mengatakan, kewenangan Mahkamah yang diatur dalam UU Nomor 23 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK), dalam memutus PHPU presiden dan wakil presiden adalah bentuk penyederhanaan pembuat UU yang memiliki waktu terbatas.

"Kalau hanya ini kewenangan Mahkamah Konstitusi yang dirumuskan pada saat itu, Mahkamah Konstitusi hanya akan menjadi lembaga kalkulator dalam menyelesaikan perselisihan yang terkait dengan angka-angka perhitungan suara belaka," kata Yusril dalam sidang PHPU Pilpres 2014 di Gedung MK, Jakarta, Jumat (15/8/2014).

"Ataupun dalam perkembangannya MK dalam yurisprudensi menilai perolehan suara itu apakah dilakukan dengan atau tanpa pelanggaran yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif," sambung Yusril.

Yusril menilai, dalam perjalanan MK yang telah berdiri lebih dari 1 dekade bisa memutuskan perkara ke arah yang lebih substansial. Politisi Partai Bulan Bintang (PBB) mengatakan, MK di Indonesia bisa mencontoh MK Thailand yang memutuskan apakah pemilu itu konstitusional atau tidak.

"Sehingga bukan persoalan perselisihan mengenai angka-angka belaka. Masalah substansial dalam Pemilu sesungguhnya adalah terkait dengan konstitusional dan legalitas pelaksanaan Pemilu itu sendiri," paparnya.

Yusril mengatakan, masalah legalitas dan konstitusional tersebut menurutnya, adalah apakah KPU telah melaksanakan Pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil yang menjadi asa Pemilu.

Masih menurut Yusril, persoalan konstitusionalitas, adalah hal yang perlu menjadi pertimbangan MK agar terkait dengan aspek legalitas pelaksanaan Pemilu sebagai aturan pelaksanaan sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945. Ia menambahkan, ini sangat penting agar presiden dan wakil presiden terpilih memperoleh legitimasi  konstitusional.

"Karena tanpa itu siapapun yang terpilih, karena tanpa itu siapapun yang terpilih presiden dan wakil presiden akan berhadapan dengan krisis legitimasi yang akan berakibat terjadinya instabilitas di negara ini. Ada baiknya dalam memeriksa PHPU presiden dan wakil presiden kali ini Mahkamah sebaiknya melangkah ke arah itu," tandas Yusril. (Ein)