Liputan6.com, Jakarta - Sidang sengketa Pilpres 2014 di Mahkamah Konstitusi sudah sampai pada tahap pemeriksaan saksi ahli. Sampai saat ini, tim Prabowo-Hatta masih menegaskan adanya kecurangan yang terjadi melalui Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb). Tapi hal ini dirasa tidak cukup signifikan mengubah hasil pilpres.
"Kalau kita lihat, ternyata permasalahan DPKTb itu hanya 2,9 juta. Masih jauh dari 8,4 juta yang merupakan selisih perolehan suara," kata tim kuasa hukum Jokowi-JK, Taufik Basari dalam diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu (16/8/2014).
Dalam persidangan, isu DPKTb memang cukup dalam dibahas, baik oleh saksi pemohon atau saksi ahli. Taufik menjelaskan, yang menjadi masalah, pemilih yang terdaftar dalam DPKTb tidak bisa diketahui memilih pasangan yang mana.
Bahkan, lanjut Taufik, Ketua MK Hamdan Zoelva juga menyatakan hal ini tidak perlu dibuktikan, karena tidak bisa menunjukkan akan menguntungkan siapa.
Menurut dia, kalau diperhatikan angka DPKTb terbesar ada di provinsi Jawa Barat dan Sumatera Barat. Hasil pemilu menunjukkan kedua daerah itu dimenangkan pasangan Prabowo-Hatta.
"Jadi sudah tidak relevan lagi ketika DPKTb disebut menguntungkan pasangan nomor urut 2, Jokowi-JK," tegas dia.
Yang disesalkan Taufik, permohonan yang diajukan kubu Prabowo-Hatta ternyata cuma soal administratif, bukan soal terjadinya kecurangan.
"Seolah-olah ada mobilisasi pemilih untuk memilih nomor urut 2. Itu lompatan logika, ada pemilih siluman, ada pemilih yang terkesan ada kerja sama antara nomor urut 2 dan KPU. Akhirnya permohonan hanya persoalan administratif belaka," tandas Taufik. (Sss)
Tim Hukum: DPKTb Disebut Untungkan Jokowi-JK Tak Relevan Lagi
Ketua MK Hamdan Zoelva juga menyatakan hal ini tidak perlu dibuktikan, karena tidak bisa menunjukkan akan menguntungkan siapa.
Advertisement