Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) akan membacakan putusan akhir atas gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum yang diajukan oleh pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, pada siang ini.
Selain pasangan tersebut, masyarakat juga menunggu dan mereka-reka putusan akhir apa gerangan yang akan diambil oleh Majelis Hakim MK dan seberapa besar peluang gugatan Prabowo-Hatta itu dikabulkan oleh mahkamah tersebut.
Pengamat Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Pangi Syarwi Chaniago memprediksi ada tiga hasil yang mungkin akan diputuskan MK.
Pertama, menerima gugatan termohon (Prabowo-Hatta). Namun, putusan ini tetap berisiko tinggi terhadap kestabilan politik, terutama menyangkut pendukung Jokowi yang mempertanyakan keputusan tersebut.
Kedua, menolak semua gugatan Prabowo-Hatta. Putusan MK tersebut tetap akan membuat suasana politik menjadi gaduh, memanas dan mengancam stabilitas politik.
Ketiga, memenuhi sebagian gugatan Prabowo-Hatta, dengan konsekuensi Pemungutan Suara Ulang (PSU) di beberapa Provinsi atau semua TPS di Papua atau sebagian TPS di Indonesia.
"Saya berkeyakinan amar putusan MK tanggal 21 Agustus, mengambil opsi ketiga," ujar Pangi, Kamis (21/8/2014). Itu dilakukan sebagai keputusan kompromi atau jalan tengah, untuk mengakomodir kepentingan kedua belah pihak.
"Ketika MK tidak mengambil jalan tengah tentu akan membuat suasana gaduh, mengancam kesatuan bangsa yang berujung konflik horizontal artinya putusan MK berisiko besar membuat rakyat terbelah," katanya.
Menurut Pangi, publik merindukan keputusan yang memenuhi rasa keadilan dan yang mengakomodir kepentingan kedua belah pihak. Menurutnya, MK jangan terjebak pada angka- angka semata.
"Ini ujian besar bagi hakim MK atas pertaruhan independensi, objektivitas, faktual hukum dan realitas sehingga amar putusan atau vonis MK betul betul memenuhi rasa keadilan," katanya.
Menurut pengamat politik Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo, pihak Prabowo-Hatta sejauh ini belum memberikan bukti-bukti kuat. Mereka lebih banyak menghadirkan saksi yang memberikan keterangan berdasarkan mendengar keterangan pihak lain. Jadi tidak melihat, mendengar dan mengalami sendiri.
Keterangan saksi seperti itu, menurut dia, kurang kuat untuk membuktikan adanya pelanggaran yang terstruktur, sistematis dan masif dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden 2014.
"Yang lebih banyak dipersoalkan Prabowo-Hatta hanyalah persoalan jumlah daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb) dan pembukaan kotak suara oleh KPU," ujar Karyono,
Dia menjelaskan, bila yang dipersoalkan hanya DPKTb dan pembukaan kotak suara, maka materi gugatan Prabowo-Hatta masih lemah. Apalagi, hal itu juga sudah diklarifikasi oleh pihak termohon yakni KPU. (Ant)
Baca juga:
Jelang Putusan MK, Pintu Bandara Soetta Dijaga Ratusan Polisi
Advertisement