Liputan6.com, Jakarta - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menilai langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk membongkar kotak suara melanggar ketentuan. Namun, kata hakim MK, bukan wewenang MK untuk memberikan hukuman.
"Mahkamah menyatakan sekiranya pembongkaran kotak suara merupakan pelanggaran," kata Hakim MK Anwar Usman saat membacakan putusan sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres di Gedung MK, Jakarta, Kamis (21/8/2014).
Dokumen putusan sidang PHPU setebal 4.397 halaman, tapi MK hanya membacakan sekitar 300 halaman.
Mahkamah juga mengatakan membawa masalah pembongkaran kotak suara ke MK salah sasaran. Sebab yang berwenang menyidangnya adalah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Kendati demikian, hakim MK mengatakan pembongkaran kotak suara bisa saja kena hukum pidana.
"Forum penyelesaiannya bukan Mahkamah, itu bersifat etik dan DKPP yang berwenang menanganinya, dan bisa dikenakan hukum pidana yang diproses institusi lain. MK hanya mempertimbangkan sah atau tidak sahnya bukti," tandas Anwar.
Pembacaan putusan sidang berlangsung setelah MK bersidang 8 kali sejak 6 Agustus hingga 18 Agustus 2014. Dalam sidang ini pemohon atau penggugat adalah Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Sedangkan pihak termohon atau tergugat adalah KPU. Adapun pihak terkait dalam sidang ini adalah pemenang Pilpres 2014 Joko Widodo-Jusuf Kalla. (Sss)