Liputan6.com, Jakarta - Pertemuan Presiden SBY dengan Presiden terpilih Joko Widodo di Bali dinilai sebagai hal yang positif. Bahkan bisa menjadi tradisi dalam demokrasi Indonesia.
"Pertemuan antara presiden dengan presiden terpilih harus diteruskan ke depan. Hal ini belum pernah terjadi sebelumnya. Indonesia bisa menjadi model bagi negara lain," kata Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Prof Nanat Fatah Natsir di Jakarta, Kamis (28/8/2014).
Mantan rektor UIN Bandung itu berharap pelantikan Jokowi sebagai presiden pada Oktober mendatang juga bisa dihadiri seluruh mantan Presiden RI. Hal itu akan semakin mengukuhkan Indonesia sebagai negara yang demokratis.
Apalagi, Indonesia sudah mendapat banyak pujian dari luar negeri atas penyelenggaraan Pemilu 2014 yang berlangsung demokratis dan lancar. Pergantian pimpinan nasional bisa dilaksanakan tanpa ada kejadian yang berarti.
"Berbeda dengan negara lain yang untuk berganti dari presiden satu ke yang lain harus ada korban. Pemilu di Indonesia berjalan lancar tanpa ada korban," ujarnya.
Menurut Nanat, penyelenggaraan pemilu yang lancar juga tidak lepas dari peran SBY dalam mengawal jalannya pemilu. Sebagai presiden yang menjabat selama 2 periode, SBY patut mendapat apresiasi.
"Pak Yudhoyono sukses menjadi presiden. Perekonomian Indonesia meningkat selama pemerintahannya. Kalau pun ada kekurangan, itu manusiawi karena tidak ada manusia yang sempurna," katanya.
Presiden SBY bertemu dengan presiden terpilih Jokowi di Nusa Dua, Bali pada Rabu 27 Agustus malam. Dalam pertemuan selama 2 jam itu, SBY dan Jokowi membicarakan beberapa hal.
Salah satu materi yang dibicarakan adalah Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015. Namun, keduanya tidak menjelaskan secara detail hal pokok apa yang dibicarakan terkait RAPBN 2015 itu. (Ant)
Pertemuan SBY-Jokowi Bisa Dijadikan Model Demokrasi Negara Lain
Pertemuan antara presiden dan presiden terpilih dinilai bisa menjadi tradisi dalam demokrasi Indonesia.
Advertisement