Liputan6.com, Jakarta - Presiden terpilih Joko Widodo mempertimbangkan kepala daerah berprestasi masuk kabinet. Namun pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Bakir Ihsan mengingatkan agar Jokowi tak menempatkan kepala daerah di kementerian yang bersifat teknis.
"Hal teknis seperti PU, Kemenlu, dan ekonomi, mereka para kepala daerah, nggak biasa dengan diplomasi di luar negeri dan teknis PU perlu dipelajari kembali. Pos-pos itu tak bisa dimasuki," kata Bakir di Hotel Akmani, Jakarta, Kamis (28/8/2014).
Bakir melarang pos-pos kementerian teknis dipegang kepala daerah, karena dikhawatirkan akan menimbulkan proses adaptasi yang lama dan mempengaruhi kinerja kementerian.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Al Azhar Damayanti menambahkan, untuk kementerian bersifat teknis harus dijabat oleh kandidat dari internal kementerian.
"Departemen teknis susah, harusnya dari orang dalam. Ketika orang luar, effort-nya harus lebih besar," tutur Damayanti.
Ia menyarankan, bila perlu kandidat tersebut bisa cepat beradaptasi dan kerja pintar. Salah satu caranya adalah dengan blusukan.
"Mereka harus bisa blusukan di kementeriannya. Perlu mapping dan itu dilakukan dengan blusukan. Ini yang saya dengar dari Menag baru, dia mapping masalah di Kemenag," ungkap Dekan yang biasa dipanggil Maya itu.
Jokowi-JK memang belum menentukan siapa saja calon anggota kabinetnya. Sehingga muncul banyak spekulasi tentang kandidat-kandidat yang akan mengisi jabatan menteri di pemerintahan yang akan datang.
Di antaranya 4 kepala daerah yang dinilai layak jadi menteri. Mereka adalah Walikota Surabaya Tri Rismaharini, Walikota Bandung Ridwan Kamil, Walikota Bogor Bima Arya, dan Bupati Kudus Musthofa.
Maya menjelaskan, sebagai sesama wanita ada pos kementerian yang layak dijabat Risma. "Bu Risma itu nggak diizinkan orang Surabaya buat jadi menteri. Tapi kalau di skala nasional, bisa saja kementerian lingkungan hidup atau kehutanan," tandas Maya. (Sss)