Liputan6.com, Jakarta - Keputusan Partai Demokrat beralih mendukung pilkada langsung dinilai akan membuat peta politik di DPR berubah. Lebih jauh lagi, putusan tersebut dinilai sebagai langkah politik Demokrat dan juga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk merayu Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) agar dapat masuk dalam koalisi.
"Saya pikir, Demokrat berusaha merayu Jokowi-JK agar bisa dimasukkan ke koalisi mereka," kata Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (19/9/2014).
Ray mengatakan, sampai saat ini PDIP khususnya Megawati Soekarnoputri, masih sulit menerima kehadiran Partai Demokrat dalam koalisi Jokowi-JK. Hal inilah yang membuat Demokrat begitu sulit masuk, meski punya keinginan bergabung di pemerintahan mendatang.
"Mega ini masih ogah-ogahan melibatkan Demokrat. Nah, dengan mendukung pilkada langsung ini semacam merayulah, investasi bagi Demokrat untuk dapat masuk dalam koalisi Jokowi-JK," imbuh Ray.
Menurut pria kelahiran Mandailing Natal, Sumatera Utara, itu SBY tidak mau kehilangan muka di masyarakat dengan menolak pilkada langsung. Dalam 10 tahun memimpin Indonesia, SBY tetap ingin dikenang dengan baik, meski kinerjanya banyak yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat.
"Dia mau dikenang, 10 tahun agak kecewa, bukan karena tidak ada perubahan tapi tidak sesuai dengan ekspektasi. Dia ingin menutup dengan kado kecil mendukung pilkada langsung. Sekaligus merayu Jokowi-JK agar bisa masuk," ujar Ray.
Partai Demokrat akhirnya memutuskan mmendukung pilkada langsung Kamis 18 September kemarin. Dukungan ini disampaikan dua hari setelah Presiden SBY mengatakan hal yang sama, yang disiarkan melalui YouTube.
Sikap Demokrat ini berlawanan dengan sikap Koalisi Merah Putih (KMP) yang mendukung pilkada melalui DPRD atau pilkada tak langsung. Padahal Demokrat adalah anggota KMP. (Yus)