Sukses

Oesman Sapta: DPD Targetnya Jadi Ketua MPR

Bila menjadi Ketua MPR, anggota DPD Oesman Sapta juga berjanji mencairkan ketegangan antara kubu Jokowi dan pihak Prabowo Subianto.

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Kalimantan Barat Oesman Sapta terpilih menjadi calon pimpinan MPR melalui hasil voting. Ia menegaskan target DPD adalah menjadi Ketua MPR 2014-2019.

"Targetnya Ketua MPR. Kita prioritaskan untuk jadi ketua," tegas Oesman Sapta di Gedung DPD, Senayan, Jakarta, Senin (6/10/2014).

Oesman menjelaskan dirinya akan membawa visi-misi dari DPD untuk dikomunikasikan dan dijalankan di MPR. Selain itu, bila menjadi Ketua MPR, ia berjanji mencairkan ketegangan antara kubu Joko Widodo (Jokowi) dan pihak Prabowo Subianto.

"Setiap fraksi kan seorang, kelompok ini punya seorang calon yang diusung kelompoknya. Ini akan mencairkan juga hubungan DPR dan pemerintah, maksud saya Jokowi dan Prabowo," tutur dia.

Ketua DPD Irman Gusman juga menambahkan dirinya yakin kompsisi 1-2-2 akan terjadi besok.

"Mudah-mudahan jadi kenyataan, jadi sejarah. Wakilnya 2 dari KMP (Koalisi Merah Putih) dan 2 dari KIH (Koalisi Indonesia Hebat), 1 dari DPD," tandas Irman.

DPD Jangan Hanya Diperhitungkan Saat Dibutuhkan

Wacana Koalisi Indonesia Hebat mengajukan anggota DPD sebagai calon ketua MPR dianggap solusi untuk menghindari ketegangan seperti saat pemilihan ketua DPR. Namun, DPD diminta punya posisi tawar agar usul melakukan amendemen terbatas UUD 1945 untuk penguatan wewenang DPD yang setara dengan DPR juga didukung oleh partai politik di DPR.

"Parpol-parpol itu jangan hanya memperhitungkan DPD saat dibutuhkan saja. Selama ini, usul DPD untuk melakukan amendemen terbatas UUD 1945 untuk penguatan DPD selalu dimentahkan oleh DPR yang merupakan representasi dari parpol. Saya berharap parpol juga mendukung penguatan DPD," ujar anggota DPD Fahira Idris saat persiapan Sidang MPR di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin, 6 Oktober 2014.

Fahira menjelaskan, penguatan DPD adalah keharusan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Di negara lain yang menganut sistem bikameral, imbuh dia, senat diberi kewenangan yang besar untuk mengimbangi peran dan posisi DPR.

Menurut dia, semua ini bertujuan agar mekanisme chekcs and balances dapat berjalan relatif seimbang antara DPR dan DPD. Setidaknya, lanjut Fahira, DPD diberi kewenangan meneliti ulang setiap RUU yang diajukan DPR, diberi hak yang sama dalam mengajukan RUU, dan ikut mengawasi pemerintahan.

"Kami ini dipilih langsung rakyat di provinsi kami masing-masing. Mereka (rakyat) berharap banyak dari kami agar aspirasi mereka jadi sebuah kebijakan. Tetapi kalau konstitusi tidak memberi kami kewenangan mewujudkan itu, ini artinya ada yang salah. Saya curiga, parpol-parpol yang ada di DPR, takut kalau ada lembaga yang mengimbangi mereka," tukas Fahira.

Menurut Fahira, idealnya, DPD difungsikan sebagai check and balances DPR. Selama ini, tambah dia, DPR tidak pernah berhasil menyelesaikan setiap RUU menjadi UU yang sudah mereka susun di Prolegnas. Belum lagi jika melihat banyaknya UU produk DPR yang di judicial review ke MK. "Ini artinya, DPR perlu check and balances, dan fungsi itu ada di DPD," jelas Fahira, anggota DPD yang juga dikenal sebagai aktivis perempuan ini.