Liputan6.com, Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Gede Pasek menyatakan tak setuju soal tanggapan suara DPD yang disebut terpecah, ketika pemilihan ketua Majelis Perwakilan Rakyat (MPR) melalui pemungutan suara. Karena selisih suara antara usulan paket pimpinan MPR dari Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat hanya berbeda tipis.
"Kita lihat dari selisihnya aja 17 suara, mayoritas suara dari DPD. Coba DPD tidak ada di situ, bisa selisih 60 sampai 70 suara," tegas dia di Gedung DPR/MPR Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (8/10/2014).
Bahkan menurut dia, solidnya DPD sudah terlihat sejak rapat terakhir karena mereka menginginkan ketua MPR berasal dari DPD.
Namun, ia tidak dapat memungkiri bahwa para anggota DPD juga pernah dari kader partai.
"Hasil rapat sebelumnya mayoritas mendukung yang terbaik, DPD sebagai ketua. Tapi ada varian politik juga di DPD. Kalau mau tim bekerja bagus, tinggal diambil 9 aja sudah menang.‎ Soalnya, bedanya cuma 17 suara," urai Gede Pasek.
Terpilihnya paket B sebenarnya sudah cukup baik bagi DPD. Karena Oesman Sapta yang merupakan anggota DPD, masih dapat menjabat sebagai pimpinan MPR.
"Dalam kompetisi politik yang diingankan akan didapat. Tapi hasilnya tadi jadi sejarah besar. Karena DPD menjadi bandul hingga detik-detik akhirnya," tutup dia.
Sebelumnya, Politisi Partai Golkar Fadel Muhammad pun menilai dari 132 suara anggota DPD kemungkinan sekitar 60 suaranya diberikaan kepada Paket B dari KMP.
"Ternyata DPD banyak dari kader partai, seperti Golkar, Demokrat dan lainnya, sehingga kami memberikaan pandangan, yang berujung terjadi perpecahan suara di anggota DPD itu sendiri," ucap Fadel di Gedung DPR/MPR Jakarta.
DPD Tak Setuju Disebut Suaranya Pecah Saat Pemilihan Ketua MPR
Menurut Gede Pasek, solidnya DPD sudah terlihat sejak rapat terakhir karena mereka menginginkan ketua MPR berasal dari kelompok itu.
Advertisement