Sukses

Gejolak Koalisi Merah Putih

Hengkangnya PPP membuktikan Koalisi Merah Putih tidaklah solid seperti yang digembar-gemborkan. Parpol mana lagi yang menyusul?

Liputan6.com, Jakarta - Koalisi Merah Putih (KMP) berhasil menyapu seluruh posisi pimpinan di lembaga DPR dan MPR. Kader-kader partai politik yang menyokong koalisi ini sukses membagi-bagi jabatan untuk posisi Ketua DPR dan Wakil Ketua DPR serta Ketua MPR dan Wakil Ketua MPR. Boleh dikatakan, Parlemen telah dikuasai KMP.

Sejumlah petinggi KMP menyebut kemenangan merebut posisi pimpinan Parlemen ini sebagai buah kekompakan dan solidnya parpol pendukung. Ketua DPR Setya Novanto juga menyebut kemenangan KMP sebagai buah kerja sama dan komunikasi yang baik antara parpol penyokong dibantu Partai Demokrat.

"KMP kompak dan Demokrat juga solid (dalam pemilihan Pimpinan MPR). Saya berterima kasih kepada Pak SBY yang terus berkomunikasi. KMP menang secara solid dan kompak. Mungkin ini karena komunikasi kami yang baik," kata Setya di Gedung DPR, Rabu 8 Agustus 2014.

Namun, kekompakan atau solidnya parpol pendukung itu layak dipertanyakan lagi dengan hengkangnya Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dari KMP. PPP yang seiring sejalan dengan KMP akhirnya berpaling karena kecewa kadernya tidak mendapatkan posisi saat pemilihan pimpinan MPR.

"Sampai detik-detik terakhir pemilihan pimpinan MPR, PKS tidak mau lagi mengembalikan ke PPP. Oleh karena itu, Pak ARB sebagai ketua presidium waktu itu malam Selasa, menyebut 'SDA biarlah untuk kali ini kita jalan sendiri-sendiri dulu'," jelas Wakil Sekretaris Jenderal PPP Syaifullah Tamliha di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu 11 Oktober 2014.

Tak perlu menunggu lama, PPP langsung menyatakan putus hubungan dengan KMP dan mulai merapat ke kubu Koalisi Indonesia Hebat (KIH).

"Kami kan punya partai. Masa kami cuma ditonton doang. Itu sangat parah. Oleh karena itu, kami saat itu memilih berkoalisi dengan KIH," kata Syaifullah.

PPP memang belum secara terbuka mengakui bergabungnya mereka ke KIH, lantaran masih harus menunggu pengesahan dalam Muktamar PPP yang rencananya akan digelar akhir Oktober ini. "PPP apakah di KMP atau di KIH tergantung setelah tanggal 24 Oktober," kata Syaifullah.

Dia juga menuturkan sudah ada komunikasi yang intens belakangan ini antara petinggi partainya dengan para tokoh KIH, termasuk dengan Presiden terpilih Joko Widodo.

"Komunikasi itu kan dengan bos langsung. Saya tadi dikasih tahu oleh Ketua Mahkamah Partai bahwa Pak SDA tadi malam ketemu Pak Jokowi. Saya sendiri juga sudah bertemu Pak JK," kata Syaifullah.

Meski masih menunggu Muktamar, PPP sejatinya memang sudah berpaling ke KIH. Kekecewaan pada KMP, ditambah lagi bergabungnya PPP ke KMP selama ini lebih karena pengaruh kuat Ketua Umum Suryadharma Ali, bisa dirasakan partai berlambang Kabah ini hanya setengah hati berada di naungan KMP.

Kini, lengkap sudah alasan PPP untuk keluar dari KMP. Apalagi pihak KIH menyambut mereka dengan tangan terbuka. Bahkan, besar kemungkinan posisi di kabinet Jokowi-JK juga bisa mereka raih setelah Jokowi menyatakan PPP positif bergabung dengan KIH.

"‎Ya Insya Allah (PPP bergabung dengan Koalisi Indonesia Hebat) secara permanen," ujar Jokowi di Balaikota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Rabu 8 Oktober 2014.

Jokowi pun mengatakan, bila PPP telah bergabung dalam barisan Koalisi Indonesia Hebat, maka dirinya memastikan PPP akan mendapatkan kursi menteri di kabinet pemerintahannya. "Kalau sudah bergabung ya tentu saja iya. Tapi semua kan masih proses. Politik itu dinamis bisa berubah setiap detik," kata dia.

KMP boleh saja menganggap berpalingnya PPP belum akan menggerogoti kekuatan koalisi mereka. Dengan suara parpol yang tersisa ditambah dengan Partai Demokrat yang condong mendukung KMP meski menegaskan sebagai parpol penyeimbang, kekuatan KMP memang belum bisa dikalahkan KIH.

Namun, bisa jadi PPP bukanlah parpol terakhir yang memutuskan berpaling ke 'lain hati'. Karena kebersamaannya dilandasi oleh kepentingan politik, keutuhan KMP sangat rentan. Dan tanda-tandanya sudah mulai terlihat.

Kalau PPP sedang menunggu muktamar untuk mencari 'nakhoda' baru, Partai Golkar juga tengah bergejolak. Poros Muda Partai Golkar mendesak DPP Partai Golkar untuk segera menyelenggarakan Musyawarah Nasional (Munas). Sebab, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie atau Ical dianggap sudah habis masa jabatannya sejak 8 Oktober 2014.

‎"Kemarin sudah kita sampaikan kepada DPD Golkar untuk segera menyelenggarakan Munas," kata Juru Bicara Poros Muda Andi Sinulingga di Jakarta, Sabtu 11 Oktober 2014.

Andi mengatakan, jika tidak diselenggarakan, maka Poros Muda akan melakukan konsolidasi dengan tokoh-tokoh senior Golkar untuk mempercepat Munas. Poros Muda juga akan mengundang DPD-DPD Golkar Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota seluruh‎ Indonesia.

"Yang pasti kita selenggarakan munasnya dulu. Kalau nggak, kita akan menginisiasi dengan tokoh-tokoh senior Golkar bersama segenap komponen partai untuk membuat Munas sendiri. Nanti kita akan mengundang DPD-DPD untuk menggelar munas," ujar Andi yang pernah menjabat Ketua DPP dan dipecat Ical ini.

Oleh karena itu, Poros Muda berharap selama 2 minggu ke depan munas ‎harus sudah diselenggarakan. Dalam Munas itu akan dipilih Ketua Umum Partai Golkar yang baru pengganti Ical.

"(Munas) 2 minggu ke depan. Saya kira sebagian besar DPD-DPD menginginkan munas itu secepatnya. Kalau tidak kita akan lakukan langkah hukum, (gugat) ke PTUN," ujar Andi.

Bahkan, mereka menilai tak penting Partai Golkar berada di KMP atau tidak. ‎"Golkar itu tak penting apakah masuk atau keluar KMP," tegas Andi.

Dia mengatakan, jauh lebih penting bagi Golkar untuk mengakomodir kepentingan masyarakat. ‎Kemudian melalui parlemen kepentingan masyarakat itu dirumuskan menjadi kebijakan-kebijakan yang menguntungkan publik.

"Itu yang penting. Kemudian dalam 5 tahun sekali kita ikut dalam proses merebut kekuasaan. Karena dengan kekuasaan itu kita lebih mudah mengimplementasikan cita-cita partai," ujar dia.

Hal yang wajar sebenarnya, karena tak ada jaminan bahwa parpol penghuni KMP harus tetap bersama selama 5 tahun ke depan lantaran hanya diikat oleh kepentingan yang sama.

Pengamat parlemen Sebastian Salang mengatakan, solidnya KMP sampai saat ini lebih disebabkan banyaknya kursi yang masih bisa dibagi ke parpol koalisi. Setelah posisi itu habis, selesai pula soliditas itu.

"Selama peluang kekuasaan masih bisa dibagi, mereka solid dan zalim. Kalau sudah habis pasti ribut sendiri," kata Sebastian di Jakarta, Kamis 9 Oktober 2014.

Dia menjelaskan, saat ini tidak bisa dipungkiri kekuatan KMP di parlemen masih sangat kuat. Hal ini tidak lepas dari faktor kekalahan dalam Pilpres 2014. Sebastian menilai hal itu sudah sangat wajar dalam politik.

"Kalau habis, mereka mungkin main mata dengan yang lain. Solid KMP ini sebentar saja," lanjut dia.

Salang mengatakan, berdasarkan pengalaman dari tahun ke tahun, partai politik di Indonesia cenderung berbeda sikap dan meninggalkan koalisi awalnya jika dibenturkan dengan adanya pembahasan anggaran di DPR.

"Karena partai-partai dalam KMP ini partai lapar. Sejarahnya, partai-partai lapar ini akan luluh jika dihadapkan dengan pembahasan anggaran untuk pemerintah," ucap Salang.

Hal senada juga diungkapkan Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti yang menganggap koalisi yang mendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa itu tidak cukup solid di parlemen. Bahkan Ray menilai partai politik yang tergabung dalam KMP rawan berpindah haluan ke koalisi yang mendukung Jokowi-JK atau KIH.

"Dengan sendirinya KMP itu rentan penyeberangan. Tidak menutup kemungkinan fraksi lain ikutan," kata Ray di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu 8 Oktober 2014.

Menurut dia, perpecahan KMP baru akan terlihat setelah pemerintahan Jokowi-JK berjalan. Jika nantinya Jokowi-JK dapat mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan salah satu partai KMP, maka hal itu dapat menjadi pemicu pemecahan di tubuh KMP.

"Di sini Jokowi harus pintar menyusun program yang membuat KMP sulit menolaknya. Misalnya Jokowi mengeluarkan paket kebijakan yang penting bagi umat misalnya perbaikan layanan haji. Masa PKS bilang nggak setuju? Lima tahun ke depan ini permainan politk itu tidak di DPR tetapi di eksekutif. Perpecahan di KMP menunggu waktu," tandas Ray.

Sebenarnya KMP tak perlu menunggu. Kerja belum dimulai saja parpol yang menjadi pendukung KMP sudah mulai rontok. Bisa dibayangkan bagaimana nanti jika KMP dihadapkan pada konflik yang berhubungan dengan ideologi dan isu-isu publik saat membahas rancangan undang-undang atau mengkritisi kebijakan eksekutif.

Bukan hal yang aneh, karena KMP memang berisi parpol yang sebenarnya berbeda dalam banyak hal. Ideologi, konstituen, kepentingan dan tujuan jangka panjang pastilah berbeda.

Jadi, kalau nantinya kekuatan KMP semakin tergerus, itu adalah hal yang alami di panggung politik. Hanya kebetulan semua parpol di KMP sekarang merasa terikat karena tak mungkin mereka bisa menguasai Parlemen jika tak bersama. Lantas, setelah itu, apa lagi yang menjadi perekat kebersamaan mereka di Parlemen?