Komisi Yudisial (KY) mendukung Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Mahkamah Konstitusi yang disahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menurutnya Perppu itu penting agar masyarakat kembali percaya kepada MK, terutama menjelang Pemilu 2014.
Perppu Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi itu dikeluarkan menyusul terungkapnya dugaan suap pengurusan sengketa pilkada dengan tersangka Ketua nonaktif MK Akil Mochtar.
"Yang perlu kita pikirkan jangan kita lihat MK, atau sidang bisa jalan tanpa Pak Akil. Tapi pada pandangan publik. Ini jantung MK, ketua, simbol lembaga yang bersangkutan, yang secara pidana disuap. Ini akan menimbulkan kemerosotan publik apalagi ada Pemilu 2014. Ini untuk mengembalikan kepercayaan (publik)," kata Komisioner Komisi Yudisial Taufiqurrahman Syahuri dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (18/10/2013).
Taufiqurrahman menambahkan bila tidak ada Perppu, dan publik kehilangan kepercayaan, maka siapa pun yang kalah bisa sering berdemonstrasi menolak putusan MK. Hal itu bisa terjadi karena mereka merasa putusan MK diambil karena diduga menerima suap dari pihak yang berperkara.
"Ini cara satu-satunya yang efektif untuk tingkatkan kepercayaan publik. Nanti sangat jelas prosedur Hakim MK akan jelas arahnya ke mana," imbuhnya.
Dengan Perppu ini pula, masyarakat yang mau melapor soal Hakim Konstitusi tidak perlu bingung melapor, karena bisa ke KY. Kalau dulu, ada laporan ke KY soal Hakim Konstitusi maka akan dikembalikan ke Ketua MK, karena KY tidak berwenang untuk mengawasi MK. "Kalau demikian, masuk ke Pak Akil. Kalau Pak Akil yang bermasalah bagaimana," ujarnya.
Taufiqurrahman menambahkan dengan adanya Perpu MK ini KY bisa mengawasi, melakukan investigasi. Bahkan, bisa menyadap, dibantu pihak hukum, bila seandainya Hakim Konstitusi melakukan lobi pada pihak berperkara.
"Kalau dulu tidak bisa (diawasi), seakan-akan Hakim Konstitusi lupa mereka manusia yang sering digoda. Ngobrol-ngobrol saja dengan orang berperkara sudah disemprit nantinya," tukas Taufiqurrahman. (Adi)
Perppu Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi itu dikeluarkan menyusul terungkapnya dugaan suap pengurusan sengketa pilkada dengan tersangka Ketua nonaktif MK Akil Mochtar.
"Yang perlu kita pikirkan jangan kita lihat MK, atau sidang bisa jalan tanpa Pak Akil. Tapi pada pandangan publik. Ini jantung MK, ketua, simbol lembaga yang bersangkutan, yang secara pidana disuap. Ini akan menimbulkan kemerosotan publik apalagi ada Pemilu 2014. Ini untuk mengembalikan kepercayaan (publik)," kata Komisioner Komisi Yudisial Taufiqurrahman Syahuri dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (18/10/2013).
Taufiqurrahman menambahkan bila tidak ada Perppu, dan publik kehilangan kepercayaan, maka siapa pun yang kalah bisa sering berdemonstrasi menolak putusan MK. Hal itu bisa terjadi karena mereka merasa putusan MK diambil karena diduga menerima suap dari pihak yang berperkara.
"Ini cara satu-satunya yang efektif untuk tingkatkan kepercayaan publik. Nanti sangat jelas prosedur Hakim MK akan jelas arahnya ke mana," imbuhnya.
Dengan Perppu ini pula, masyarakat yang mau melapor soal Hakim Konstitusi tidak perlu bingung melapor, karena bisa ke KY. Kalau dulu, ada laporan ke KY soal Hakim Konstitusi maka akan dikembalikan ke Ketua MK, karena KY tidak berwenang untuk mengawasi MK. "Kalau demikian, masuk ke Pak Akil. Kalau Pak Akil yang bermasalah bagaimana," ujarnya.
Taufiqurrahman menambahkan dengan adanya Perpu MK ini KY bisa mengawasi, melakukan investigasi. Bahkan, bisa menyadap, dibantu pihak hukum, bila seandainya Hakim Konstitusi melakukan lobi pada pihak berperkara.
"Kalau dulu tidak bisa (diawasi), seakan-akan Hakim Konstitusi lupa mereka manusia yang sering digoda. Ngobrol-ngobrol saja dengan orang berperkara sudah disemprit nantinya," tukas Taufiqurrahman. (Adi)